Perpuluhan

Oleh: Satura

 

Ketika Gereja-gereja aliran Neo Pentakosta atau Kharismatik semakin menggurita, ada salah satu fenomena yang menggelitik pribadi saya sebagai orang terlibat dalam dunia pelayanan gerejawi, yaitu soal Perpuluhan atau Persepuluhan.

Perpuluhan menjadi sebuah bagian dari kehidupan "ber-Tuhan" orang-orang Kristen saat ini, bahkan gereja-gereja aliran mainstream yang sebelumnya tidak menggunakan "konsep" Perpuluhan dalam gerejanya, mulai ikut-ikutan mengadopsi persembahan Perpuluhan dalam kegiatan kerohanian mereka. Kalau istilah saya, mulai mengikuti trend yang ada. Hehehehehee..



Namun dari ajaran dan praktik Perpuluhan yang diselenggarakan oleh gereja saat ini, saya kembali merasa GELISAH. Kegelisahan saya ini dikarenakan melihat kenyataan bahwa Perpuluhan menjadi sebuah issue major dalam pemberitaan di mimbar. Tidak main-main, pemberitaan soal perpuluhan dari mimbar-mimbar ditekankan dengan nada sedikit "mengancam" dan promosi. "Ancaman" dan promosi itu seringkali diambil dari teks Maleakhi 3:10-11 bahwa mereka yang tidak memberikan perpuluhan akan mengalami "kerugian", tetapi siapa yang memberikan perpuluhan akan mengalami "keberuntungan" karena "belalang" pelahap di hardik dari hidup mereka. Ajaran perpuluhan yang keliru bukan hanya itu, masih ada yang lainnya tetapi tujuannya sama, yaitu menjadi "senjata" Pendeta atau Gembala yang pada akhirnya "memaksa" jemaat untuk memberikan perpuluhan. Namun, apakah demikian yang diajarkan Alkitab mengenai Perpuluhan?

Ironisnya lagi, saya melihat sebuah realita yang mengiris hati saya. Pendeta atau Gembala yang memang hidupnya bersumber dari pelayanannya sebagai Gembala, memiliki kekayaan dan aset yang melimpah oleh karena Perpuluhan yang diberikan oleh Jemaatnya. Mohon jangan disalah artikan. Saya bukannya tidak setuju seorang gembala menjadi kaya atau memiliki harta banyak atau melimpah, namun yang saya hendak kritisi disini, adalah sebuah hal yang memalukan, jika Pendeta atau Gembala yang memang hidupnya murni dari pelayanan pengembalaannya, memiliki gaya hidup "mewah" atau "wah" sedangkan jemaatnya banyak yang mengalami kesulitan ekonomi dan masih "dituntut" untuk memberikan Perpuluhan. Pendeta atau Gembala dan keluarganya bisa makan enak dari hasil uang perpuluhan sedangkan jemaatnya untuk makan saja harus berpikir keras untuk menghematnya. Anak Gembala atau Pendeta bisa sekolah di luar negeri, sedangkan anak-anak jemaatnya sekolah di sekolah negeri yang semuanya serba terbatas. Gembala atau Pendeta tidur pakai AC dan naik Mobil kemana-mana (sebenarnya itu mobil atas nama gereja tapi dipakai untuk kepentingan pribadi, alias mengatasnamakan "pekerjaan Tuhan" demi kesenangan diri) sedangkan jemaat jalan kaki dan naik angkot dan tidur berpanas-panas ria. Itu semua dari uang perpuluhan (mungkin ditambah uang gereja, tapi itu semua bersumber dari jemaat dan sumbangan orang lain).

Melihat kondisi seperti ini (bahkan mungkin fakta di lapangan lebih parah dari yang saya ungkapkan di atas, karena ada standart juga di kalangan Pendeta atau Gembala, jika jemaatnya minimal 200-300 orang, minimal harus pakai Avanza atau Innova), terlintas di pikiran saya; jika Tuhan Yesus ada saat ini secara fisik atau berinkarnasi menjadi manusia pada jaman ini, akankah IA melakukan hal yang sama dalam pelayanan-Nya. Apakah IA juga memberikan semacam "standart" dalam pelayanan-Nya? Apakah dalam pengajaran-Nya, IA akan mengajarkan seperti yang berkembang saat ini mengenai Perpuluhan? Saudara pasti punya jawaban masing-masing.

Berpijak dari "fenomena" di atas, maka saya memberikan judul dalam tulisan "kegelisahan" saya ini, "Perpuluhan, 'Upeti' Jemaat kepada Pendeta/Gembala?" Tanpa bermaksud menjatuhkan profesi sebagai Pendeta atau Gembala, melalui tulisan yang sederhana ini, saya hanya ingin memberikan sebuah "koreksi" terhadap ajaran dan praktik perpuluhan di kalangan gereja, harapan saya, saudara yang membaca tulisan ini memiliki kedewasaan dan kejujuran serta ketulusan hati dalam merenungkan dan menilai tulisan ini.

