Cikal Bakal Lahirnya Gereja Barat dan Gereja Timur

Oleh: Phasa Joshua

Istilah Timur dan Barat dalam hal ini berdasarkan pengertian Ilmu Bumi. Tetapi istilah “Timur-Barat” itu dapat juga dipakai dengan cara lain. Dalam hal ini berbicara mengenai Gereja Timur dan Gereja Barat. “Barat” berarti: yang suasananya dipengaruhi oleh pendapat-pendapat seperti yang timbul di kekaiseran Romawi bagian Timur. Gereja-gereja bercorak “Timur” gereja Orthodoks Timur (a.l. Rusia). Gereja-gereja bercorak “Barat” ialah Gereja Roma-Katolik dan gereja-gereja Protestan.

Gereja timur dengan Gereja Barat berpisah satu dengan yang lainnya mulai abad ke-3, karena Gereja Barat mulai mempergunakan bahasa Latin. Pada abad ke-4 terjadi perpecahan serius karena pertikaian mengenai doktrin ketritunggalan. Tetapi kedua pihak kemudian rujuk kembali setelah penyelesaian oleh Gereja Timur setelah konsili Konstantinopel tahun 381. Namun pada abad ke-5 dengan runtuhnya kekaiseraan Barat, kesatuan politik kedua wilaya buyar sama sekali dan hubungan kedua gereja makin renggang disebabkan oleh perkembangan yang semakin menjauhi satu dengan yang lainnya. Perubahan ini terjadi karena kaisar-kaisar Timur tetap menaruh perhatian terhadap Roma dan dan para Paus masi ingin membangun hubungan perastuan dengan Gereja Timur, yaitu dengan dunia beradab.



Tetapi pada abad ke-2 terjadi perubahan di Roma. Timbullah “kepausan yang hendak mereformasikan,” yang perhatiannya lebih tertuju pada Eropa utara dan Barat daripada Gereja Timur. Pendekatan baru ini membawa serta sikap yang lebih tegas terhadap Gereja Timur, antara lain dengan menmbahkan kata filique (dan anak) pada pengakuan Iman Nicea – Konstantinopel. Akibatnya pada tahun 1054, kedua gereja saling mengekskomunikasi. Namun ceritanya belum selesai di sini, karena masih ada usaha-usaha untuk rukun kembali pada abad keempatbelas dan kelimabelas, ketika Konstantinopel menghadapi kapitulasi seluruh wilaya kaum muslim. Akan tetapi kerukunan ini tidak mungkin bertahan karena sikap Roma yang mengotot mempertahan kekuasaan paus, hal mana tidak mungkin diterima oleh Gereja Timur.

Gereja Timur menyebut dirinya Gereja Orthodoks atau Gereja Gerika Katolik yang mempertahan gereja lama, yaitu semua uskup sama derajatnya. Kaidah untuk kebenaran Gereja Timur adalah Alkitab dan tradisi, teristimewa keputusan dari ketujuh konsili besar (oikumenis) yang penghabisannya di Necea tahun 787. Kini Gereja Orthodoks terdapat di Rusia dan Balkan. Sungguhhpun mereka dianiaya pada abad ke-20 oleh kaum komunis, teristimewa di Rusia, namun jumlah anggotanya masih banyak sekali, kira-kira 200 juta jiwa.

Perbedaan yang terlihat dengan jelas adalah, Gereja Barat lebih aktif tabiatnya mementingkan perbuatan, oleh sebab itu yang diutamakan adalah ajaran tentang amal dan jasa praktek penitensia (penebusan dosa atau penyesalan) dan organisasi gereja. Keselamatan itu adalah perbuatan Allah. Kematian Kristus di kayu salib tidak lain daripada perbuatan kasih Juruselamat itu.

Tetapi di bagian Timur, perenunganlah yang dipentingkan; merenungkan Allah (mistik) dan merenugkan kebenaran (daging). Dalam suasan itu filsafat Kristen, dan mistik, askese dan kerahiban berkembang . keselamatan dianggap sebagai suatu keadaan baru yang dikaruniakan Tuhan kepada manusia. Teologia Timur menekankan masuknya Tuhan ke dalam daging manusia (inkarnasi) dan kebangkitan Kristus, yang karena-Nya manusia memperoleh hidup kekal.

