Visi Rohani dalam Perspektif Alkitab Bagi Para Pemuda Masa Kini

Oleh Samuel T. Gultom, M.Th

 

VISI ROHANI DALAM PERSPEKTIF ALKITAB
BAGI PARA PEMUDA MASA KINI
Samuel T. Gunawan, SE, M.Th

“Where there is no vision, the people perish: but he that keepet the law, happy is he (Dimana tidak ada visi, umat pun binasalah: Tetapi dia yang berpegang pada hukum, berbahagialah dia)” - Amsal 29:18, King James Version -


Prolog

Tidak ada kehidupan yang dapat dijalani dengan penuh arti bagi Tuhan dan tidak ada pekerjaan penuh arti yang dapat dilakukan bagi Tuhan jika tidak dilandasi kuat oleh sebuah visi rohani (spritual vision). Melalui suatu perjumpaan dengan Tuhan, Abraham dalam ketaatan iman mengemban visi dari Tuhan untuk pergi ke suatu negeri yang ditunjukkan Tuhan baginya (Ibrani 11:8; Bdk Kejadian 12:1-4). Visi yang Tuhan berikan kepada Musa dalam perjumpaan di “Semak Duri Yang Menyala” di Gunung Horeb, telah mengubah hidup Musa, dari seorang pengembala domba menjadi pemimpin umat Israel yang besar dan termasyur itu (Keluaran 3:1-22; Ibrani 11:23-29). Baik Abraham maupun Musa, mendapat visi dari Tuhan yang berakar kuat dalam diri mereka. Jadi, visi dari Tuhanlah yang mengangkat seseorang dari taraf yang biasa-biasa saja dan memungkinkan dia mencapai hal-hal besar bagi kemuliaan Tuhan.

Pengertian Visi

Jerry C. Wofford mendefiniskan visi sebagai, “Suatu keadaan masa depan yang ideal atau unik yang terkristal menjadi suatu gambaran atau pernyataan singkat” (Wofford, J.C, 2001., Kepemimpinan Kristen Yang Mengubahkan. terjemahan, Penerbit ANDI: Yokyakarta, hal 48). Burt Nanus menggambarkan visi sebagai, “suatu gagasan yang begitu menguatkan sehingga menjadi lompatan awal menuju ke masa depan dengan cara menggalang bersama keterailan, talenta dan sumberdaya untuk mewujudkannya” (Boa, Kenneth, Sid Buzzell & Bill Perkins, 2013. Handbook To Leadership. Terjemahan, Penerbit Yayasan Komunikasi Bina Kasih: Jakarta, hal. 118). Sementara itu, Charles Swindoll mendeskripsikan visi secara lengkap sebagai sebagai berikut, “visi adalah sesuatu yang penting untuk keberlangsungan hidup. Visi lahir dari adanya iman, ditopang oleh pengharapan, dipercerah oleh imajinasi dan diperkuat oleh semangat. Visi lebih besar daripada penglihatan mata jasmani, lebih dalam daripada impian, lebih besar daripada sebuah gagasan. Visi mencakup pemandangan luas yang berada di luar batas-batas perkiraan, kepastian dan sangkaan, Tanpa visi, tidak mengherankan bila tamatlah riwayat kita” (Gordon, Bob, 2000., Visi Seorang Pemimpin. Terjemahan, Penerbit Nafiri Gabriel: Jakarta, hal 1).

