Apakah Hidupku Berkesan Baik?

Oleh: Ev. Margareth Linandi

Ada seorang anak Tuhan yang memiliki tujuan ingin memberitakan Injil ke segala tempat. Satu kali, dia memberanikan diri untuk berbicara dengan papa dan mamanya sebelum dia pergi memberitakan Injil ke desa-desa terpencil. Dia berkata, ”Pa, Ma, ayo dong ikut Nani (bukan nama asli) pergi ke gereja! Enak loh mengenal Tuhan itu.” Kemudian muncul satu jawaban yang sangat menyesakkan Nani dari papanya, ”Nak, kami tahu sekali bahwa Tuhan Yesus sangat baik, dan dia sangat sayang dengan kami semua. Kami juga ingin percaya kepada Tuhan, tetapi kami tidak bisa pergi ke gereja. Mengapa? Karena kelakuanmu sehari-hari belum menjadi contoh bagi kami. Bagaimana tidak, kamu selalu marah-marah dan melawan kami. Ketika kami menasihatimu untuk tidak pulang larut malam dengan temanmu, kamu tidak menurutinya. Kami selalu mendapat laporan dari kepala sekolah bahwa kamu sering menyontek waktu ulangan, kamu juga suka menjahili guru dan tidak mendengarkan perkataannya, sehingga hasil ulanganmu selalu 'Do, Re, Mi'. Apakah Tuhan Yesus mengajarkan seperti itu? Tentu tidak kan? Cobalah perbaiki dahulu sikapmu itu, baru kemudian kamu bisa mengajak kami pergi ke gereja.”



Mendengar pengakuan papanya, Nani menjadi sangat malu. Dia segera masuk ke kamar dan berlutut, serta berdoa meminta Tuhan mengampuninya, dan mengubahkan dia menjadi anak yang selalu memuliakan nama-Nya melalui perbuatan.

Terkadang, kita pun sama dengan Nani. Kita ingin orang lain percaya dan diselamatkan, akan tetapi kelakuan kita tidak menjadi berkat bagi banyak orang. Justru kelakuan kita menghambat orang untuk datang kepada Tuhan. Tuhan Yesus dalam Matius 5:48 mengatakan, ”hendaklah kamu sempurna, sama seperti Bapamu sempurna.” Pertanyaannya adalah mudahkah untuk sempurna? Sebagian orang berpendapat bahwa itu sulit, tetapi Tuhan menuntut kita untuk sempurna. Sempurna ini bukan berarti kita bebas dari dosa, tetapi sedapat mungkin kita hidup memuliakan nama Tuhan dan menyenangkan hati Tuhan. Menjadi contoh bagi banyak orang, baik dalam segala aspek hidup kita meliputi pikiran, perkataan, dan perbuatan kita. Perintah Yesus ditegaskan lagi dalam Matius 5:13 bahwa kita harus menjadi garam dunia. Garam di sini melambangkan perkataan kita. Terkadang secara tidak sengaja, ada perkataan kita yang menyinggung perasaan orang lain sehingga orang lain tersinggung dan sakit hati dengan perkataan kita. Atau ada kalanya kita tidak menyadari, bahwa perkataan kita sudah menimbulkan luka di hatinya.

Garam berfungsi untuk memberikan pengaruh rasa asin pada orang yang mencicipinya, akan tetapi sangatlah menyedihkan kalau kita sebagai garam dunia tidak bisa memberikan pengaruh baik pada keluarga juga orang lain. Alkitab secara tegas mengatakan dalam ayat 13b, tidak ada gunanya selain dibuang dan diinjak orang.. Luar biasa dampaknya, alangkah menyakitkan dan menyedihkan kalau kita tidak berguna dan tidak menjadi berkat sehingga diremehkan orang dan mempermalukan nama Tuhan.

Kita juga adalah terang dunia. Ini berarti bahwa perbuatan kita harus menjadi contoh bagi dunia ini, ketika kita mempunyai terang, tidak mungkin kita menyembunyikan terang itu. Tetapi sebaliknya, terang itu membuat orang lain melihat kita dan sebagai dampaknya adalah kita memuliakan Tuhan dalam perbuatan kita dan terlebih, Tuhan dipuji. (Matius 5:16).

Kita sebagai garam dan terang dunia, apakah kita sudah membuat orang lain berkesan baik tentang kita? Atau sebaliknya, orang lain setiap melihat kita mengganggap kita sebagai pembawa masalah, dan mempermalukan nama Tuhan?
     
Ketika kita mau membawa orang lain pada Tuhan, kita harus lebih dulu menjaga kesucian hidup kita, supaya akhirnya orang melihat perbuatan kita yang baik dan memuliakan nama Tuhan. Contoh: ketika kita ingin orang tua kita berhenti merokok, maka kita sebagai anak Tuhan juga harus berhenti merokok. Ketika kita ingin dihormati orang, maka kita juga harus menghormati mereka terlebih dahulu.

Biarlah orang lain mempunyai kesan baik tentang kita dan nama Tuhan dimuliakan. Amin.