Jalan Alkitabiah Menuju Berkat

Oleh: Pdt. Samuel T. Gunawan, M.Th *

(Khotbah Minggu Pagi di GBAP El Shaddai Palangka Raya 21 Oktober 2012)

"Berbahagialah setiap orang yang takut akan TUHAN, yang hidup menurut jalan yang ditunjukkan-Nya!" (Mazmur 128:1)

Pendahuluan

Alkitab adalah buku panduan utama bagi iman dan praktek hidup Kristen. Alkitab berisi rencana dan kehendak Tuhan bagi hidup kita (Mazmur 1:1-3). Alkitab ibarat peta yang menunjukkan kepada kita jalan yang harus kita lewati hingga sampai ke tujuan. Contoh: Alkitab tidak dapat menyelamatkan kita, tetapi berisi petunjuk supaya kita selamat. Bandingkan dengan perkataan Yesus kepada orang Yahudi di dalam Yohanes5:39-40 “Kamu menyelidiki Kitab-kitab Suci, sebab kamu menyangka bahwa oleh-Nya kamu mempunyai hidup yang kekal, tetapi walaupun Kitab-kitab Suci itu memberi kesaksian tentang Aku, namun kamu tidak mau datang kepada-Ku untuk memperoleh hidup itu”.

Hal yang sama dijelaskan rasul Paulus kepada Timotius, “Ingatlah juga bahwa dari kecil engkau sudah mengenal Kitab Suci yang dapat memberi hikmat kepadamu dan menuntun engkau kepada keselamatan oleh iman kepada Kristus Yesus” (2 Timotius 3:15). Jadi apa yang saya bagikan kepada saudara ini adalah peta jalan. Peta inilah yang akan menuntun Saudara pada jalan Alkitabiah menuju berkat.

Titik Awal yang Penting

1. Tuhan Menginginkan Kita Hidup dalam Berkatnya. Mulailah dengan langkah awal ini, yaitu mengetahui bahwa Tuhan menginginkan kita diberkati! Ia benar-benar menginginkan kehidupan kita berhasil (Yosua 1:8). Dua hal yang menyakinkan kita bahwa Tuhan menginginkan hidup kita diberkati dan berhasil, yaitu: Pertama, Tuhan menjanjikan masa depan yang penuh harapan, “Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan” (Yeremia 29:11). Kedua, Tuhan memberikan kekuatan untuk berhasil. Tuhan tidak memberikan kita harta, tetapi kekuatan untuk memperoleh harta kekayaan, “Tetapi haruslah engkau ingat kepada TUHAN, Allahmu, sebab Dialah yang memberikan kepadamu kekuatan untuk memperoleh kekayaan, dengan maksud meneguhkan perjanjian yang diikrarkan-Nya dengan sumpah kepada nenek moyangmu, seperti sekarang ini” (Ulangan 8:18). Paulus mengingatkan bahwa “Karena kamu telah mengenal kasih karunia Tuhan kita Yesus Kristus, bahwa Ia, yang oleh karena kamu menjadi miskin, sekalipun Ia kaya, supaya kamu menjadi kaya oleh karena kemiskinan-Nya” (2 Korintus 8:9).

2. Tuhan Memberikan Prinsip-Prinsip Untuk Hidup dalam Berkatnya. Alkitab mencatat di dalam Mazmur 103:7 bahwa “Ia telah memperkenalkan jalan-jalan-Nya kepada Musa, perbuatan-perbuatan-Nya kepada orang Israel”. Allah menunjukkan jalan-jalanNya, yaitu kehendakNya kepada Musa, tetapi kepada orang Israel Dia hanya menunjukkan perbuatan-perbuatanNya. Banyak orang ingin melihat mujizat-mujizat yang spektakuler, tetapi tidak rindu mengetahui isi hatiNya. Itulah sebabnya walaupun bangsa Israel telah melihat perbuatan Tuhan yang ajaib dan berkat-berkatNya, mereka masih sempat memberontak kepadaNya. Mereka tidak mengenal kehendak Tuhan. Pengenalan akan Tuhan dan kehendakNya tidak terjadi dalam satu hari. Ini merupakan proses dan semuanya diawali dengan penyerahan dan ketaatan kepada Tuhan. Harus disadari bahwa hidup kita bergantung kepada Tuhan bukan pada harta dan kekayaaan (Lukas 12:15). Karena itu, jangan sampaikan kita meragukan firman Tuhan dengan menginjikan kekuatiran, tipu daya kekayaan, dan keinginan-keinginan menghimpit firman itu (Markus 4:18-19)