Visi Pribadi dan Visi Bersama

Ada dua tahap dari visi rohani, yaitu: visi pribadi dan visi bersama. Visi pribadi adalah visi rohani yang Tuhan berikan secara pribadi kepada seseorang. Visi pribadi merupakan pekerjaan Roh Kudus dalam kehidupan seseorang yang dialaminya pada saat perjumpaan dengan Tuhan, misalnya pada saat pertobatan atau saat dipanggil dalam suatu pelayanan khusus. Sebagai contoh Rasul Paulus mendapatkan visi pribadi pada peristiwa perjumpaannya dengan Tuhan (Kisah Para Rasul 9:3-30; 26:1-24). Sedangkan visi bersama adalah visi rohani yang diberikan kepada satu orang tetapi berpengaruh pada orang-orang lainnya, tidak hanya pada satu orang itu saja. Biasanya, untuk sebuah visi bersama Allah akan mengirim orang-orang untuk menjadi sebuah tim dalam proses pelaksanaan visi tersebut. Sebagai contoh Musa mendapat visi dari Tuhan untuk membebaskan orang Israel dari perbudakan di Mesir, serta menutun bangsa itu keluar dari sana menuju Tanah Perjanjian. Visi ini melibatkan orang banyak, baik para pemimpin yang diangkat oleh Musa sebagai tim maupun umat Israel secara keseluruhan (Keluaran 3:1-12; 18:13-26).

Alasan Mengapa Kita Memerlukan Visi

Ada banyak alasan mengapa kita membutuhkan visi bagi hidup kita, antara lain: membuat kita memiliki prioritas dan lebih fokus; meningkatkan efisiensi dan mendorong efektifitas; membantu dalam menyusun rencana dan strategi yang tepat; memberikan motivasi dan semangat; menghindari frustasi; menarik orang untuk bersatu dan berpartisipasi; menjadi alat untuk menilai dan mengevaluasi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa visi dari Tuhan akan menentukan arah kehidupan seseorang.

Perlu diketahui, hidup adalah sebuah perjalan linier dan setiap perjalanan pastilah memiliki tujuan. Menurut Alkitab, tujuan hidup tertinggi manusia (Roma 11:36), sebagaimana ditegaskan dalam Katekismus Westminster adalah “untuk memuliakan Allah dan menikmati Dia selama-lamanya” (Williamson, G.I, 2006. Katekismus Singkat Westminster. Terjemahan, Penerbit Momentum: Jakarta). Karena itu, tujuan-tujuan lainnya dari hidup manusia baik yang bersifat personal, profesional (bisnis, organisasi, lembaga, dll), dan spiritual, semuanya harus diikat pada premis tujuan “untuk kemuliaan Allah” ini. Jadi, seseorang memerlukan visi Tuhan yang akan menuntun dan mengarahkannya mencapai tujuan-tujuan yang akan memuliakan Tuhan (Filipi 3:13-14).

Menemukan dan Mengenali Visi

Pertanyaan logis muncul saat kita membahas hal yang subjektif, yaitu “bagaimanakah menemukan dan mengenali visi rohani yang benar-benar dari Tuhan? Ada beberapa kriteria, yaitu: Pertama, visi dari Tuhan adalah hasil dari perjumpaan seseorang dengan Tuhan, dan Tuhanlah yang menciptakan dan menanamkan visi itu. Kedua, sebuah visi diperoleh dari suatu pengenalan akan Tuhan dan kehendakNya. Ketika Musa berdoa, “Maka sekarang, jika aku kiranya mendapat kasih karunia di hadapan-Mu, beritahukanlah kiranya jalan-Mu kepadaku, sehingga aku mengenal Engkau, supaya aku tetap mendapat kasih karunia di hadapan-Mu. Ingatlah, bahwa bangsa ini umat-Mu” (Keluaran 33:13). Doa Musa tersebut dikabulkan oleh Tuhan, sebagaimana disebutkan dalam Mazmur 103:7 dikatakan “Ia telah memperkenalkan jalan-jalan-Nya kepada Musa, perbuatan-perbuatan-Nya kepada orang Israel”. Dengan kata lain Musa mendapat visi dari Tuhan karena ia mengenal (jalan-jalan) Tuhan. Ketiga, visi dapat timbul karena adanya suatu dorongan yang kuat, yaitu hati yang terbeban untuk suatu hal yang khusus (Matius 9:35-38: Nehemia 1:1-11). Keempat, visi dari Tuhan dapat dilihat, didengar, dialami, dapat bersifat pribadi, dan dapat juga bersifat nubuat dari orang lain yang diutus oleh Tuhan (Kisah Para Rasul 9:1-19a). Kelima, visi dari Tuhan memberi dampak yang menghidupkan dan mengubahkan, memberi dorongan kuat untuk melangkah maju menuju sasaran dan melakukan hal-hal yang sejalan dengan visi itu, serta bersifat menguduskan, yaitu menguduskan mereka yang mendapatkan visi itu dan orang-orang disekitarnya (Kejadian 17:1). Keenam, walau pun disebut paling akhir, ujian pertama yang menentukan benar atau tidaknya suatu visi dari Tuhan adalah kesesuaiannya dengan Alkitab, yaitu kesesuaiannya dengan norma, nilai-nilai moral dan kebenaran yang terkandung di dalam Alkitab (1 Tesalonika 5:21).

