TAK SELAMANYA MENDUNG ITU KELABU

Bagi orang yang sejaman dengan saya, pasti tahu bahwa judul artikel ini adalah kutipan dari sebuah lagu. Saya pikir ulasan artikel saya berikut bisa terangkum dengan apik sebagai 'TAK SELAMANYA MENDUNG ITU KELABU'.

Mazmur 23:4, Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman,
dalam terjemahan lain bunyinya demikian, 'sekalipun aku berjalan dalam bayang-bayang maut' atau, 'sekalipun aku berjalan dalam bayangan kematian'

Frasa tersebut mengundang pertanyaan serius: Mengapa?
Mengapa ada perjalanan dalam lembah kekelaman?
Mengapa harus berjalan dalam bayang-bayang maut?
Mengapa aku harus masuk dalam bayangan kematian?

Mengapa?
Mengapa?

Patutlah kita berimajinasi mengenai kondisi geografis tanah Palestina tempat hidup Daud si penulis Mazmur ini.

Jangan bayangkan bahwa kondisi geografis tanah Palestina itu jalanan yang nyaman, rata lalu banyak jalanan lebar yang mobil bisa leluasa mondar-mandir. Di kiri kanan jalan sekali-kali terlihat rambu-rambunya. Tidak. Tidak demikian.

Perjalanan mencari rumput yang hijau adakalanya adalah pertemuan dengan singa atau beruang. Pertemuan yang tidak disengaja. Pertemuan yang tanpa rencana. Malahan pertemuan yang menunda rencana bahkan bisa merusak rencana. Lebih gawat lagi, pertemuan yang berujung maut.

Tidak ada pagar perintang berduri atau penghalang yang bisa mencegah langkah singa ataupun beruang. Apabila datang singa atau beruang yang menerkam seekor domba dari kawanannya, maka Daud (baca: gembala domba) mengejarnya dan melepaskan domba itu dari mulutnya (1 Samuel 17: 34).

Jika seekor domba sudah ada di dalam mulut singa ataupun beruang, itu artinya apa Saudara????

Salah sekolah. Salah pergaulan. Salah dokter. Salah obat. Salah bisnis. Salah menikah. Salah sistem. Itu semua bisa-bisa saja seperti domba yang sudah ada di dalam mulut singa ataupun beruang.

aku tidak takut bahaya,
Saya akan menyampaikan sebuah illustrasi, demikian:

Ada seorang anak yang kira-kira usianya 7 tahun. Dia sibuk membaca buku cerita. Itu adalah masa emasnya untuk mengganyang cerita-cerita emas. Tentu itu bukan hal yang istimewa.

Tetapi itu perkara yang aneh ketika dia melakukannya di dalam pesawat yang tidak stabil. Penumpang pesawat semuanya panik, seakan-akan mereka sudah selangkah lagi memasuki alam kematian. Di sana sini terdengar jeritan dan teriakan kepanikan...

Hanya anak kecil itu saja yang tenang. Dia tidak lagi bisa membaca buku ceritanya. Tulisannya goyang-goyang karena pesawat itu goyang-goyang. Tapi dengan tenang dia membuka-buka buku cerita itu dan menikmati gambar-gambarnya dan selalu asyik dengan segala apa yang ada di buku cerita itu. Dia tertawa sendiri dan sesekali mengoceh sendiri.

Seseorang menghampirinya lalu bertanya, "Kenapa kamu tidak takut?"
Anak itu menjawab, "Papaku berkata bahwa dia akan membawaku pulang. Dan sekarang dia sedang mengendalikan pesawat ini."

Mungkin bagi anak itu, ini bukan kali pertama dia mengalami goncangan-goncangan keras dalam pesawat yang dia tumpangi. Tetapi dia selalu pergi dan pulang dengan selamat. Dia tahu bahwa papanya bukan hanya sekedar pilot, tetapi dia tahu bahwa papanya pilot mahir. Dan yang penting adalah dia ingat betul bahwa papanya sudah berkata membawanya pulang.

sebab Engkau besertaku
ini dikutib dalam Matius 1:23, Imanuel, yang menunjuk kepada kehadiran bayi Tuhan Yesus. Tuhan beserta kita di siang yang panas dan di malam yang gelap. Baik secara tersurat maupun secara tersirat Dia tahu bahasa: 'di siang yang panas dan di malam yang gelap' karena Dia beserta kita.


gadaMu dan tongkatMu, itulah yang menghibur aku.
Apa itu gada? Baiklah saya lampirkan data dari internet,

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Hanuman_in_Terra_Cotta

Patung Hanoman, dengan gunung Dronagiri di tangan kanannya dan gada di tangan kirinya.