PERKEMBANGAN GEREJA BARAT

Sebelum membahas perkembangan Gereja Barat, penulis ingin memberikan gambaran pergerakan teologia yang terajadi di Timur. Di Timur masih memegang gagasan kuno bahwa gereja adalah ciptaan Roh Kudus, tempat dimana manusia dipersatuakan dengan Kristus, melalui perayaan Perjamuan Kudus. Berbicara mengenai gereja-gereja di Timur berarti tentang Allah dan Surga. Bentuk gedung-gedung gereja khususnya di Rusia, dengan atap yang berbentuk kubah, mencerminkan pemahaman itu, yaitu bahwa orang masuk gereja seakan-akan masuk Surga.

Sedangkan di Barat ada banyak perkembanagan setelah perpisahan dengan Gereja Timur. Perubahan-perubahan yang terjadi dapat dilihat dari berbagai segi seperti hal-hal berikut ini.

1. Perkembangan Organisasi

Gereja mula-mula tidak luput dengan ancaman-ancaman kehilangan kesegaran kerohanian. Namun dengan adanya penghambatan-penghambatan, Tuhan kembali mengijinkan semuanya itu untuk memelihara kekencangan kerohanian umat-Nya. Tuhan juga memperhatikan kuantitatif umat-Nya di gereja-Nya, yaitu melalui kediktatoran para pemerintah saat itu. Bukan hanya itu, tantanagan dari bidat-bidat pun turut menyerang gereja Tuhan. Tetapi dengan semuanya itu, gereja memperhatiakn kedisiplinannya dalam pengajaran, administrasi dan struktur organisasi. Khususnya dalam abad ini, perkembanagan beberapa aspek semakin mempengaruhi pertumbuhan gereja.

- Spontanitas dalam kebaktian diganti dengan tata ibadah yang tertib.
- Munculnya monopoli kepemimpinan dalam kebaktian oleh para “episkopoi” (uskup, penilik, pendeta)
- Munculnya perbedaan antara kaum awam dengan golongan Imam.
- Melalui sistem pewarisan jabatan rasuli; imamat am, orang-orang percaya beralih kepada kepemimpinan para Imam yang semakin dikhsuskan.
- Anggota-anggota gereja kehilangan kesempatan untuk mempraktekan karunia-karunia iman yang diberikan oleh Tuhan.
- Hierarki gereja berkembang; penilik-penilik di kota besar dianggap lebih penting dan lebih tinggi kedudukan mereka, sehingga ditempatkan di daerah-daerah sekitar mereka.

2. Perkembangan Kepausan

Sudah sejak abad ke-2 uskup-uskup di Roma menuntut kepemimpinan dalam gereja dan suatu kedudukan yang lebih tinggi daripada semua uskup dan patriakh yang lain. Pada akhir abad ke-2, uskup Viktor dari Roma mengancam gereja-gereja di Asia kecil dengan pengucilan. Jika gereja-gereja itu terus-menerus tidak mengikuti cara gereja di Roma dalam hal merayakan Paskah. Pada tahun 343, Sinode di Sardika menuntut supremasi (kepemimpinan yang lebih tinggi). Pada permulaan abad ke-5, bapak-bapak gereja, seperti Agustinus (354-430) merumuskan pengertian ini dengan satu kalimat bahasa Latin “Roma Lucuta Finita” artinya, “Bila Roma telah berbicara dan mengemukakan pendapatnya , maka tidak usah lagi berbicara, keputusan terakhir sudah diambil dan perkaranya sudah selesai”.

Biasanya Leo I Agung (440-460) dianggap paus yang pertama. Ia menganggap dirinya sebagai wali dan wakil Kristus di bumi. Tetapi pada abad ketujuh, Yerusalem, Antiokhia, Alexandria dan Karthago jatuh ke tangan bangsa Arab, sehingga pengaruhnya berkurang, dan kehilangan peluang dalam persaingan di dalam Gereja untuk dapat mencapai supremasi itu. Persaingan dan kompetisis ini merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya perpecahan antara Gereja Barat dengan Gereja Timur pada tahun 1054.