Para Pemuda dan Visi Tuhan Bagi Mereka

Kebanyakan orang di dalam Alkitab memberi tanda pada sejarah ketika mereka masih muda. Yusuf masih muda saat mendapat visi dari Tuhan (Kejadian 37:1-11) dan visi itu membawanya ke kursi Perdana Menteri di Mesir, untuk mengatasi kelaparan yang melanda seluruh dunia pada zamannya (Kejadian 41:45-46). Samuel dipanggil Tuhan di masa mudanya dan visi ini mengantarkannnya menjadi nabi Tuhan seumur hidupnya (1 Samuel 2:26; 3:1,20). Daud diurapi diusianya yang masih belia, dan visi ini mengantarnya ke singgasana Raja Israel yang berkenan dihadapan Tuhan (1 Samuel 16:12-12; 2 Samuel 5:4; Kisah Para Rasul 13:22). Daniel menemukan visi Tuhan diusia mudanya, dan ini mengantarkannya menjadi orang penasihat dan yang terpenting di Kerajaan Babel, Media dan Persia (Daniel 1:3-6). Yeremia dipanggil diusia muda sebagai nabi Tuhan bagi Israel (Yeremia 1:6). Nehemia menemukan visi Tuhan bagi hidupnya, ia mengerti mengapa ia berada dalam posisinya sebagai juru minum raja Artahsasta saat itu (Nehemia 1:1-11), dan visi inilah yang mengantarnya ke kursi Bupati untuk tujuan melindungi umat Allah pada masa itu. Yesus masih muda ketika Dia mengerjakan pelayanan-Nya dan mengubah sejarah (Lukas 3:23). Para pemimpin gereja mula-mula muncul pada saat mereka masih muda. Para rasul (kecuali Petrus), Paulus, dan Timotius adalah para pemimpin gereja mula-mula yang dipanggil di masa muda mereka untuk mengubah dunia melalui Injil Kristus. Sejarah gereja memberikan kepada kita daftar panjang nama-nama para pemuda yang telah menemukan visi Tuhan dalam hidupnya dan melakukan sesuatu yang berdampak bagi banyak orang. Marthin Luther, John Calvin, Charles dan Jhon Wesley, Jonathan Edward, Hanson Taylor, Marthin Luther King Jr, D.L. Moody, Abraham Kuyper, Billy Graham, dan lain-lain, adalah sedikit dari banyak daftar orang-orang yang dipanggil di usia muda mereka.

Para pemuda bukan saja harapan orang tua, tetapi juga menjadi harapan negara dan gereja di masa yang akan datang, ditangan mereka terletak masa depan dunia ini. Tetapi, harapan tinggal harapan bila tidak ada respon dan aksi. Karena itu, para orang tua dan gereja perlu mempersiapkan, mengarahkan membimbing, dan membekali para pemuda, baik secara mental, emosional, intelektual, dan spiritual; memfasilitasi dan melengkapi mereka sehingga mampu menjadi orang-orang yang mewarnai dunia dengan visi Tuhan. Sikap yang sama harus dimiliki oleh para pemuda, dimana mereka harus menemukan tujuan Tuhan bagi hidup mereka, kemudian menggunakan energi, bakat, berbagai kemampuan dan karunia yang mereka dimiliki bagi tujuan Tuhan. Berbagai bakat dan kemampuan itu antara lain: artistik, arsitek, desainer, politisi, pendidik, teknokrat, birokrat, akuntan, pengacara, pembisnis, farmasi, medikal, dan lainnya. Para pemuda diberi energi, bakat, dan kemampuan bukan untuk memuaskan nafsu mereka (2 Timotius 2:22), tetapi sebaliknya, untuk menjadi “teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu” (1 Timotius 4:12).