3. Kita harus melibatkan Tuhan dalam segala apa yang kita kerjakan(Yeremia 17:7-8; Yakobus 4:13-15) . Keberhasilan yang tidak mengikutsertakan Tuhan merupakan suatu penghinaan terhadap Tuhan. Tuhan adalah pencipta dari semua. Tuhan adalah pemilik segalanya. Alkitab menyatakan “Tuhanlah yang empunya bumi serta segala isinya, dan dunia serta yang diam di dalamnya” (Mazmur 24:1 bandingkan Mazmur 50:10, 12). Dengan demikian keberhasilanbukan semata-mata masalah sekuler tetapi menyangkut masalah spiritual yang berdampak kekal. Kekayaan tidak bisa disebut sekuler karena pemilik segala sesuatu adalah Tuhan. Kita tidak bisa membicarakan kekayaan, tanpa menaruh perspektif Tuhan lebih dulu. Keberhasilan dalam hidup yang dari Tuhan itu bernilai kekal. Tuhan memberikan berkat-berkatNya bagi kita supaya digunakan untuk memenuhi tujuan-tujuanNya. Jika kita bisa menunjukkan bagaimana berkat-berkat Tuhan dalam kehidupan kita mengalir kepada orang lain dan memenuhi tujuan Tuhan, maka Tuhan punya alasan untuk memberi kita keberhasilan.

Jalan Alkitabiah Menuju Berkat

1. Membayar kepada Tuhan Apa yang Menjadi milikNya (Amsal 3:9-10; Maleakhi 3:6-10). Hal yang paling bijaksana yang harus kita lakukan adalah membayar kepada Tuhan terlabih dahulu. Tuhan sangat ingin memberkati kita sampai berkelimpahan. Tetapi kita akan kehilangan kelimpahanNya jika kita tidak mengungkapkan kasih kita kepadaNya melalui ketaatan. Ketaatan dalam membayar kepada Tuhan menunjukkan keadaan hati kita dan kasih kita kepada Allah (Matius 6:21; Lukas 12:34). Allah ingin kita memberi kepada terlabih dahulu dan memberikan yang terbaik, yaitu yang pertama dari penghasilan kita. Pembayaran kepada Allah itu adalah buah sulung dan persepuluhan. Buah sulung ialah yang pertama dari penghasilan kita (Amsal 3:9-10; bandingkan Bilangan 18:12-13). Sedangkan persepuluhan adalah 10 persen dari pendapatan kita yang dibayar (dikembalikan) kepada Tuhan (Maleakhi 3:6-10; bandingkan Imamat 27:30, 32; Ulangan 14:22). Kata Ibrani untuk “persepuluhan adalah “ma’ser” yang berarti “sepersepuluh bagian”. Mengapa kita perlu membayar buah sulung dan persepuhan? Karena itu adalah milik Tuhan yang harus dikembalikan kepadaNya. Selain itu, buah sulung dan persepuluhan adalah pagar yang akan melindungi benih-benih yang kita tabur dalam hidup kita hingga menghasilkan buah. Kita membayar buah sulung dan persepuluhan dengan kasih dan harapan kepada Tuhan yang sangat ingin memberkati kita secara melimpah dan selalu siap menolong kita jauh lebih banyak dari apa yang kita doakan dan pikirkan (Efesus 3:20). Ada orang Kristen yang berpendapat bahwa keharusan membayar persepuluhan itu adalah bagi orang Israel saja karena hal itu berkaitan dengan hukum Taurat. Ini adalah pemikiran yang keliru. Kira-kira empat ratus tahun sebelum hukum Taurat ada, Alkitab mencatat bahwa Abraham telah mempersembahkan sepersepuluhnya kepada Milkisedek (Kejadian 14:18-20). Orang Kristen membayar persepuluhan karena mengakui keimaman Melkisedek, dimana Kristus menjadi imam menurut peraturan Melkisedek (Ibrani 6:19-20; 7:1-17).