Konsep Perpuluhan ternyata bukan asli milik orang-orang Israel apalagi orang-orang Kristen. Dalam Kejadian 14:18, Abram (waktu itu namanya masih Abram belum berganti menjadi Abraham), memberikan Perpuluhan kepada Melkisedek raja Salem. Pada waktu itu, Israel sebagai sebuah umat atau bangsa belum ada, namun Abram telah memberikan perpuluhan. Ini membuktikan bahwa tradisi memberikan perpuluhan bukanlah asli bawaan Israel melainkan bawaan dari bangsa atau kaum sebelum Israel. Saya kurang mengetahui dengan pasti, apa makna perpuluhan pada masa sebelum bangsa Israel ada, namun melihat konteks pada masa Abraham, kemungkinan besar perpuluhan itu semacam ucapan "syukur" dari seseorang kepada mereka yang disebut "rohaniawan" pada masa itu atas ucapan berkat yang disampaikan.

Pada masa Israel, konsep perpuluhan diadopsi. Tuhan memberikan sebuah "perintah" kepada umat Israel dalam PL untuk memberikan perpuluhan. Perintah ini tercatat dalam kitab Musa, yaitu Ulangan 14:28-29 dan 26:12-15. Berbeda dengan bangsa-bangsa lain disekitar Israel, Allah memberikan makna baru terhadap perpuluhan. Untuk memahaminya kita harus kembali kepada konteks historis atau sejarahnya bangsa Israel. Israel adalah sebuah bangsa yang secara fisik merupakan keturunan dari Abraham melalui anak perjanjian yaitu Ishak. Sebelum menjadi sebuah bangsa, Israel menjadi budak di Mesir lebih kurang 400 tahun. Tuhan mengeluarkan Israel dengan mengutus Musa dan Harun. Singkat cerita, Israel akhirnya keluar dari Mesir dan memulai perjalanan menuju Tanah Perjanjian, sebuah tempat yang disediakan Tuhan. Israel terdiri dari 12 suku, satu dari 12 suku itu, yaitu suku Lewi tidak mendapatkan tanah pusaka dari Tuhan sedangkan yang sebelas suku mendapatkan tanah pusaka. Pusaka suku Lewi adalah Tuhan sendiri, maksudnya suku Lewi, dikhususkan oleh Tuhan untuk melakukan pekerjaan yang berhubungan dengan kemah suci atau bait Allah. Itulah sebabnya, suku Lewi disebut juga suku Imamat, karena panggilan khusus mereka yang diberikan oleh Tuhan sebagai pelayan yang mengurusi korban persembahan dan kegiatan-kegiatan ibadah bangsa Israel.