Rasul Paulus dan Tujuan Hidup: Sebuah Contoh Dari Kegairahan Hidup Bagi Allah

Dalam dua dekade Pelayanannya, Paulus meraih banyak keberhasilan yang menakjubkan. Apa yang menggerakan semangatnya? Apa yang membuatnya dapat melakukan pekerjaan seperti itu? Dalam Filipi 3:7-9 ia mengatakan, “Tetapi apa yang dahulu merupakan keuntungan bagiku, sekarang kuanggap rugi karena Kristus. Malahan segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia dari pada semuanya. Oleh karena Dialah aku telah melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah, supaya aku memperoleh Kristus, dan berada dalam Dia bukan dengan kebenaranku sendiri karena mentaati hukum Taurat, melainkan dengan kebenaran karena kepercayaan kepada Kristus, yaitu kebenaran yang Allah anugerahkan berdasarkan kepercayaan”. Paulus telah menemukan visi Tuhan bagi hidupnya, dan itulah tujuan hidupnya. Ia mengejarnya dengan penuh gairah! Paulus adalah seorang yang kecanduan Allah (a God-intoxicated man); Allah berada di jantung pengajarannya. Kata ‘Theos (Allah)’ muncul dalam tiga belas surat kirimannya tidak kurang dari 548 kali. Bagi Paulus, Allah berdaulat penuh dalam segala hal: “Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya! (Roma 11:36)”. (Chamblin, J. Knox., 2006. Paul and The Self: Apostolic Teaching For Personal Wholeness. Terjemahan, Penerbit Momentum : Jakarta, hal 28).

Sebelum pertobatannya yang dramatis (Kisah Para Rasul 9), Paulus mempunyai tujuan lain dalam hidupnya. Sebagai anggota kaum Farisi dan yang lulus dengan predikat terbaik dari akademi saat itu, Paulus telah mencapai kedudukan tertinggi. Sebenarnya, ia dapat menyombongkan pendidikannya, asal-usul keturunannya, dan praktik-praktik keagamaannya, intelektualitas dan kesalahennya yang mengagumkan. Namun Paulus menganggap semua yang diperolehnya melalui usaha-usahanya sebagai sampah bila dibandingan dengan nilai yang diperolehnya ketika mengenal Kristus. Paulus lebih suka membuang semua yang diperolehnya supaya mengenal Kristus. Karena mengenal Kristus tidak ternilai harganya, Paulus membaktikan hidupnya untuk mengenal Juruselamat. Itulah tujuan dan gairah hidupnya. Tujuan itu mengukir segala sesuatu yang diperbuatnya dan berpengaruh terhadap semua yang dipimpinnya. (Boa, Kenneth, Sid Buzzell & Bill Perkins, 2013. Handbook To Leadership. Terjemahan. Penerbit Yayasan Komunikasi Bina Kasih: Jakarta, hal. 90).

Tujuan kekal Allah mencerminkan kebijaksanaanNya yang sempurna dan kekal, dan Ia merancang dunia ini sedemikian rupa sehingga kita merasakan kebahagiaan yang paling besar apabila Allah dimuliakan dalam hidup kita. Dengan alasan yang tak terselami oleh kita, Allah memiliki kegairahan agar kita berada dalam rancangan dan kehendakNya. Dia inginkan hubungan yang dekat dengan kita dan kita berpartisipasi dalam tujuan dan maksudNya yang kekal apabila kita mencari Dia dengan sepenuh hati.