2. Bekerjalah dengan Rajin (Amsal 10:4; 13:4; 22:29; Ulangan 28:8). Dunia mengajarkan bahwa cara memperoleh harta yang terbaik adalah dengan cara bekerja sesedikit mungkin dan mendapatkan hasil sebanyak mungkin. ada pula yang mengajarkan bahwa bekerja adalah segala-galanya. Apakah konsep Allah tentang bekerja ? Bagaimanakah seharusnya kita bekerja ? Ada dua prinsip dalam bekerja dengan rajin, yaitu prinsip bekerja dengan iman dan prinsip bekerja dengan etika Alkitab. Prinsip pertama, bekerja dengan iman. Kita harus bekerja dengan iman karena bekerja adalah bagian dari perjanjian (kovenan) Allah (Kej 2:3;15,19; Ulangan 28:1-8). Jadi kita bukan hanya perlu bekerja, melainkan bekerja dengan iman. Mengapa ? Orang yang rajin bekerja dengan iman, hidup di dalam hukum Perjanjian. Mereka pasti diberkati oleh Allah Karena Allah terikat dengan janjiNya. Semakin kita setia bekerja dengan keras di dalam perjanjian Allah, maka semakin besarlah kekuatan kita untuk menarik berkat Allah. Prinsip kedua, bekerja dengan etika Alkitab. Paulus dalam Kolose 3:22-25 memberikan prinsip dan etika dalam bekerja, yaitu : 1) Bekerja dengan segenap hati seperti untuk Tuhan yaitu: segenap akal pikiran, segenap kreativitas, segenap keterampilan, dan segenap kesungguhan; 2) Bekerja dengan prinsip ketaatan, yaitu : taat pada peraturan, taat pada kebenaran, taat pada pimpinan, taat pada tata krama, taat pada janji, dan taat pada kelompok. 3) Bekerja dengan takut akan Tuhan karena kita ingat bahwa dari Tuhanlah kita akan menerima bagian upah kita melalui pimpinan atau kantor tempat kita bekerja.

3. Buat Rencana dan Anggaran Belanja (Amsal 21:5). Saat kita mulai memahami kasih Tuhan bagi kita dan berserah pada kasih Tuhan itu, kita mulai mendapatkan kepercayaan diri dan keberanian dalam kehidupan. Namun, kita tidak hanya membutuhkan keberanian, tetapi juga kebijaksanaan. Keberanian kita wujudkan dalam penyerahan kepada Tuhan, kebijaksanaan kita wujudkan dalam merencanakan keuangan dan kekayaan kita. Jadi, berdasarkam Amsal 21:5, kita melihat bahwa membuat rencana dan anggaran belanja adalah membentuk dan mengikuti rencana kelimpahan. Dalam bentuk yang sederhana, sebuah anggaran belanja adalah cara untuk melacak uang yang masuk dan keluar. Berikut ini prinsip-prinsip dan cara-cara mengatur keuangan kita.

Pertama, prinsip-prinsip pengaturan keuangan, yaitu:
1) Pahami kondisi keuangan kita: berapa besar/banyak pendapatan kita dan berapa pengeluaran kita yaitu : kewajiban dan kebutuhan kita. Hal ini akan menempatkan kita pada gaya hidup yang tepat, sehingga menghindari ”lebih besar pasak dari pada tiangnya”.
2) Buat anggaran yaitu catatan penerimaan dan catatan pengeluaran. Tujuannya adalah untuk mengetahui dari mana datangnya pendapatan / penerimaan keuangan kita, dan mengetahui kemana atau untuk keperluan apa pengeluaran keuangan kita. ini bertujuan sebagai bahan evaluasi untuk selanjutnya.
3) Bedakan pengeluaran menurut kepentingannya, yaitu: (a) kewajiban-kewajiban, yaitu kewajiban kepada Allah seperti buah sulung, persepuluhan dan persembahan lainnya; kewajiban kepada pemerintah dan kewajiban lainnya seperti pajak, listrik, PDAM, telpon, pembayaran utang atau cicilaan kredit, iuran, dll. (b) Kebutuhan pokok yaitu kebutuhan yang harus terpenuhi sepert: pangan atau makanan; sandang atau pakaian; papan atau rumah tempat tinggal; biaya transport; biaya pendidikan; biaya kesehatan. (c) Keinginan yaitu sesuatu yang tidak begitu penting, yang tidak akan mempengaruhi apapun jika tidak dipenuhi. Keinginan lebih banyak berkenaan dengan gaya hidup seseorang, bukan kebutuhan mendasar, yaitu: rekreasi; vcd player; jajan; handphone, dll. (d) Kemewahan yaitu pengeluaran yang jauh di atas normal karena didalamnya ada kualitas tertentu yang harus dibayar, misalnya: motor gede; mobil sport; villa; makan direstoran mahal; menginap dihotel berbintang, dll.
4) Biasakan hidup sederhana. Hemat berbeda dengan pelit. Hemat adalah sikap yang penuh pertimbangan di dalam melakukan pengeluaran agar tidak terjadi hal yang tidak perlu. Pelit adalah sikap susah untuk melakukan pengeluaran sekalipun untuk hal-hal yang perlu. Contoh hemat : hemat di dalam pemakai listrik, telpon; tidak perlu membeli barang-barang mewah yang tidak bermanfaat; hemat dengan cara membeli barang-barang yang awet dan tahan lama sekalipun sedikit lebih mahal.

Kedua, cara-cara pengaturan keuangan, yaitu:
1) Hitung keperluan bulanan. Biasakan menghitung keperluan bulanan, yaitu yang wajib dan kebutuhan/keperluan seperti: listrik, telpon, transport, makan, kosmetik, shampo/sabun, dll.
2) Tidak menggunakan kartu kredit. Tidak usah punya kartu kredit, kartu debit, dsb. kalau pun perlu hanya punya satu saja. Ini cara terbaik menghindari pemborosan.
3) Kurangi makan di luar rumah /di restoran /mentraktir orang. Tidak masalah mau dibilang pelit, medit, tidak bisa bergaul. Keterbatasan keuangan kita hanya kita yang tahu.
4) Hemat biaya transportasi. Hilangkan kebiasaan jalan-jalan yang tidak ada gunanya. Bepergian untuk hal-hal yang perlu saja.
5) Hilangkan kebiasaan jajan. Seperti: jajan siomay/bakso/batagor, es krim soft drink, aneka kus/snack, dll. Ini adalah kebocoran-kebocoran kecil dengan efek besar.
6) Paksakan untuk menabung. Usahakan minimal menabung 10 persen dari penghasilan setiap bulannya. Menabung dalam Alkitab sama dengan membangun lumbung. (ini akan saya jelaskan minggu depan). Begitu gajian, paksakan menabung, hal ini dilakukan setelah menyisihkan untuk persepuluhan dan biaya hidup secukupnya.
7) Hindari belanja yang impilsif. Tutup Mata, Tutup Telinga. "Tidak peduli mau diskon sampai 90%. Pakaian saya masih banyak di lemari dan masih layak dipakai semuanya". Hati-hati dengan belanja yang impulsif (menurut dorongan hati). Karena itu, lebih baik buat daftar belanja sebelum bepergian berbelanja atau ke pasar.

4. Bertanggung Jawab Untuk Mencukupkan Kebutuhan Keluarga Sendiri (1 Timotius 5:8; Titus 3:14; Kisah Para rasul 18:1-3). Suami Istri yang bekerja wajib menikmati hasilnya dan bertanggung jawab untuk keluarga dan anak-anaknya. Anak-anak yang orang tuanya sudah tua dan tidak mampu bekerja berkewajiban untuk menopang kebutuhan keluarga mereka. Jika kita hidup di bawah tuntunan Tuhan, maka keluarga kita adalah tanggung jawab kita. Jika kita memunyai tanggungan anak, lakukan tanggunan itu, jangan menagabaikannya. Jika kita belum belum mendapatkan pekerjaan, carilah pekerjaan itu; jika kita di PHK, cari pekerjaan yang lain; jika kita harus pindah untuk melakukan pekerjaan, pindahlah dan bekerjalah. Ingat, keluarga kita adalah tanggung jawab kita. Jika kita sungguh-sungguh bertanggung jawab dengan keluarga untuk mencukupi kebutuhan mereka, maka Tuhan akan membuka jalan. Tanggung jawab ini memang berat apalagi dalam suatuasi ekonomi moderen saat ini. Tetapi bagi kita kebenaran firman Tuhan ini masih berlaku, “Dahulu aku muda, sekarang telah menjadi tua, tetapi tidak pernah kulihat orang benar ditinggalkan, atau anak cucunya meminta-minta roti; tiap hari ia menaruh belas kasihan dan memberi pinjaman, dan anak cucunya menjadi berkat. Jauhilah yang jahat dan lakukanlah yang baik, maka engkau akan tetap tinggal untuk selama-lamanya” (Mazmur 37:25-27).

