Lonceng London

Saya belum pernah pergi ke London. Tetapi ada kisah dari London yang terukir dalam lubuk hati saya. Kisah itu berkaitan dengan Lonceng London. Maka artikel ini saya beri judul LONCENG LONDON.

Mazmur 23 adalah salah satu Mazmur yang banyak dihafal oleh orang Kristen. Ulasan ayat 1 sampai ayat 4 dari Mazmur ini bisa Anda baca dalam artikel:

  1. Mazmur 23: 1-3a, Sebuah Catatan Kekayaan Sekaligus Keindahannya
  2. TERUSLAH MENULIS, Mazmur 23:3b
  3. TAK SELAMANYA MENDUNG ITU KELABU

Maka dalam artikel ini saya lanjutkan untuk ayat 5.

Mazmur 23:5 demikian Engkau menyediakan hidangan bagiku,
Frasa itu bisa mempunyai konotasi 'meja perjamuan'. Jika kita membayangkan meja perjamuan maka itu artinya:

ada persiapan, mungkin itu taplak, mungkin itu bunga yang sudah dirangkai sebagai dekorasi, mungkin itu peralatan makan yang cantik, dan sebagainya.

ada menu yang istimewa yang sekiranya layak untuk menjadi hidangan para tamu.

ada penataan yang rapi atau teratur, piring, sendok, garpu, mangkuk, hidangan pembuka, hidangan utama dan hidangan penutup, tentu semuanya memiliki tempat yang tepat. Bahkan tempat duduk pun diatur. Siapa kepala meja, siapa di kiri dan kanannya. Dalam budaya tertentu tempat duduk tidak boleh bertukar sesuka hati. Siapa yang berdoa dan siapa yang terlebih dahulu mengambil makanan pun juga ada ketentuannya.

Memang domba hanyalah makan rumput dan tak perlu meja perjamuan. Tetapi jika frasa itu mempunyai konotasi 'meja perjamuan' maka Tuhan sebagai gembala memperlakukan kita sebagai domba sebagaimana seorang tuan rumah yang sedang mengadakan perjamuan makan bagi tamu-tamunya. Artinya bahwa acara makan bukanlah acara yang remeh-temeh dan boleh asal-asalan atau sembrono.

Bukan rumput yang kering, bukan pula rumput yang berduri, dan tentu bukan rumput yang beracun, tetapi tidak lain dan tidak bukan adalah rumput yang hijau.

Selanjutnya, di hadapan lawanku;
kata lawan juga bisa berarti 'musuh', 'belitan', 'kesulitan'. Sehingga ayat itu bisa menjadi seperti ini:
Engkau menyediakan hidangan bagiku di hadapan musuhku.
Engkau menyediakan hidangan bagiku di hadapan belitanku.
Engkau menyediakan hidangan bagiku di hadapan kesulitanku.

Ooooo....itu luar biasa !!!

Berikutnya, Engkau mengurapi kepalaku dengan minyak
Hal ini dapat dihubungkan dengan cara tradisional untuk menjaga kesehatan kulit domba yang baru dicukur bulunya, dengan mengoleskan minyak ke atas bekas goresan, dan sekaligus mengusir kutu atau serangga.

Daud belum mengakhiri kalimatnya. Dia menyambungnya dengan, pialaku penuh melimpah.
Piala pada jaman itu adalah sekedar tempat minum.

Tetapi dengan bergesernya jaman maka bergeser pula fungsi piala. Berikut adalah kutipan dari wikipedia. Piala atau trofi ialah benda yang diberikan pada seseorang karena suatu pencapaian tertentu. Piala sering diberikan pada even olahraga.

Piala dapat berbentuk mangkuk, cangkir, cawan, bentuk manusia (seperti Emmy Award), dll.

Piala dapat juga berbentuk kepala binatang. Biasanya dihadiahkan oleh dan dari pemburu.

Pada masa lalu, orang dapat mengambil kepala atau bagian tubuh lain dari musuh yang telah terbunuh dalam sebuah perang untuk menunjukkan seberapa pahlawankah mereka.

Sebagai penutup saya menuliskan kisah soal Lonceng London.

Tokoh utama dalam kisah Lonceng London ini adalah DICK WHITTINGTON. Ada banyak versi, yang saya tulis ini adalah versi saya. Demikian kisahnya.