3. Perjamuan Kudus Menjadi Misa

Pada permualaan sejarah Gereja, gereja rasuli berkumpul dan memecahkan roti di rumah mereka masing-masing secara bergilir (Kis. 2:46). Jemaat membawa hidanagan masing-masing, dan hidangan tersebut dianggap sebagai lanjutan Perjamuan Kudus Tuhan Yesus. Kemudian perjamuan ini dipandang selaku kelanjuatan dari persembahan syukur (korban), seprti di dalam PL. Dari padangan ini kemudian berkembang menjadi suatu ritual keagamaan, dimana dalam acara tersebut setiap roti dan anggur didoakan dan dipercaya pada saat itu zat roti dan zat air anggur itu berubah menjadi tubuh dan darah Kritus. Pandangan ini disebut transubstansi. Perjamuan Kudus (misa) ini sangat erat kaitannya dengan fungsi dan keistimewaan Klerus (imam) di dalam Gereja Katolik-Roma. Istilah misa sendiri berasal dari ucapan imam ‘ite missa est concio!’ yang melepaskan mereka dari anatara para hadirin kebaktian yang tidak berhak mengikuti “misa” (mittere, mitti, missum, artinya mengutus).

4. Perkembangan Pengertian Tentang Baptisan

Baptisan adalah pemberian penghapusan dosa secara kelihatan, pemberitaan rahmat dan kasih Allah dan sekaligus juga suatu meterai anugerah Allah. Jadi penekanannya ada pada perbuatan dan inisiatif Allah, yakni kematian dan kebangkitan Tuhan Yesus yang mewakili kita di kayu salib. Namun lama-kelamaan unsur magis masuk ke dalam pengertian baptisan itu. Jemaat mulai percaya bahwa air baptisan itu mengandung suatu khasiat istimewah, sehingga air dapat menyucikan secara magis dan realistis. Oleh kuasa-kuasa Ilahi di dalam air batisan itu, sehingga Iblis dan pengaruhnya didalam kehidupan dia yang dibaptis diusir (sejak abad ke-20 upacara baptisan mengandung pengusiran Setan/ exorcisme).

5. Masalah Moral

Khotbah dan uraian-uraina teologis tentang Yesus sebagai Juruselamat mulai beralih penekanannya. Penekanan yang dipakai adalah bahwa Yesus Kristus hanya sebagai teladan dan guru. Banyak orang yang belum bertobat masuk ke dalam gereja, maka tuntutan etika, disiplin pribadi, dan disiplin gereja mulai ditekankan, sehingga kesegaran kerohanian mulai hilang. Hari jumat menjadi hari puasa sehubungan dengan hari Jumat Agung dan kematian Tuhan Yesus; mengucapkan banyak doa tertentu dianggap perbuatan baik; bertarak terhadap nafsu seksual; membujang dianggap lebih suci daripada hidup menikah. Kemurnian Injil ditinggalkan pemberitaan dan penekanan dalam penggembalaan beralih kepada moralisme dan legalisme.

6. Teologia Gereja Barat

Gereja Barat mengikuti jejak Tertullianus dan Agustinus, yang menjadi pokok teologi ialah “Bagaimana manusia bisa menjadi benar di hadapan Allah “. Teologi Barat berkisar soal-soal dosa dan rahmat. Tentu saja Gereja Barat dan Gereja Timur mempunyai banyak perbedaan dalam hal teologi, namun yang penulis ambil hanyalah perkembanagan teologi di Gereja Barat. Contoh perbedaan yang ada adalah masalah hubungan seorang Kristen terhadap hidup bermasyarakat. Menurut Gereja Timur, sikap yang patut bagi seorang Kristen ialah sikap kasih dan kerendahan hati. Dengan sikap demikian mereka sudah merenungkan sikap ketidakfanaan kelak. Menurut Gereja Barat, hal itu sudah patut dilakukan oleh orang Kristen, tetapi tidak ada pengaruhnya dengan keselamatan. Beberapa teolog Gereja Barat.

1. Ambrosius. Ambrosias adalah orang yang mewakili pemikiran Gereja Barat tentang hubungan Gereja-Negara. Beberapa kali ia bentrok dengan Kaisar-kaisar pada zamannya, karena ia menganggap tindakan mereka berlawanan dengan kehendak Allah.

2. Agustinus. Agustinus adalah bapak Gereja Barat yang paling masyur. Kepribadianyalah dan jalan hidupnyalah juga yang paling dikenal,oleh kitabnya yang berjudul “Confession” (pengakuan) Agustinus dipersiapkan Tuhan dengan latar belakang yang berlawanan dengan nilai-nilai kekristenan. Agustinus pernah menuntut ilmu di Karthago belajar ilmu retorika, belajar filsafat, mempelajari salah satu aliran Gnostik, yaitu manikheime. Pada awalnya ia sangat anti dengan Alkitab, hematnya PL tidak layak jadi Firman Allah. Tetapi melalui khotbah Ambrosius, Agustinus menjadi tertarik untuk mempelajari Alkitab. Namun sebelum itu ia terlebih dahulu mempelajari Neo-Platonisme. Dengan demikian ia pun menjadi lebih dekat lagi dengan kekristenan sehingga ia juga suka menyelidiki surat-surat Paulus . akhirnya pada hari raya Paskah tahun 387, dalam usia 32 tahun, ia dibaptis oleh Ambrosius. Karier terakhirnya adalah menjadi uskup di Hippo (sekarang Bone/Annaba di Aljazair Timur).

Gereja di bagian Barat pada abad ke-4 dan ke-5 sangat ditentukan oleh krisis yang disebabkan oleh Donatisme. Akar krisis ini, yang memecahkan gereja di afrika Utara sejak awal abad ke-4, terletak dalam penghambatan yang dialami gereja sebelumnya. Penghambatan-penghambatan yang dialami mendorong gereja untuk memikirkan kembali sikap keras terhadap metreka yang kurang mentakan sikap bertekun dalam mengakui Kristus di depan pemerintah. Dapat dikatakan bahwa kaum Donatus mengecam gereja karena kesungguhan iman dan kesucian hidup, menurut mereka di sana kurang diperhatikan. Menurut mereka pula, kesucian para pejabat dan anggota gereja menjamin kebenarannya. Hanya iman yang suci dan tidak pernah goyah sedikitpun pada masa penghambatan dan melayani sakramen-sakramen yang sah. Secara singkat dapat dikatakan kaum Donatus berpendapat bahwa gereja hanya dapat disebut suci kalau kesucian itu nyata dalam kehidupan semua pejabat dan anggotanya hanya gereja tanpa cacat atau kerut (Efesus 5:27, suatu nats yang sering dipakai oleh kelompok-kelompok ketat) dapat menjadi tempat dimana manusia dapat memperoleh keselamatan.

Kaum Donatus mengatakan bahwa hanya iman dan hidup yang suci serta tidak pernah goyah sedikitpun pada masa penghambatan yang dapat melayani sakramen-sakramen yang sah. Hal ini tentu saja tidak ada yang mampuh. Oleh sebab itu seorang teolog yang bernama Optatus, uskup Mileve, pada tahun 365 menolak harapan Donatus, dengan alasan – keabsahan sakramen-sakramen tidak tergantun dari imam-imam yang melayani, melainkan dari Allah Tritunggal, yang melayani melalui tangan para pejabat gereja. Lebih jauh kesucian gereja tidak tergantung dari kelakuan manusia melainkan dari Allah saja yang mengaruniakan karunia-karunia kudus kepada gereja.

Demikian juga Agustinus, meneruskan pandangan Optanus, dengan mengatakan bahwa kekudusan gereja bukan karena tokoh-tokoh pemimpin di dalamnya kudus, melainkan kerena persekutuan gereja berporos pada pemberian Allah yang kudus, yakni pada firman dan sakramen.