5. Belajarlah Memberi dan Menabur Benih (Amsal 11:24, 2 Korintus 9:6). Dunia mengajarkan bahwa kekuatan untuk memperoleh harta adalah dengan menghemat dan mengambil. Sebaliknya prinsip Allah adalah justru kebalikannya, kekuatan kita terletak pada menyebar dan menabur (Amsal 11:24). Berikut ini prinsip penting dalam memberi, yaitu: Pertama,memberi harus dilakukan dengan benar (2 Korintus 9:6). Memberi secara yang terbaik dengan rela dan sukacita. Pemberian adalah suatu bentuk penyembahan. Karena itu, harus dilakukan dengan memberi yang terbaik, dengan rela, dan sukacita. Pemberian yang menyenangkan Tuhan akan diterima dan diberkati Tuhan. Kedua, memberi dengan iman dan ketekunan (Roma 14:23; Galatia 6:9). Memberi tanpa iman adalah pemberian yang sia-sia (benih yang mati). Walaupun pemberian dilakukan dengan iman (benih yang hidup) tetapi diperlukan waktu untuk menuai (seperti benih alamiah). Ketiga, memberi sama dengan menabur benih. Ada delapan macam benih yang dapat ditabur, yaitu:
1) Pemberian untuk pekerjaan misi / penginjilan (Roma 10:14-15; Yohanes 1:5-8; 2 Korintus 8:1-5).
2) Pemberian kepada Penatua (Gembala Sidang atau Pendeta) yang baik dalam mengajar dan memimpin (1 Timotius 5:17-18).
3) Pemberian kepada yang mengajarkan Firman (hamba Tuhan) kepada kita (Galatia 6:6-7).
4) Pemberian kepada hamba-hamba Tuhan atau pelayan Tuhan (Matius 10:41-42).
5) Pemberian untuk fasilitas rumah Tuhan – gedung, sarana, prasarana, dan lain-lain (Hagai 1:4-11).
6) Pemberian untuk orang miskin atau kesusahan, janda-janda atau yatim piatu (Amsal 28:8,27; 19:17; Yakobus 2:1).
7) Pemberian untuk membalas kasih orang tua dan kakek nenek (1 Timotius 5:4; Efesus 6:2-3).
8) Pemberian yang adil kepada orang-orang yang telah bekerja untuk kita (Kolose 3:23-24; 4:1).

Penutup

Semua orang ingin sukses dan diberkati! Diberkati dalam karier dan usaha, memiliki keuangan mapan, kekayaan berlimpah dan keluarga bahagia adalah impian setiap orang. Tetapi kita tahu bahwa sukses lebih dari sekedar impian. Memimpikan sukses tidak akan membuat seseorang menjadi sukses. Sebuah pepatah mengatakan “knowledge is power but action gets things done”. Diantara impian dan kenyataan ada suatu proses yaitu suatu tindakan dan usaha nyata berdasarkan jalan-jalan Tuhan, untuk merealisasikan impian tersebut.

Tidak ada masalah dengan kata “sukses”, melainkan bagaimana cara meraih sukses itulah masalahnya. Ratusan buku berisi teori sukses dan cara meraih sukses telah ditulis. Tidak sedikit dari buku tersebut menawarkan cara sukses yang instan, cepat dan praktis, menghalalkan segala cara yang keliru dan merugikan orang lain. Ironisnya, banyak orang Kristen yang tergoda dengan tawaran tersebut.

Seperti yang saya jelaskan di atas, Alkitab ibarat peta yang menunjukkan kepada kita jalan yang harus kita lewati hingga sampai ke tujuan. Saya telah memberikan “peta” yang akan menunjukkan jalan Alkitabiah menuju berkat! Marilah kita mengikuti petunjuk dalam peta tersebut dan mulai berjalan dalam jalan-jalan Tuhan menuju berkat yang telah dijanjikanNya dalam PERJANJIAN BERKATNYA.
 
* Penulis adalah seorang Protestan-Kharismatik, Pendeta dan Gembala di GBAP Jemaat El Shaddai; Pengajar di STT IKAT dan STT Lainnya. Menyandang gelar Sarjana Ekonomi (SE) dari Universitas Palangka Raya; Sarjana Theology (S.Th) dan Magister Theology (M.Th) dari STT Trinity.