Kisah Enam Bulan Penculikan Pendeta Jokran Ratu

Pergumulan Panjang dalam Penantian yang Tak Pasti

Penulis : Izaac Tulalessy

JAKARTA - Kamis (2/6), tepat enam bulan lamanya Pendeta Jokran Ratu yang Pimpinan Jemaat Gereja Pentakosta di Indonesia (GPdI) di Dusun Labuan, Desa Elfule Kecamatan Namrole Kabupaten Pulau Buru, diculik. Nasib sang pendeta entah hidup atau mati hingga saat ini belum diketahui dengan pasti.

[block:views=similarterms-block_1]

Delapan kali aparat kepolisian maupun TNI datang menemui Pendeta Ny Ace Ratu, istri Pendeta Jokran Ratu, untuk memintai keterangan. Setiap kali polisi datang, setiap kali pula mereka mengaku masih mencari sang pendeta.

Pendeta Ny Ace Ratu yang ditemui SH mengisahkan bagaimana para penculik datang dengan besenjatakan lengkap menjemput suaminya pergi untuk selama-lamanya sejak enam bulan yang lalu. Menurutnya, malam itu jam dinding di rumahnya hampir telah menunjukkan pukul 00.00 WIT. Kedua anaknya Larry (8) dan Victor (4) juga sudah tertidur pulas. Namun dirinya dan Pendeta Jokran Ratu yang tidur disamping Larry dan Victor belum juga memejamkan mata.

Keduanya masih asyik bercerita tentang anak-anak dan tugas-tugas pelayanan yang mereka hadapi. Tak ada firasat buruk sekecil apapun bahwa akan datang pencobaan.

Kemesraan pasangan ini mendadak terusik bunyik ketukan pintu. Sebagai Pimpinan Jemaat GPdI yang sering menerima beragam tamu, Pendeta Jokran Ratu spontan beranjak keluar kamar. Tak ada kecurigaan sedikit pun, terutama tamu di luar sangat santun. Si tamu dengan ramah dan santun mengetuk pintu sambil berkata, "Selamat malam, ada kabar gembira".

Namun ternyata inilah dialog pembuka bagi sebuah drama penculikan Pendeta Jokran Ratu. Adegan yang berlangsung tidak lebih sepuluh menit itulah yang terus diingat, tersimpan dalam benak Pendeta Ace Ratu.

Ketika Pendeta Jokran Ratu turun dari tempat tidur, keluar dari kamar lalu membukakan pintu rumah, Pendeta Ace Ratu tetap di kamar. Namun kemudian keluar dan langsung kaget di depan pintu kamar telah berdiri tamu bertopeng ala ninja, bersenjata lengkap, dan menggenggam sebilah sangkur. "Penampilannya sangat mencurigakan dan tampaknya bukan orang baik-baik," kata Pendeta Ace Ratu.

Ace mengaku ingin berteriak, namun niat itu diurungkan. Seorang tamu misterius itu kemudian bicara dengan logat jawa. Lelaki itu meminta Ace tetap tenang karena tidak akan diapa-apakan.

"Kami hanya mau cari senjata di rumah ini. Kami mendapatkan informasi di sini ada disimpan senjata," kata pria bertopeng itu. Ace kemudian membantah tudingan itu dan mempersilakan tamu misterius itu memeriksa seluruh bagian rumah.

Saat itu, Ace melihat suaminya Pendeta Jokran Ratu sudah dalam posisi tersandera di bawah todongan senjata organik sehingga sudah tak bisa berbuat apa-apa. Detik-detik menegangkan terjadi begitu cepat. Tamu misterius itu kemudian mengobrak-abrik isi rumah. Sedikit uang yang ditemukan diambil.

Salah satu anggota kelompok bersenjata itu menanyakan perihal uang Rp 600 juta yang katanya baru diterima Pendeta Jokran Ratu. Dengan logat Jawa, orang tersebut terus memaksa Ace menyerahkan uang tersebut. Ace kemudian menjelaskan bahwa tidak ada uang Rp 600 juta, uang yang ada hanya Rp 10 juta, namun tersimpan pada rekening Pendeta Jokran Ratu pada salah satu bank.

Penjelasan ini tidak memuaskan "para ninja". Mereka kembali meminta Ace menyerahkan buku bank. Di bawah ancaman sangkur yang diselipkan ke perutnya, Ace menuruti permintaan tersebut.

Mereka juga sempat menanyakan harta lain yang dimiliki keluarga Pendeta Jokran Ratu, namun Ace menjelaskan hartanya adalah apa yang ada di dalam rumahnya. "Namun, tamu misterius itu tetap menedask meminta harta kami dalam bentuk perhiasan," kata Ace.