KESIMPULAN

Ada beberapa hal pokok yang menjadi bahan perdebatan antara Gereja Barat dengan Gereja Timur, yaitu diantaranya adalah masalah doktrinal, masalah status sosial, dan tatangan konteks zaman yang turut mempengaruhi perkembangan sejarah kedua gereja. Perpisahan sebagai jalan tengah yang diambil oleh kedua gereja menjadi keputusan yang tidak bisa terelakkan lagi, mengingat adanya banyak perbedaan dalam pandangan mengenai Kristologi, eklesiologi, dan hubungan gereja dengan Negara.

Rupanya dari semua peristiwa yang terjadi, Allah mempunyai rencana yang indah. Ketika gereja Barat menempuh jalan baru bukan berarti Gereja Barat menuju pada kehancuran tetapi menujuh pada pemulihan dari cara-cara hidup atau praktik hidup yang mulai mengadopsi adat istiadat dan kebudayaan hasil pemikiran manusia yang tidak memuliakan Tuhan. Mula-mula bagian Gereja di Timur itulah yang terpenting, namun setelah itu hilang sama sekali baik kuasanya maupun pengaruhnya. Ditambah pula ketika agama Islam membanjiri segalah negeri di sebelah timur dan selatan Laut Tengah pada abad ke-vii, maka Gereja Timur lekas runtuh, karena kehidupan kerohaniaannya mulai mundur. Hal ini disebabkan oleh karena Gereja itu kurang sadar akan tanggung jawabnya yerhadap dunia.

Gereja di Barat meskipun sesat, dan beraib, namun masih terus bersemangat dalam mengemban tugasnya, yaitu menyiarkan Injil di antara segala bangsa. Setiap gereja yang hanya mengingat diri sendiri dan melupakan panggilannya hampir sama dengan prisip hidup gereja Timur pada saat itu. Akan tetapi harus berhati-hati, jangan sampai kelangsungan gereja-gereja tersebut cepat berakhir pula kehadirannya dalam kanca pertumbuhan Injil zaman sekarang.

Perpisahan Gereja Timur dan Gereja Barat adalah rencana Tuhan untuk menghindarkan gerja-Nya dari campuran-campuran ajaran mistik yang sangat kuat pada zaman itu. Sejak saat itu Gereja Barat juga lebih mengutamakan ajaran tentang kasih yang diwujudkan lewat amal dan jasa, serta perkembangan organisasi gereja dan penghayatan karya keselamatan yang dilakukan Tuhan Yesus di atas kayu salib. Walaupun ada kekeliruan dalam pelaksanaan tatanan gerejawi, namun itu semua merupakan cara Allah untuk memurnikan gereja-Nya, yakni dengan munculnya ajaran-jaran sesat. Ajaran-ajaran sesat yang muncul mendorong gereja untuk tidak terlena dalam buain zaman yang terus mengalir, gereja mulai mempertahankan pemahaman-pemahaman iman Kristen. Tatah ibadah yang duluhnya bersifat buru-buru, kini mulai disusun dengan rapih dan teratur, sehingga menimbulkan kekhusukkan dalam beribadah.

Satu hal yang menarik adalah perkembangan kekristenan yang mmenjurus ke arah barat khususnya bagian Eropah. Hal ini menjadi pertanyaan. Tidak bisa diambil alasan-alasan tertentu untuk mendukung mengapa perkembanagan ini hanya terjadi di bagian barat. Selain alasan-alasan perbedaan pendapat dan sistem kerja antara kedua gereja tersebut, ternyata masih ada alasan lain yang lebih tepat untuk hal ini.

Menurut penulis perpisahan Gereja Timur dan Gereja Barat ini terjadi karena beberapa alasan penting, yaitu antara lain masalah penggenapan janji Allah dan eksistensi gereja. Pertama, penggenapan janji Allah, hal ini sesuai dengan amanat Agung dari Tuhan Yesus ketika Ia memerintahkan murid-muridnya untuk pergi beritakan Injil ke seluruh bangsa, tanpa memandang bangsa manapun. Tetapi pertanyaan mengapa hanya di bagian barat terjadi perkembanagan jemaat yang begitu pesat dan mengapa bukan di bagian timur saja. Ternyata hal ini bisa dijawab. Bagi penulis perkembangan Injil di bagian Timur kurang berkembang dan bahkan berhenti di tengah jalan karena-selain ketetapan Allah- masalah ketaatan pada ajaran-ajaran dasar keristenan. Pengajaran selalu dicampuradukkan dengan tatacara penyembahan berhala, yang diadopsi dari kepercayaan-kepercayaan kuno.

Kedua, eksistensi gereja Tuhan. Kini tetap terlihat bahwa gereja tuhan tetap ada yang walaupun terdiri dari banyak golongan. Keberadaan gereja tidak tergoyahkan perubahan zaman. Bahkan gereja turut memberikan andil bagi perkembangan beberapa bangsa khususnay di Eropah. Melalui Gerakan Reformasi mulai terlihat pertumbuhan gereja yang sesunggunya. Maksud penulis adalah gereja bebas berdiri sendiri dan lepas dari wewenang paus mulai bertumbuh oleh jasa Martin Luther dan para pendukungnya. Inilah puncak perkembangan gereja Barat. Di mana gereja Barat mendapat tempat yang layak bagi perkembangan gereja-gereja yang bertumbuh kemudiannya. Perkembanagan gereja Barat terjadi secara progresif seturut dengan perkembangan zaman. Kadangkala gereja pun masih dipengaruhi oleh zaman, namun ini dapat dimaklumi karena gereja pun adalah bagian dari zaman di mana gereja dapat berorientasi bersama-sama dalam waktu yang ada.

Sekarang menjadi perhatian umat manusia bukan lagi Sejarah Gereja Timur dan Barat, tetapi yang menjadi perhatian utama adalah Sejarah Gereja Kristus di bumi ini. Namun tidak bisa dikatakan bahwa ini adalah akhir dari perkembanagan sejarah gereja karena perkembanagan Injil secara seDunia sebenarnay baru dimulai. Gereja muda pada umumnya hanya merupakan golongan kecil di antara bangsa kafir dan Islam. Masih ada daerah-daerah yang tidak terkatakan luasnya masi belum mengenal Injil karena memang belum diperdenganrkan, seperti halnya di bagian Afrika serta di antara dan di pertengahan Asia.

Persoalan lain yang mau tidak mau harus dihadapi adalah penolakan dari dunia yang kini hanya memperhatikan semangat kebangsaannya, dan semangat ini jarang menyukai agama Kristen, karena Injil menjadi kebodohan bagi manusia kodrati. Nasionalisme itu juga menjadi seruan bagi gereja muda masa kini supaya tidak terulang kesalahan yang sama, di mana negara mengatur gereja serta negara berotoritas atas gereja.

Akhir kata adalah gereja harus terus menyeruhkan Injil kebenaran kepada seluruh umat di muka bumi, yang walaupun banyak tantangan, namun itu semua harus dimengerti sebagai wujud kasih Allah untuk menuntun umat-Nya supaya terus memperhatikan setiap pengajaran sehingga tidak penyelewengan ajaran yang menyesatkan banyak orang. Melalui tantangan zaman gereja dapat menunjukkan kemurniannya dalam perkembangan-perkembangan filsafat-filsafat zaman yang penuh dengan kepalsuan.

DAFTAR PUSTAKA
Berkhof, H. dan Enklaar., Sejarah Gereja (Jakarta:BPK Gunung Mulia,2001)
End, Thomas Van den., Harta Dalam Bejana (Jakarta: BPK Gunung Mulia,2004)
Jonge, Christian de., Gereja Mencari Jawab (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003)
Jonge, Christian de., Apa dan Bagaimana Gereja (Jakarta: BPK Gunung Mulia,1995)
Khul, Dietrich., Sejarah Gereja Ringkas (Batu: YPPII, 1998)
Lane, Tony., Runtut Pijar (Sejarah Pemikiran Kristiani). Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia, 1996

Blog penulis: http://unikjoshua.blogspot.com/