Dick ini hidup sebatang kara. Papanya bukan orang kaya tetapi sok kaya. Mereka hidup dari hutang-hutang dengan memuaskan kemauannya dan kemewahannya. Dalam usia yang muda belia, papa dan mamanya meninggal dunia. Tentu papanya meninggalkan banyak hutang. Dick bekerja seadanya, mungkin potong rumput, mungkin mengecat, atau mengangkat-angkat barang dan sebagainya. Kadang kala dia ada uang dan dia bisa membeli makanan sekedarnya. Acapkali dia tidak punya uang dan kelaparan.

Suatu ketika datanglah serombongan pemain drum band dari London. Mereka datang ke desanya dan bermain dengan sangat menakjubkan.

"Dari mana?", tanya Dick.

"Dari LONDON," jawab pemain drum itu.

"Wah, aku juga ingin ke LONDON. Kata orang, jalan di LONDON itu dari emas," seketika itu Dick berkata seraya mengumpulkan sejuta tekad.

Selanjutnya pergilah ia ke LONDON dengan bekal seadanya sebagaimana yatim piatu dan perjalanan jauh itu ia tempuh dengan berjalan kaki.

Sampai di LONDON sore menjelang. Tetapi dengan sejuta semangat dia meringankan langkahnya ke toko kain untuk mencari pekerjaan. Tetapi niatnya ditolak. Lanjutlah dia ke toko sepatu. Tanpa kepintaran membuat sepatu maka tak ada lowongan baginya. Harapannya belumlah mati, dia lanjutkan ke rumah makan. Walaupun dia bisa mencuci piring atau pun membersihkan lantai tetapi pintu masih tetap tertutup baginya.

Tanpa ada famili dan kenalan, maka tidurlah ia di depan rumah mewah. Keesokan harinya pembantu rumah mewah itu membangunkan dia seraya marah-marah.

"Kok brani-braninya kamu tidur di depan rumah ini?"

Dick bangun dengan terkejut dan memang dia tak tahu apa-apa tentang siapa pemilik rumah mewah itu.

Karena mendengar keributan maka sang pemilik rumah yang kaya raya itu keluar, namanya Mr. Fitzwarren.
Dick mohon maaf dan dia berkata,
"Aku dari desa, baru kali ini aku ke LONDON. Kata orang LONDON itu jalannya terbuat dari emas. Saya mau mencari pekerjaan".

Bapak Fitzwarren yang baik itu mau menampungnya dan memberinya pekerjaan. Hanya orang yang mau bekerja yang bisa melihat emas. Tapi bapak Fitzwarren sering tidak ada di rumah, ia saudagar yang punya kapal dagang dan sering ke luar negri.

Nasib Dick tidak seindah yang ia bayangkan atau impikan. Ternyata pembantu-pembantu lain di rumah itu tak bersahabat dengannya dan ia sering dikerjain dan sering diberi pekerjaan-pekerjaan yang berat dan menyulitkan bahkan ada kalanya dipukuli. Keadaan menjadi lebih buruk lantaran di rumah itu banyak sekali tikus terutama di kamarnya. Hampir selalu ia tak bisa tidur nyenyak. Syukurlah ada nona ALICE, anak bossnya yang selalu senyum manis padanya. Luar biasa, cantik, kaya dan baik hati.

Dengan uang sedikit dari upah kerjanya, Dick membeli kucing di pasar. Kucing itulah yang banyak membantunya, tikus-tikus mati olehnya. Ia sekarang lebih nyenyak tidurnya dan kucing itu menjadi penawar sedihnya. Tidak ada lagi terlihat tikus di kamarnya.

Jika telah usai pekerjaannya, Dick bisa pergi ke kamarnya sekedar beristirahat. Di situ dia bisa bertemu dengan kucingnya. Dia peluk dan pangku kucing itu. Dia elus-elus kucing itu. Sesekali dia memperlakukan kucing itu sebagai manusia. Dia bercerita kepada kucing itu sebagaimana dia bercerita kepada manusia. Maka si kucing itu sanggup menghembuskan kekuatan baru bagi Dick. Walaupun dunia gelap tetapi kucing itu bagai bintang di malam pekat.

