Renungan Keluarga: Imamat (12)

"…Kuduslah kamu, sebab Aku, TUHAN, Allahmu kudus" [Imamat 19:2]. "Karena suami yang tidak beriman itu dikuduskan oleh isterinya dan isteri yang tidak beriman itu dikuduskan oleh suaminya. Andaikata tidak demikian, niscaya anak-anakmu adalah anak cemar, tetapi sekarang mereka adalah anak-anak kudus “ [I Korintus 7:14]

Imamat pasal 19 dimulai dengan suatu perintah agar keluarga Yakub menjadi kudus, sebab Allah yang memanggil mereka adalah kudus. Kudus artinya dipisahkan untuk suatu maksud-maksud tertentu. Jika sesuatu itu kudus, maka ia tidak dapat lagi digunakan untuk sesuatu hal yang biasa dan umum. Keluarga yang kudus bagi Allah mempunyai arti bahwa keluarga ini tidak dapat lagi dipakai untuk sesuatu yang bukan merupakan maksud-maksud Allah sendiri. Keluarga ini telah dipisahkan untuk segala sesuatu yang bersifat biasa dan umum, serta dikhususkan hanya bagi rencana Allah saja.

[block:views=similarterms-block_1]

Kekudusan keluarga Yakub dihadapan Allah berarti bahwa keluarga Yakub haruslah melakukan semua perintah Tuhan, baik yang bersifat ritual (upacara-upacara korban dsb), maupun yang bersifat moral ( memiliki karakter Allah ). Pada Imamat pasal 19 ini, perintah Tuhan bagi keluarga Yakub agar menjadi kudus, lebih bersifat moral dari pada ritual. Keluarga Yakub dituntut untuk menyegani ayah dan ibunya (ay. 3), menjauhi penyembahan berhala (ay. 4), memperhatikan orang miskin dan orang asing (ay. 9-10, 13), bersikap adil dalam peradilan (ay. 15), serta perintah-perintah lain yang bersifat moral. Tuhan tidak berkenan jika umatNya hanya memperhatikan aspek ritualnya saja dalam menjaga kekudusan sebagai umat pilihanNya. Orang Farisi dan ahli-ahli Taurat di zaman Tuhan Yesus gagal dalam memiliki karakter Allah, dan terjebak dalam kekudusan secara ritual saja.

Tetapi ini bukan berarti Tuhan hanya memperhatikan aspek moral saja dalam mengungkapkan kekudusan. Bagi keluarga Yakub, mengungkapkan kekudusan baik aspek ritual maupun aspek moral, sama-sama penting. Bagaimana dengan keluarga-keluarga Kristen ? Jelas, bahwa yang terutama, keluarga Kristen haruslah bertumbuh dalam karakter Allah untuk mengungkapkan kekudusannya. Aspek ritualnya bukan diabaikan sama sekali, karena surat Korintus banyak menyinggung aspek ritual dalam ibadah Kristen, seperti peraturan dalam pertemuan ibadah, baptisan, penudungan kepala, dsb. Namun, kita harus berhati-hati jangan sampai menekankan aspek ritualnya, sehingga menghasilkan keluarga-keluarga yang tekun menjalankan ritual ibadah, tetapi tidak bertumbuh dalam karakter Allah. Aspek ritual dalam ibadah Kristen harus ditempatkan pada proporsi yang tepat.

Ada hal menarik yang perlu kita perhatikan berkaitan dengan kekudusan suatu keluarga Kristen. Dalam I Korintus 7:14 yang telah kita kutip diatas, ditegaskan bahwa seorang suami dapat menguduskan isterinya yang tidak beriman, dan sebaliknya. Bahkan, jika mereka mempunyai anak, maka anak-anak mereka adalah anak-anak yang kudus. Disini kita lihat suatu prinsip dalam keluarga, yaitu bahwa suami atau isteri sekalipun tidak beriman, namun ia dikhususkan bagi pasangannya. Dan, karena pasangannya kudus, maka suami atau isteri yang tidak beriman itu juga menjadi kudus. Jika prinsip ini dipahami dengan baik, maka wajarlah jika isteri atau suami yang beriman itu dapat dengan mudah menyelamatkan pasangannya dan membawanya mengikut Tuhan. Sangat ganjil, jika suami atau isteri hidup bersama selama puluhan tahun, namun salah satu dari mereka tetap tidak beriman. Semoga keganjilan seperti ini tidak terjadi dalam keluarga-keluarga Kristen.