"THREE MAGIC" Nilai Luhur yang terancam punah

Oleh: Pdt. David Sudarko, STh.

Pintu masuk
Ada banyak hal yang patut kita syukuri berkaitan dengan segala hal perkembangan tehknologi dan informasi. Berbagai fasilitas yang memberikan kemudahan untuk mendapat info-info baru dalam hitungan detik melalui internet, dan juga perpindahan tempat dalam waktu yang kilat. Inilah bagian dari peradaban dunia modern. Perubahan datang begitu cepat, bahkan seringkali kita ketinggalan. Generasi muda sebagai generasi baru telah begitu jauh meninggalkan generasi tua. Konsumsi dua generasi ini sudah tidak sama lagi.



Generasi muda melaju begitu cepat bak roket yang meluncur ke angkasa. Saking begitu cepatnya dan semua dapat diperoleh secara instan, tidak sedikit nilai-nilai luhur generasi tua yang ditinggalkan. Mereka berpikir sudah bukan jamannya lagi katanya.

Pada artikel ini, saya hendak mengangkat sebuah nilai luhur warisan generasi tua yang telah ditinggalkan oleh generasi muda masa kini. Jika ini tidak segera ditanggulangi maka saya kuatir, pada dekade ke depan nilai luhur ini bernasib seperti Dinosaurus. Telah punah! Sangat disayangkan.

Nilai luhur “Tree Magic”
Apa nilai luhur itu? Yaitu apa yang disebut sebagai “Tree Magic”. Apa itu Tree Magic? Akan kita temukan di bawah nanti, dan akan saya hadirkan dalam sebuah cerita “true story” dari “orang biasa”. Tree Magic ini berkaitan dengan karakter seseorang. Karakter itu memiliki keampuhan yang mampu mengubah “wajah buruk” seseorang menjadi wajah nan rupawan. Karena karakter itu memiliki kekuatan maha dahsyat yang menciptakan ‘inner beauty’ kecantikan batiniah seseorang, yang kemudian dapat memancarkan terang bagaikan sinar mentari keluar dari wajahnya. Karakter seseorang itu tidak hanya sekedar bawaan lahir, dan bukan datang secara tiba-tiba. Melainkan perlu adanya tempaan-tempaan yang keras, dan itu perlu diasah sesering mungkin dengan berbagai peristiwa yang berkaitan guna membentuk dan menajamkan karakternya.

Mengapa karakter perlu ditempa dan diasah? Sebab karakter itu bagaikan lempengan besi baja. Jika dia dibiarkan begitu saja dia tetap sebuah lempengan, dan mungkin tidak pernah memberi manfaat yang berarti. Tetapi sebaliknya, jika dia sering dipanaskan dengan bara dan sering dipukul dengan martil, maka kemungkinan besar dia akan menjadi sebuah ‘samurai yang tajam’. Kalaupun tidak bisa menjadi samurai ya, minimal pisau dapur lah ... Meskipun piasau dapur, itu akan sangat membantu seseorang dalam mengerjakan sesuatu.

Apakah cukup sampai disitu? Tidak!!! Meski dia sudah menjadi samurai atau pisau dapur, dia tetap perlu diasah berulangkali dan dipergunakan untuk memotong. Kenapa? Supaya tetap tajam. Demikian juga karakter kita. Karakter kita harus senantiasa tajam di tengah-tengah tantangan perkembangan peradaban jaman modern ini. Saya terlalu percaya bahwa setiap kita memiliki karakter masing-masing, dan itulah yang membedakan Anda dengan saya. Bahkan karakter itulah yang menjadikan seseorang sukses sesuai dengan skillnya masing-masing.

Namun jujur kita akui bahwa apa yang sedang terjadi di sekitar kita saat ini ternyata dapat ‘menumpulkan’ karakter kita. Di puncak kesuksesan seseorang sekalipun, karakternya juga bisa menurun mengalami penumpulan. Apakah Anda merasakan bahwa karakter Anda sekarang mulai menumpul, sehingga orang yang dekat dengan Anda menjadi heran dengan menurunnnya kualitas karakter Anda? Atau Anda belum mengenali karakter Anda sendiri itu seperti apa? Itu alasannya mengapa artikel ini saya tulis. Sekedar untuk membantu Anda dan saya sendiri agar semakin mengenal sekaligus mempertajam karakter kita masing-masing.