Sebelas suku Israel mendapatkan pemenuhan nafkah hidupnya dari tanah pusaka yang diberikan Allah kepada mereka dengan cara bertani atau bercocok tanam dan berternak. Inilah bentuk KASIH dan PEMELIHARAAN Tuhan bagi sebelas suku Israel. Lalu bagaimana dengan suku Lewi? Dengan apakah mereka memenuhi kebutuhan nafkah hidup mereka sedangkan mereka tidak diberikan tanah pusaka oleh Allah? Apakah Allah tidak memiliki Kasih dan tidak adil? Apakah Allah tidak memelihara suku Lewi, sedangkan yang sebelas suku Tuhan pelihara? Jawabannya tentu saja tidak. Allah Israel adalah Allah yang Kasih dan Adil yang tetap memelihara umat pilihan-Nya termasuk di dalamnya suku Lewi. Suku Lewi yang memang dipanggil khusus untuk melayani di bait Allah atau kemah suci tetap mendapatkan pemeliharaan Tuhan dan bentuk pemeliharaan Tuhan adalah melalui perintah Perpuluhan yang dimandatkan kepada sebelas suku melalui hamba-Nya Musa. Ulangan 14:27-28, Allah mengingatkan kepada kesebelas suku Israel untuk tidak melupakan suku Lewi ketika mereka mendapatkan hasil tanah atau hasil panen dengan cara memberikan perpuluhan dari hasil tanah pusaka mereka kepada suku Lewi setiap tiga tahun sekali. Perintah untuk memberikan Perpuluhan kepada suku Lewi dicatat kembali di Ulangan 26:12-13. Perintah untuk memberikan Perpuluhan kepada suku Lewi adalah bukti Kasih, Keadilan dan Pemeliharaan Tuhan kepada Israel. Suku Lewi yang tidak mendapatkan tanah pusaka sehingga tidak bisa mengolah tanah untuk mendapatkan kebutuhan nafkah hidupnya terpelihara oleh karena perpuluhan yang diberikan. Ingat juga, bahwa Alkitab juga mencatat dalam Ulangan 14:27-28 dan 26:12-13, bahwa Perpuluhan yang dikumpulkan oleh sebelas suku Israel bukan hanya semata-mata untuk suku Lewi, melainkan juga untuk kepada orang asing, anak yatim dan kepada janda. Anak yatim dan janda yang telah ditinggal mati ayah dan suaminya adalah tanggung jawab semua suku pada konteks masa itu, semua suku Israel wajib untuk memelihara mereka, pelayanan ini diadopsi di jaman Kisah Rasul yang dikenal dengan istilah pelayanan meja atau diakonia. Sedangkan orang asing disini adalah mereka yang tinggal bersama-sama dengan bangsa Israel dan menjadi bagian bangsa Israel (proselit) juga bangsa asing yang sekedar lewat di perkampungan atau daerah Israel harus di jamu sampai kenyang melalui perpuluhan. Pemberian perpuluhan untuk anak yatim dan janda pada masa itu pun menunjukkan bentuk Kasih, Keadilan dan Pemeliharaan Tuhan atas mereka oleh karena kepala keluarga yang mencari nafkah telah meninggal dan orang asing yang mendapat "jatah" perpuluhan dari sebelas suku Israel juga memiliki maksud yang sama, yaitu agar mereka bisa melihat bahwa Allah Israel adalah Allah yang Kasih, Allah yang Adil dan Allah yang memelihara semua umat manusia, sebab bagi orang-orang asing (bangsa di luar Israel) konsep Allah mereka adalah Allah mereka kasih hanya untuk mereka (bangsa) mereka sendiri tetapi tidak untuk bangsa atau kaum lain. Melalui perpuluhan yang diberikan sebelas suku Israel, orang asing bisa melihat betapa Allah Israel itu berbeda dengan allah-allah asing.

Dalam konteks Malaekhi pun demikian. Bangsa Israel pada jaman Maleakhi mengalami kemerosotan rohani sampai titik nadir. Mereka tidak mau memberikan Perpuluhan dan melupakan tujuan awal dari perpuluhan. Israel pada masa itu menjadikan uang dan kekayaan sebagai illah mereka. Mereka tidak memberikan perpuluhan dan mereka melupakan rumah Tuhan. Pada masa itu, Israel benar-benar bobrok kerohaniannya, Rumah Tuhan yang merupakan lambang kehadiran Tuhan di tengah-tengah Israel tidak dipedulikan oleh Israel, hal ini menunjukkan bahwa Israel sudah tidak peduli lagi dengan Tuhan dan segala ketetapan-Nya. Ketidakpedulian mereka terhadap rumah Tuhan adalah bentuk ketidak pedulian mereka kepada pribadi Tuhan sendiri yang telah membebaskan nenek moyang mereka dari perbudakan di Mesir. Itulah sebabnya Firman Tuhan datang untuk mengingatkan Israel agar kembali menjadikan Allah Yahweh sebagai Allah mereka dan kembali memberikan Perpuluhan dan harus memperhatikan rumah Tuhan. Hal ini dimaksudkan agar Israel bisa kembali menjadi umat Allah dan menjadi saksi kepada bangsa lain bahwa Allah Yahweh adalah Allah yang benar, karena itu dalam Maleakhi Allah mengatakan "ujilah Aku". Jadi memberikan perpuluhan dalam konteks Maleakhi pun sama dengan konteks dalam kitab Ulangan. Belalang Pelahap dalam konteks itu adalah hama belalang yang memang pada masa itu melanda tanah Israel. Membuka tingkap-tingkap langit, maksudnya adalah mencurahkan hujan, karena pada masa itu Israel dilanda kekeringan yang hebat. Jika Israel kembali kepada Tuhan pada masa itu, maka Allah akan menolong mereka sama seperti nenek moyang mereka yang ditolong keluar dari perbudakan di Mesir.

Berdasarkan uraian singkat di atas jelas, bahwa konsep Perpuluhan diberikan bukan supaya kita diberkati atau bertujuan untuk kepentingan pribadi, melainkan perpuluhan diberikan adalah bukti bahwa kita telah diberkati oleh Allah sendiri. Memberikan perpuluhan bukanlah seperti usaha memancing, dengan memberikan sepersepuluh dari penghasilan kita maka kita berharap mendapatkan lebih dari apa yang telah kita beri. Ajaran ini sesat..!!! Sekali lagi Perpuluhan diberikan bukan supaya kita diberkati melainkan karena kita telah diberkati. Lalu, harus diingat pula, bahwa ketika kita memberikan perpuluhan kita di ajarkan bahwa apa yang telah kita terima dari Tuhan bukanlah milik kita sepenuhnya, ada bagian orang lain di dalamnya, sehingga orang lain bisa merasakan bahwa Allah yang kita sembah adalah Allah yang Kasih, Adil dan Pemelihara umat manusia.

Lalu untuk konteks sekarang ini, apakah masih relevan untuk memberikan Perpuluhan?

Orang-orang Kristen dituntut oleh Tuhan bukan hanya memberikan Perpuluhan, melainkan seluruh hidup kita, termasuk di dalamnya adalah harta kita. Kita bukanlah pemilik melainkan hanya pengelola, termasuk harta kekayaan dan uang kita. Namun, harus diakui untuk memiliki gaya hidup yang tidak terikat oleh harta kekayaan atau uang adalah hal yang sulit, karena itu dengan belajar memberikan perpuluhan, kita sedang belajar untuk melatih diri kita untuk tidak terikat oleh kekayaan atau uang (mamon). Namun jika 5 tahun, 10 tahun, bahkan 15 tahun kita memberi hanya sekedar perpuluhan dan merasa berat untuk membantu pekerjaan Tuhan, membantu sesama, dll, maka sama saja bohong. Jika kondisi kita seperti itu, maka perpuluhan yang kita berikan hanyalah sebagai "kewajiban" beragama. Ingat tujuan perpuluhan dalam konteks PL adalah agar bangsa Israel tidak terikat oleh kekayaan dunia dan memiliki kesadaran bahwa harta kekayaan yang mereka miliki di dalamnya juga terdapat "hak" orang lain. Bagaimana orang lain bisa mengenal Allah kita sebagai Allah yang Kasih, Adil dan Pemelihara umat manusia jika kita terikat oleh harta kekayaan dan pelit untuk berbagi. Untuk berbagi kita tidak harus menunggu menjadi orang kaya secara materi terlebih dahulu, tetapi bisa dimulai dari sekarang, dari apa yang kita punya.

Lalu, apakah kita harus memberikan Perpuluhan ke gereja?

Ini pertanyaan yang cukup sensitif, namun saya harus menjelaskannya suka atau tidak suka. Perpuluhan kalau kembali ke PL, dibawa ke rumah Tuhan lalu diberikan untuk suku Lewi, orang asing, anak yatim dan para janda. Untuk saat ini, perpuluhan bisa diberikan ke gereja, namun sayangnya banyak Pendeta atau Gembala (tanpa bermaksud menghakimi) tidak transparan dalam mengelola uang perpuluhan ini. Gembala harus transparan dalam mengelola uang perpuluhan. Uang perpuluhan bukanlah mutlak semuanya milik Gembala. Ingat, di dalam perpuluhan terlihat bentuk keadilan Allah bagi manusia atau istilah sekarang adalah keadilan sosial, bukan hanya orang Lewi yang menikmati perpuluhan, melainkan anak yatim, janda dan orang asing. Gembala harus mampu menunjukkan keadilan Allah di dalam mengatur uang perpuluhan. Jemaat yang memang benar-benar kurang mampu harus juga mendapatkan bagian perpuluhan, sehingga mereka bisa menikmati Kasih Allah dalam persekutuan orang-orang percaya. Namun jika Gembala atau Gereja tidak transparan dalam mengelola perpuluhan, malah "memakan" semua uang perpuluhan maka perpuluhan lebih baik diberikan saja langsung kepada mereka yang benar-benar membutuhkan.

Kesimpulan :
1. Perpuluhan diberikan bukan supaya kita diberkati, melainkan karena kita telah diberkati oleh Allah melalui hasil usaha yang BENAR.
2. Perpuluhan adalah bentuk Kasih, Keadilan dan Pemeliharaan Allah kepada umat manusia, karena itu Gereja atau Gembala harus menunjukkan Kasih, Keadilan dan Pemeliharaan Allah dalam mengelola Perpuluhan, tidak boleh menjadi hak milik pribadi dan keluarga Gembala.
3. Perpuluhan adalah latihan awal yang melatih kita untuk tidak terikat kepada harta milik atau uang, melainkan terikat kepada Allah.
Inilah perspektif saya mengenai Perpuluhan. Jika ada perpuluhan tidak dimaksudkan untuk kepentingan Tuhan dan Kerajaan-Nya, maka seperti judul di atas "Perpuluhan, 'Upeti' jemaat kepada Pendeta/Gembala."
Marilah mengajarkan konsep perpuluhan yang benar kepada jemaat, jangan ada tedensi kepentingan pribadi atau manipulasi dalam ajaran kita mengenai perpuluhan. Biarlah kebenaran yang terus kita sampaikan. Selamat memberi. Sola Gracia.