Epilog

Akhirnya, meskipun akan ada banyak tantangan dan pergumulan yang harus dihadapi, khususnya oleh para pemuda, namun Allah tidak tinggal diam. Tuhan sudah menyediakan berkat yang melimpah melalui janji-janjiNya kepada kaum muda. Rasul Yohanes, mengingatkan “Aku menulis kepada kamu, hai orang-orang muda, karena kamu telah mengalahkan yang jahat. Aku menulis kepada kamu, hai orang-orang muda, karena kamu kuat dan firman Allah diam di dalam kamu dan kamu telah mengalahkan yang jahat” (Yohanes 2:13b, 14b). Rasul Paulus mengatakan ““Tetapi dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita” (Roma 8:37). Kata Yunani untuk frase “more than conquerors (lebih dari pemenang)”, adalah “hupernikomen” yang berarti “mendapat kemenangan mutlak”. Sedangkan kata Yunani untuk “pemenang” adalah “nikon”, yang berarti “menang atau mengalahkan”. Menggambarkan seorang yang oleh kasih karunia Allah yang diterimanya melalui iman kepada Yesus Kristus telah mengalami kelahiran kembali (regenerasi) dan tinggal tetap di dalam kemenangan atas dosa, dunia dan Iblis. Para pemuda yang kuat dan mengalahkan si jahat adalah mereka yang menolak untuk berkompromi dengan dunia dan kefasikan (Roma 12:1-2); tetap setia pada Kristus sampai saat yang paling akhir dan memperoleh mahkota sebagai hadiah (1 Korintus 9:25; Wahyu 3:10).

Ringkasnya, para pemuda perlu menemukan visi Tuhan bagi hidup mereka karena visi itu akan mengarahkan mereka pada tujuan hidup yang memuliakan Tuhan! Mereka perlu memiliki visi tentang siapa Allah dan masa depan yang ada di tanganNya bagi mereka. Mereka juga perlu memiliki kepekaan tentang apa panggilan (tujuan) Allah bagi mereka!

REFERENSI

Boa, Kenneth, Sid Buzzell & Bill Perkins, 2013. Handbook To Leadership. Terjemahan, Penerbit Yayasan Komunikasi Bina Kasih: Jakarta, hal. 90).
Chamblin, J. Knox., 2006. Paul and The Self: Apostolic Teaching For Personal Wholeness. Terjemahan, Penerbit Momentum : Jakarta.
Gordon, Bob, 2000., Visi Seorang Pemimpin. Terjemahan, Penerbit Nafiri Gabriel: Jakarta.
Ridderbos, Herman., 2004. Paul: An Outline of His Theology. Terjemahan, Penerbit Momentum : Jakarta.
Stamps, Donald C., ed, 1995. Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang.
Stanley, Andi, 2002., Visioneering: Bagaimana Mengubah Impian Anda Menjadi Kenyataan. Terjemahan, Penerbit ANDI: Yokyakarta.
Susanto, Hasan., 2003. Perjanjian Baru Interlinier Yunani-Indonesia dan Konkordansi Perjanjian Baru, jilid 1 dan 2. Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT : Malang.
Williamson, G.I, 2006. Katekismus Singkat Westminster. Terjemahan, Penerbit Momentum: Jakarta.
Wofford, Jerry C, 2001., Kepemimpinan Kristen Yang Mengubahkan. Terjemahan, Penerbit ANDI: Yokyakarta.



Profil : Samuel T. Gunawan, SE, M.Th adalah pendeta dan teolog Protestan Kharismatik, Gembala di GBAP El Shaddai Palangka Raya; Mengajar Filsafat dan Apologetika Kharismatik di STT AIMI, Solo.
Artikel-artikelnya dapat ditemukan di : (1) Googgle dengan mengklik nama Samuel T. Gunawan; (2) Website/ Situs : e-Artikel Kristen Indonesia; (3) Facebook : Samuel T. Gunawan (samuelstg09@yahoo.co.id.).