Belajar dari sebuah kisah

Seperti yang saya sebutkan di atas tadi bahwa kita akan menemukan nilai luhur “tree magic” ini melalui sebuah cerita. Kisah orang biasa tetapi membawa dampak yang besar. Kisah ini terjadi sekitar 1,5 tahun yang lalu. Kisah ini terjadi pada seorang Bapak sederhana, sebut saja “Kang Agus”. Yang pada saat itu menjadi seorang pimpinan di salah satu mini market yang cukup lumayan di kota tahu, Kediri Jawa Timur. Di perjalanan “kariernya”, dia sedang mengalami peristiwa yang ‘tidak wajar’ bagi orang pada umumnya. Bagaimana tidak? Dia tidak melakukan sesuatu yang semestinya bisa dia lakukan.

Jadi ceritanya begini. Waktu itu Kang Agus sedang bertanya kepada bawahannya yang berjenis kelamin perempuan; “maaf mbak.... saya minta dibantu. Tolong jelaskan bagian yang diberi stabilo warna kuning dalam buku laporan ini, saya kurang jelas. Terimakasih.”

Namun saat itu tiba-tiba Kang Agus macam dihantam tinju aperkatnya Mike Tyson, karena jawaban yang diterima tidak sebanding dengan sikap dan bahasanya Kang Agus saat bertanya. Perempuan itu menjawab dengan nada suara yang tinggi bahkan membentak-bentak sambil mengeluarkan rentetan peluru khas wanita yaitu ‘cerewet’ di hadapan muka Kang Agus.

Mbak itu menjawab seperti ini; “Buapak ini kayak anak SD aja... kayak gitu aja enggak mudeng. Kan sudah diwarnai dan dikelompokkan masing-masing, dulu kan sudah disepakati format laporannya seperti itu, kok masih nanya-nanya lagi. Bapak ini ganggu pekerjaan saya. Tahu gak kalo saya sedang sibuk.... “

Setelah mendengar jawaban dan menerima perlakuan seperti itu, maka Kang Agus mengucapkan “terimakasih” pada bawahan itu lalu meninggalkan tempat dan masuk ke ruangan pribadinya. Di ruangan itu Kang Agus duduk-duduk di kursi sambil senyum-senyum heran. Sambil menatap ke langit-langit, hati kecilnya berbicara; “kok dia marah-marah ya... saya kan cuma bertanya. Sekarang saya mustinya bisa lebih marah-marah lagi sama dia...tapi sudahlah.”

Satu jam kemudian Kang Agus menelpon dia, dan meminta dia masuk ke ruangan pribadinya. Sekali lagi Kang Agus menerima jawaban dan perlakuan yang ketus. Mbak itu menjawab; “tahu enggak Pak, kalau saya ini lagi sibuk. Jangan ganggu-ganggu saya dulu. Sudah!” Sambil menaruh gagang telpon dengan kasar. Lagi-lagi Kang Agus duduk keheranan sambil meletakkan telapak tangan kanannya di kening dan mengelus-elusnya.

Kurang dari satu jam Kang Agus kembali menelpon. Namun kali ini yang mengangkat telponnya malah pegawai yang lain. Kang Agus meminta dicarikan Mbak itu, namun dia tidak mau menerima telpon Kang Agus. Maka Kang Agus meninggalkan pesan agar dia segera datang ke ruangannya. Setengah jam menanti, tidak muncul-muncul juga orang yang ditunggu. Kang Agus mulai resah dan gelisah. Di dalam dadanya sedang berdetak kencang jantungnya dan berkecamuk hatinya. Keringat sebesar biji jagungpun mulai berjatuhan dari kepala dan tubuhnya. Sepertinya Kang Agus sedang jengkel besar. Mau marah tapi tidak ada sasaran. Maka Kang Agus pun hanya bisa berjalan kesana-kemari seperti orang kebakaran jenggot.

Tak lama kemudian terdengarlah bunyi ketukan pintu; “tok... tok... tok... permisi Pak...” sambil kepala tertunduk, Mbak itupun masuk.
“mari silahkan duduk mbak...” sambut Kang Agus dengan suara teduh. Beberapa menit terlewati tanpa suara, tidak ada yang mengawali pembicaraan.
Maka Kang Agus pun berdiri dan mengangkat suara; “mohon maaf sebelumnya ya mbak... mungkin tadi saya membuat mbak tersinggung dan marah-marah. Saya tadi cuma bermaksud minta tolong sama mbak untuk menjelaskan saja. Tapi sekali lagi saya mengucapkan terimakasih atas budi baik mbak. Dari jawaban mbak tadi, saya menjadi sadar atas kelemahan saya, ternyata saya masih terkesan seperti anak SD... mbak benar-benar menyadarkan saya. Sekali lagi terimakasih ya mbak.... “ sambil menyodorkan tangan kanannya untuk berjabatan.
Tiba-tiba terdengar suara sesenggukan yang agak tertahan keluar dari mulut mbak tadi yang juga disertai dengan tetesan airmata yang jatuh ke pipinya. Kepalanya terasa berat untuk terangkat, namun perlahan Mbak itu memberikan tangan kanannya untuk menyambut jabatan tangan Kang Agus. Kang Agus kaget, karena genggaman tangan mbak itu sangat kuat, berkeringat dingin dan cukup lama mengenggam tangan Kang Agus. Kang Agus pun membalas dengan genggaman yang kuat. Lalu terdengarlah suara agak berat keluar dari mulut si Mbak;
“saya berterimakasih atas perlakuan bapak pada saya. Saya berpikir saya akan kena marah atau diberhentikan dari sini, tapi bapak tidak melakukannya. Saya minta maaf yang sebesar-besarnya atas sikap saya pada Bapak tadi. Saya sadar kalau saya ini bawahan bapak, dan tidak dibenarkan kalau saya bersikap seperti itu. Sekali lagi tolong maafkan saya Pak. Dan terimakasih atas kebaikan Bapak.”
Kang Agus tersenyum manis dan menjawab; “Sama-sama terimakasih Mbak ... embak telah membantu saya untuk belajar menjalani kehidupan ini. Selamat bekerja kembali. Terimakasih.”
Kemudian si Mbak beranjak meninggalkan ruangan Kang Agus sambil mengusap airmatanya dengan tisu. Setelah si embak tadi keluar, Kang Agus lalu terduduk di kursinya sambil menarik nafas panjang seraya memejamkan kedua matanya sambil tersenyum simpul. Sepertinya terasa lega sekali hati Kang Agus.

Menemukan nilai luhur “tree magic” itu
Dari kisah di atas, saya menemukan 3 kekuatan yang luar biasa!! Yaitu nilai luhur “TREE MAGIC”, apa saja itu??! MAAF, TOLONG dan TERIMAKASIH. Ketiga hal ini berulangkali diucapkan oleh Kang Agus pada bawahannya tadi.
Kang Agus mengawali pembicaraannya dengan terlebih dahulu mengucapkan kata ‘maaf’. Coba dipikir apa kesalahan Kang Agus, kan belum didapati ada kesalahannya. Tapi dia terlebih dahulu meminta maaf. Hal ini sangat langka terjadi di abad masa kini. Jangankan minta maaf sebelum terjadi kesalahan, sudah terlihat jelas-jelas salah saja tidak mau minta maaf. Tapi Kang Agus mau melakukannya kepada seorang bawahan sekalipun. Sifat ini memang bagaikan emas diantara lumpur. Begitu berharganya sifat ini.
Selain kata ‘maaf’, Kang Agus juga mengucapkan kata ‘tolong’. Sebelum orang lain melakukan apa yang Kang Agus minta, dia terlebih dahulu mengawali dengan sebuah permohonan ‘tolong’. Permohonan ‘tolong’ telah menjauhkan dari kesan memerintah, dan lebih menghargai kemampuan orang lain. Itu sebabnya siapapun kita - yang membutuhkan bantuan orang lain, ada lebih baiknya untuk mendahului dengan sebuah permohonan kata ‘tolong’, (sebelum memerintah sekalipun).
Yang terakhir, tidak lupa Kang Agus juga mengucapkan kata ‘terimakasih’. Kata ‘terimakasih’ adalah sebagai bentuk balasan yang wajar, namun jika diucapkan dengan ketulusan hati maka dia dapat melebihi besarnya harta benda sang konglomerat. Sekali lagi sifat Kang Agus menjadi emas di antara lumpur yang sulit dijumpai di abad ini.

Pintu keluar
Kata; MAAF, TOLONG dan TERIMAKASIH mengandung unsur MAGIS yang MAHA DAHSYAT – sebuah kekuatan untuk mempengaruhi kepribadian setiap orang, meneduhkan suasana hati dan mengubah karakter seseorang untuk menjadi pribadi yang ‘sempurna’.
Nilai luhur “Tree Magic” ini tidak boleh ditinggalkan, dan jangan sampai menjadi barang yang “punah”. Kita musti melestarikannya. Ajarkan dan dedikasikan nilai luhur ini mulai di rumahtangga, bertetangga, bergereja, berbisnis, bekerja dan dalam melayani Tuhan, sebagai gaya hidup. Bangun karakter yang kuat melalui nilai luhur ini. Sebab itulah yang dikehendaki oleh Sang Ilahi, Tuhan yang sempurna, Tuhan yang menyayangi ciptaanNya, dan Tuhan yang menghendaki manusia dipermuliakan segambar dan serupa denganNya.
Soli Deo Gloria.