Suatu hari bossnya datang singgah di rumah beberapa waktu lamanya. Dan ketika boss ini mau pesiar lagi ke luar negeri, ia panggil semua pembantunya. Demikianlah kebaikan boss ini. Selalu dan selalu begitu, sehingga kebaikannya itu bagian dari karakternya. Dia perlakukan semua pegawainya sebagai suplyer. Barang-barang apa yang bisa dititipkan padanya untuk ia jual di luar negeri.

Tukang masak menitipkan kue beberapa toples. Tukang kebun menitipkan acar buah. Lalu tibalah giliran Dick.
"Dick, kamu mau titip apa?" tanya boss yang baik hati itu.
Dick bingung dan ia tak mempunyai apa-apa dan tidak pernah membuat sesuatu apa pun sebagai karyanya.
"Aku cuman punya kucing," kata Dick dengan berat hati seraya dia berikan kucing itu pada bossnya.

Sunyi sepi sendiri lagi. Kucing penghiburnya pergi. Tikus berdatangan lagi. Kejahatan pembantu-pembantu itu tak kunjung henti. Gelapnya malam makin terasa pekatnya. Seribu bintang di langit tak mampu menjadi pelipur laranya. Maka kaburlah Dick dari rumah boss itu.

Dalam perjalanan, Dick mendengar lonceng gereja. Lonceng itu suaranya membahana seantero kota LONDON.

"Ting tong ting tong."

Seakan lonceng itu berkata, "Pulang pulang!!!"

"Ting tong ting tong."

Panggilan itu bersuara lagi. "Pulang pulang !!!"

Ternyata lonceng gereja itu menarik dirinya, menarik hatinya, menarik langkahnya untuk pulang ke rumah boss itu. Dan akhirnya ia pulang dan kembali kerja lagi. Dan sunyi sepi sendiri lagi....

Sementara itu bossnya pergi ke suatu kota, Maroko nama kota itu. Dia pergi ke istana raja dan menjual barang-barang dagangannya. Ternyata boss Mr. Fitzwarren ini disambut sebagai tamu kerajaan dan dijamu sebagai tamu kehormatan. Di istana itu banyak tikus. Mr. Fitzwarren berinisiatif menawarkan kucing. Mereka tak tahu kucing."Apa itu kucing?" tanya raja Maroko dengan polosnya.

Segera Mr. Fitzwarren meninggalkan istana menuju kapalnya dan mengambil kucing yang dulunya milik Dick. Sesampainya di istana Maroko, kucing itu spontan beraksi menerkam tikus-tikus di istana itu. Raja dan semuanya kagum dengan kepahlawanan kucing ini. Raja menukar kucing itu dengan sekotak permata dan perhiasan.

Setelah melakukan perjalanan panjang ke luar negeri ke beberapa kota pelabuhan, maka Mr. Fitzwarren pulang ke rumahnya. Semua pembantunya yang juga adalah suplyernya dipanggil.

"Tukang masak, ini uang kuemu. Semua kuemu laku."

"Tukang kebun, ini uangmu. Acar buahmu laku"

Terakhir Dick, "Dick, kucingmu ditukar dengan sekotak perhiasan dan permata".

Wow.....sekotak perhiasan dan permata????

Hari itu Dick menjadi jutawan. Ia membeli kapal dagang dan menjadi saudagar. Ada yang menceritakan ia sebagai saudagar kain terkenal di LONDON. Dia menikah dengan nona ALICE, anak dari Mr. Fitzwarren, putri kaya yang baik dan tidak sombong itu. Dan bukan hanya itu...ia diangkat menjadi MAYOR OF LONDON 1397, sebelumnya ia menjadi kepala perkumpulan pedagang. Karena ia kaya, ia pernah memberi piutang kepada raja INGGRIS dalam perang melawan PERANCIS. Tahun1406 ia diangkat lagi menjadi MAYOR OF LONDON, sekali lagi tahun 1419. Tiga kali ia menjadi MAYOR OF LONDON atau walikota London.

Demikianlah kisah Lonceng London yang menghentikan langkah Dick Whittington dari niat kaburnya. Lonceng London menolong Dick Whittington untuk mengaminkan ayat 5 dari Mazmur 23 ini,

Engkau menyediakan hidangan bagiku,
di hadapan lawanku;
Engkau mengurapi kepalaku dengan minyak;
pialaku penuh melimpah.

Yvonne Sumilat, 12 Januari 2016
yang serasa terngiang-ngiang denting Lonceng London