Namun ketika permintaan itu belum dipenuhi Ace, tiba-tiba terdengar bunyi sinyal seperti kode morse dari balik salah satu tamu misterius tersebut. Orang itu kemudian menyeret Ace dari kamar menuju ruang tamu. Sekali lagi sinyal yang sama terdengar dari alat milik seseorang yang tetap mengawasi di depan pintu.

Tak lami kemudian, mereka pun pamit dan meminta izin membawa Pendeta Jokran Ratu serta berjanji akan mengembalikannya lagi. Ace berusaha membujuk orang-orang itu agar tidak membawa suaminya, namun tetap saja dibawa. Mereka mengatakan akan mengembalikan Pendeta Jokran Ratu secara baik-baik.

Enam lelaki bertopeng tersebut, menurut Ace, di antaranya ada yang memakai baju polisi dan rompi loreng, kemudian memaksa Pendeta Jokran Ratu berjalan bersama mereka. Sementara itu, dua lainnya tetap siaga menjaga Ace.

Setelah enam lelaki bertopeng yang membawa Pendeta Jokran Ratu hilang di tengah kegelapan malam dan merasa cukup aman barulah kedua orang ini meninggalkan Ace seraya menyampaikan selamat malam. "Sampaikan salam saya kepada teman-teman bapak. Saya tunggu suami saya kembali," balas Ace.

Ternyata langkah-langkah Pendeta Jokran Ratu bersama rombongan misterius itu merupakan perjalanan panjang dan tidak pernah kembali sebagaimana dijanjikan. "Hampir satu jam menunggu, saya pikir tidak mungin penculik ini ke pantai. Sambil berjalan sekitar 100 meter dari rumah saya kemudian membangunkan para tetangga. Kami pun menunggu hingga pagi namun yang ditunggu tidak muncul," ungkapnya. Pada hari ketiga pencarian, jemaat GPdI di Dusun Labuan, Desa Elfule Kecamatan Namrole, Kabupaten Pulau Buru, hanya menemukan kaos merah berkerah yang dipakai Pendeta Jokran Ratu saat diculik namun kaos tersebut sudah penuh lubang yang diduga akibat tindakan kekerasan yang dilakukan para penculik terhadap sang pendeta.

"Setelah melihat kaos tersebut saya pikir suami saya sudah meninggal tetapi setelah ada pemeriksaan, saya memiliki pengharapkan suami saya masih hidup," kata Ace yang juga alumni Sekolah Tinggi Teologi Cianjur, Jawa Barat, ini.

Hari ini, ketika penculikan Pendeta Jokran Ratu telah memasuki usia enam bulan, Ace yang kini melanjutkan misi suaminya sebagai pimpinan Jemaat GPdI di Dusun Labuan, Desa Elfule, Kecamatan Namrole, Kabupaten Pulau Buru, punya keinginan untuk bertemu Kapolda Maluku Brigjen Pol Adityawarman.

Namun, keinginan tersebut tidak pernah terwujud. Di Mapolda Maluku beberapa hari lalu, dirinya hanya dipertemukan dengan Direktur Reskrim Polda Maluku Kombes Pol Bambang Hermanu.

Pergumulan doa pribadi maupun jemaat GPdI Dusun Labuan tak henti- hentinya terus dilakukan dengan tujuan semata-mata hanya ingin tahu kejelasan nasib Pendeta Jokran Ratu. Ace pun mengaku sangat gundah ketika dua anaknya Larry dan Victor tak hentinya selalu menanyakan sang ayah.

"Setiap saat keduanya selalu menanyakan ayah mereka. Saya tidak tahu mau bilang apa lagi. Saya hanya meminta mereka bersabar dan tetap berdoa," jelasnya.

Kini enam bulan dilaluinya dalam ketidakpastian. Ace tetap berharap suaminya ditemukan. Kehadiran suamnya bukan saja untuk dirinya atau dua anaknya, namun juga 50 anggota jemaatnya yang tetap setiap menunggu sambil terus memanjatkan doa.

Ace dan kedua anaknya masih terus menanti suami dan ayah mereka kembali. Sesekali mereka berada di tepi Pantai Labuan yang membentangkan pasir putih, laut nan bening dengan nelayan tradisional hilir mudik sungguh menebarkan damai.

Bagi mereka, keindahan itu akan menjadi lengkap bila sang suami dan ayah tiba-tiba datang dalam keadaan selamat. Lebih-lebih pada 6 Juni mendatang, ketika tepat ulang tahun kesembilan pernikahan Ace dan Jokran. Semoga pergumulan panjang dalam penantian yang tak pasti dapat membuahkan hasil sebab Allah berkenan tidak ada yang mustahil.

Sumber: www.sinarharapan.co.id

Tags: