Diciptakan Untuk Kekelan

Oleh : SMT Gultom

Kehidupan di bumi hanyalah gladi bersih sebelum pelaksanaan yang sesungguhnya. Kehidupan ini bukan hanya yang ada sekarang. Manusia akan menghabiskan jauh lebih banyak waktu di sisi lain dari sesudah kematian, yaitu di dalam kekekalan, dari pada waktu di bumi ini. Bumi adalah daerah persiapan, pra-sekolah, uji coba bagi kehidupan Anda di kekekalan. Inilah masa latihan sebelum permainan yang sesungguhnya; putaran pemanasan sebelum pertandingan dimulai. Kehidupan ini adalah persiapan untuk menghadapi kehidupan berikutnya.



Relatif kehidupan manusia di bumi paling tinggi 100 tahun, tetapi kita akan hidup selamanya di kekekalan. Manusia diciptakan untuk hidup selamanya (Pengkhotbah 3:11). Manusia memiliki suatu naluri bawaan yang merindukan kekekalan. Ini karena Tuhan merancang manusia menurut gambar-Nya, untuk hidup kekal. Sekalipun kita tahu bahwa semua orang akhirnya meninggal, kematian selalu terasa tidak wajar dan tidak adil. Alasannya mengapa kita merasa bahwa seharusnya kita hidup selamanya adalah karena Tuhan melengkapi otak kita dengan keinginan tersebut.
Suatu hari jantung kita akan berhenti berdetak. Ini akan merupakan akhir dari kehidupan kita dan waktu kita di bumi, tetapi tidak akan merupakan akhir dari diri kita. Tubuh duniawi kita hanyalah kediaman sementara bagi roh manusia. Alkitab menyebut tubuh duniawi suatu “kemah”, tetapi menunjuk pada tubuh masa depan manusia sebagai sebuah “rumah”. (2 Korintus 5:1).

Sementara kehidupan di bumi menawarkan banyak pilihan, kekekalan hanya menawarkan 2 pilihan: surga atau neraka. Hubungan kita dengan Tuhan di bumi akan menentukan hubungan kita dengan-Nya di dalam kekekalan. Jika kita belajar untuk mengasihi dan mempercayai Tuhan Yesus, kita akan diundang untuk menghabiskan kekekalan kita bersama Dia. Sebaliknya jika anda menolak kasih, pengampunan, dan keselamatan-Nya, anda akan menghabiskan kekekalan anda terpisah dari Tuhan selamanya.

C.S Lewis dalam bukunya, The Last Battle, membedakan 2 macam orang; yaitu orang-orang yang berkata kepada Tuhan’ Jadilah kehendak-Mu’ dan orang-orang yang kepada mereka Tuhan berkata,’ Baiklah kalau begitu, pilihlah sesuai dengan keinginanmu.’’
Tragisnya, banyak orang harus menjalani kekekalan tanpa Tuhan karena mereka memilih untuk hidup tanpa Dia di muka bumi ini.
Apabila kita sepenuhnya memahami bahwa kehidupan ini bukan sekedar yang ada sekarang dan kita memahami bahwa kehidupan hanyalah persiapan untuk menghadapi kekekalan, kita akan mulai hidup dengan berbeda. Kita akan mulai hidup dalam terang kekekalan, dan itu akan mewarnai cara kita menangani semua hubungan, tugas, dan keadaan . Tiba-tiba banyak kegiatan, sasaran dan bahkan masalah yang tampak begitu penting akan kelihatan tidak penting, kecil, dan tidak layak mendapatkan perhatian kita. Semakin dekat kita hidup dengan Tuhan semakin kecil kelihatannya segala sesuatu yang lain.

Ketika kita hidup dengan mempertimbangkan kekekalan, nilai-nilai kita berubah. Kita menggunakan waktu dan uang kita secara lebih bijak. Kita menghargai lebih tinggi pada hubungan dan karakter daripada kepopuleran atau kekayaan atau prestasi atau bahkan kesenangan. Priorita-prioritas kita ditata ulang. Soal mengikuti trend, model pakaian, dan nilai-nilai popular tidaklah penting lagi. Paulus berkata,”Aku pernah menganggap semua hal ini sangat penting, tetapi sekarang aku menganggapnya semua itu tidak berharga karena apa yang telah Kristus lakukan”. (Filipi 3:7)

Jika waktu kita didunia saja yang merupakan kehidupan kita, saya akan menganjurkan agar anda segera menimati hidup anda sepuas-puasnya. Anda bisa mengabaikan soal bersikap baik dan etis, dan anda tidak perlu khawatir tentang segala akibat dari tindakan anda. Anda bisa mengikuti keinginan hati untuk hidup dengan mementingkan diri secara mutlak karena tindakan-tindakan anda tidak akan memiliki akibat jangka panjang. Tetapi, dan inilah yang mempengaruhi keadaan, kematian bukanlah akhir dari diri kita. Kematian bukanlah akhir hidup kita, tetapi merupakan perpindahan kita menuju kekekalan, karena itu ada akibat-akibat kekal untuk segala sesuatu yang kita lakukan di dunia. Setiap tindakan dalam hidup kita memberi pengaruh untuk kehidupan kita dalam kekekalan.

Aspek yang paling merusak dari kehidupan zaman sekarang adalah cara berpikir untuk jangka pendek. Untuk memanfaatkan kehidupan kita sebaik mungkin kita harus memelihara visi kekekalan terus menerus didalam benak kita dan nilai kekekalan itu di dalam hati kita. Kehidupan sama sekali bukan hanya yang dijalani sekarang! Sekarang ini adalah puncak yang kelihatan dari gunung es. Kekekalan adalah semua sisa gunung es yang tidak kita lihat di bawah permukaan.

Seperti apakah keadaannya kelak di dalam kekekalan bersama Tuhan? Terus terang, kemampuan otak manusia tidak bisa menghadapi keajaiban dan kehebatan surga. Itu sama seperti mencoba menggambarkan internet kepada seekor semut. Tidak ada gunanya. Belum ditemukan kata-kata yang mungkin bisa menyampaikan pengalaman kekekalan. Di dalam Alkitab tertulis:”Tidak seorang manusiapun pernah melihat, mendengar ataupun membayangkan hal-hal indah yang disediakan Tuhan bagi orang yang mengasihi Dia.”(1 Korintus 2:9).

Tuhan memiliki suatu tujuan bagi kehidupan manusia di dunia, tetapi itu tidak berakhir di sini. Rencana-Nya mencakup jauh lebih banyak daripada beberapa dekade yang akan manusia habiskan di planet inl. Itu bukan sekedar “kesempatan seumur hidup”; Tuhan memberi manusia suatu kesempatan yang melebihi umur hidup manusia. Di dalam Alkitab tertulis :”Rencana Tuhan tetap selama-lamanya, tujuan-tujuan-Nya kekal”. (Mazmur 33:11)

Satu-satunya waktu di mana sebagian besar orang berpikir tentang kekekalan adalah pada saat pemakaman, dan waktu itu pemikiran tersebut sering hanya bersifat dangkal, dan sentimental, yang didasarkan pada ketidak tahuan. Manusia mungkin merasa tidak wajar kalau orang memikirkan kematian, tetapi sebenarnya tidak sehat kalau orang hidup dengan menolak kematian dan tidak memikirkan hal yang tidak mungkin dielakkan. (Pengkhotbah 7:2) Hanya orang bodoh yang akan menjalani kehidupan tanpa bersiap-siap menghadapi apa yang kita semua tahu akan terjadi akhirnya. Kita perlu berfikir lebih banyak tentang kekekalan, jangan lebih sedikit.

Sama seperti kesembilan bulan yang manusia habiskan di dalam rahim ibu kita bukanlah suatu akhir tetapi persiapan menghadapi kehidupan, demikian juga kehidupan ini merupakan persiapan untuk menghadapi kehidupan berikutnya. Jika kita memiliki suatu hubungan dengan Tuhan melalui Yesus, kita tidak perlu takut akan kematian. Itulah pintu menuju kekekalan. Kematian akan menjadi jam terakhir dari waktu manusia di bumi, tetapi bukan akhir dari diri manusia. Kematian justru merupakan hari kelahiran kita ke dalam kehidupan kekal. (Ibrani 13:14).

“Dan dunia ini sedang lenyap dengan keinginannya, tetapi orang melakukan kehendan Tuhan tetap hidup selama-lamanya”. (1 Yohanes 2:17)
Tuhan Yesus memberkati.