Gambar sisip 1

Gada adalah sejenis senjata pemukul besar. Dalam arti lain gada juga berarti pemukul yang mempunyai duri-duri atau paku-paku disisinya. Di negara Inggris pada abad 17-an gada adalah salah satu senjata utama disamping kapak, pedang, ataupun panah. Tapi gada sekarang hanyalah sebagai alat pajangan dan beralih fungsi sebagai peralatan bertani.

Selanjutnya, tongkat. Tongkatnya bukan sembarang tongkat, tetapi ada bentuk tertentu. Yaitu bagian ujung atasnya berbentuk setengah lingkaran.

Ada beberapa fungsi tongkat, yaitu:

1. Jika gembala berjalan dengan tongkat itu maka tongkat itu diketuk-ketukkan di tanah. Sementara berjalan maka ketukan-ketukan itu punya makna bagi telinga kawanan domba. Ketukan-ketukan tongkat itu sebagai komunikasi non verbal.

2. Jika tanpa sengaja atau karena kecerobohan sehingga ada domba yang terpeleset ke jurang maka dengan sigap gembala segera memanfaatkan ujung tongkat itu untuk menarik leher domba yang malang.

3. Dan bisa juga domba-domba itu berlagak nakal. Maka gembala menggunakan ujung bawah tongkat sekedar memukul sebagai peringatan bagi domba nakal.

4. Ujung tongkat bawah juga dipakai oleh gembala untuk memeriksa kondisi rumput. Apakah ada jenis rumput yang beracun? Apakah ada reptil berbahaya yang sedang melata di antara rumput-rumput itu?

Gada dan tongkat ini sungguh-sungguh menghiburkan domba-domba, bahwasannya sang gembala tidak berjalan dengan tangan kosong. Gembala punya perangkat dan senjata. Pula dia punya kemahiran dalam menggunakan perangkat dan senjatanya.

Baiklah, berikut ini sebagai penutup ulasan ayat 4 dari Mazmur 23.

Tak selamanya mendung itu kelabu.....itu adalah kutiban sebuah lagu.
Tetapi itu adalah realita cuaca...
Dan juga realita dari perjalanan iman kita.
Serta bagian dari pengalaman kita tentang siapa Tuhan kita dan bagaimana Dia beracara dalam hidup kita.

Ini ada kutipan yang saya dapatkan di Facebook, dalam rangka 100 tahun kapal TITANIC.

Bertahun-tahun yang lalu di Skotlandia, keluarga Clark ingin sekali berlibur ke USA. Ia dan istrinya dengan tekun menabung, agar mereka sekeluarga bisa berlibur ke USA. Setelah beberapa tahun menabung, mereka memperoleh uang yang cukup untuk berlibur. Tuan Clark, istri dan anak-anak mereka sudah mendapat pasport, dan kini mereka siap tuk mewujudkan impian bersama.

Di saat Clark sekeluarga dipenuhi rasa sukacita dan antusiasme yang begitu besar membayangkan liburan, anak mereka yang bungsu digigit anjing. Itu terjadi 7 hari sebelum keberangkatan mereka. Dokter menjahit bekas gigitan dan memberikan obat. Karena khawatir akan kemungkinan terkena rabies, keluarga ini harus menjalani karantina selama 14 hari.

Impian mereka hancur, mereka tidak bisa berlibur ke USA seperti yang sudah direncanakan. Sang ayah dipenuhi rasa kecewa, ia bergegas ke dermaga hanya untuk memandangi keberangkatan kapal pesiar tanpa keluarga Clark. Ia menangis dan mulai menyalahkan anaknya, bahkan Tuhan atas kejadian itu. 5 hari kemudian, tersebar berita tragis di Skotlandia bahwa kapal TITANIC tenggelam. Kapal yang diklaim tidak bisa tenggelam itu ternyata tenggelam.

Seharusnya keluarga Clark juga berada di kapal itu, tetapi karena anaknya digigit anjing, terpaksa mereka tidak bisa ikut. Ketika Tuan Clark mendengar berita itu, ia memeluk anaknya dan berterima kasih atas kejadian yang membuat mereka tidak jadi berangkat. Ia juga berterima kasih kepada Tuhan yang telah menyelamatkan hidup mereka sekeluarga. Apa yang tadinya dianggap sebagai TRAGEDI, ternyata menjadi BERKAT bagi keluarga mereka.

Itulah sepotong kisah dalam rangka 100 tahun Titanic.

Mazmur 23:4,
Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman,
aku tidak takut bahaya,
sebab Engkau besertaku;
gadaMu dan tongkatMu,
itulah yang menghibur aku.

Yvonne Sumilat, 11 Januari 2016,
yang sangat setuju bahwa tak selamanya mendung itu kelabu.