Dosa dan Masalah
Oleh: Yon Maryono
Pada saat kita berfikir tentang istilah pekerja maka tidak terlepas dari definisi orang yang melakukan pekerjaan untuk memperoleh penghasilan, dapat berupa gaji atau materi baik materi, uang maupun non materi. Tetapi bila istilah pekerja itu dikaitkan dengan PSK atau pekerja Seks Komersial, anda akan termenung benarkah istilah pekerja itu sama dengan definisi yang kita harapkan? Mengapa perbuatan percabulan atau perzinahan dikatagorikan pekerjaan sebagaimana profesi lainnya? Hal ini menunjukan bahwa tindak pelanggaran asusila yang merupakan perbuatan dosa dikemas menjadi pelanggaran yang merupakan masalah sosial.
Memaknai Dosa
Mencoba memahami pengertian dosa didasarkan Alkitab, maka segala pengertian dosa harus berlatar belakang pelanggaran manusia terhadap hukum Allah (1 Yohanes 3:4).
Dosa adalah kegagalan, kekeliruan atau kesalahan, kejahatan, pelanggaran, tidak menaati hukum, kelaliman atau ketidak adilan dengan ciri utama dalam segala seginya tertuju kepada Allah (Ensiklopedi Alkitab Masa Kini I, hal. 257). Definisi tersebut menunjukan bahwa lingkup dosa tidak hanya berupa tindakan misalnya pembunuhan, itu pasti! Ajaran kesepuluh hukum Allah jelas, dan semua orang mengatakan kejahatan, tetapi Alkitab mengatakan lebih dari itu: Markus 7: 21-22 diuraikan: Dosa timbul dari hati dan pikiran; sebab dari dalam, dari hati orang timbul segala pikiran jahat, percabulan, pencurian, pembunuhan, perzinahan, keserakahan, kejahatan, kelicikan, hawa nafsu, iri hati, hujat, kesombongan, kebebalan (Mark 7:21-22 bdn Gal 5:19-21)
Dengan demikian, dosa adalah ketidaktaatan yang disengaja kepada Allah. Ketaatan itu dapat berupa suatu perbuatan, jalan pikiran, keinginan yang tidak hanya mendukakan Allah tetapi juga menyakiti sesama dan diri sendiri, bahkan dapat merusak kesejahteraan seluruh komunitas atau jemaat.
Akibat dosa
Sebenarnya, apa yang seharusnya dirasakan manusia bila melakukan perbuatan dosa atau melanggar perintah Tuhan!
Pertama: Manusia bersembunyi dan gentar berhaapan dengan Allah. Manusia yang bernama Adam bersembunyi dari hadapan Allah, malu dan ketakutan. (Kej 3:8). Manusia gentar berjumpa dengan Allah, Sebab barang siapa berbuat jahat, membenci terang dan tidak datang kepada terang itu, supaya perbuatan-perbuaannya yang jahat itu tidak tampak (Yoh 3:20). Manusia yang berdosa cenderung mengabaikan kebenaran Firman Tuhan, ia menyembunyikan dosanya dalam kegelapan.
Kedua: Sikap menyalahkan Allah. Lihatlah sikap Adam: “Perempuan yang Kau tempatkan di sisiku” penyebab dosa! (Kej 3:12). Seolah karena dia diberikan pendamping menjadi penyebab semuanya itu. Dosa ditutup dosa yang justru menjerumuskan manusia ke tempat lebih gelap sehingga menjauhkan dirinya dengan Allah. Karena itu, setiap orang yang tetap berbuat dosa, tidak melihat dan tidak mengenal Dia (1 Yohanes 3:6).
Ketiga: Allah menyembunyikan wajah-Nya. Akhirnya, sikap Allah sangat jelas: Aku telah menyembunyikan wajah-KU oleh karena kejaharan mereka. (Yer 33:5). Makna menyembuyikan wajahKu secara kiasan berkaitan dengan ketidak hadiran Allah dihadapan manusia. Apa akibatnya bila kita kehilangan wajah Tuhan atau Tuhan tidak bersama kita? Indra Tuhan tidak berpihak pada kita, mata Tuhan yang menjelajah seluruh bumi untuk melimpahkan kekuatanNya kepada mereka yang bersungguh hati terhadap Dia tidak terjadi oleh karena mereka berlaku bodoh. (1 Taw 16:9).
Keempat : Manusia akan mengalami konflik hubungan antar sesama dan dalam diri sendiri. Hubungan yang harmonis antar sesama menjadi rusak, manusia yang hidup dalam kegelapan kehilangan persekutuan dengan sesama.
Kompromi dan Kemunafikan
Setelah mengetahui dosa dan akibatnya, mengapa kita kurang waspada, tetap melihat dosa sebagai masalah bukan dosa adalah dosa. Mungkin banyak sebab yang normatif, antara lain belum mengerti dan paham firman Tuhan, belum hidup baru, kurang intim dalam doa kepada Tuhan, dan lain-lain. Yang ingin saya katakan bahwa ada orang setiap setiap hari baca Alkitab dan berdoa, dosen atau pendeta yang setiap hari mengajar teologi, mereka jatuh.
Oleh karena itu, diidentifikasi persoalan besarnya antara lain :
Pertama, kompromi. Ya, kompromi terhadap dosa. Seperti contoh PSK di atas. Percabulan adalah hubungan mesum biasanya dianggap sama dengan perzinahan. Zinah dalam bahasa Yunani Porneia mulanya berarti hubungan seks sebelum kawin, tetapi kemudian mempunyai arti yang lebih luas yakni hubungan seks yang tidak wajar. Tetapi bila kita baca Matius 5:28 Tuhan berkata : setiap orang yang memandang perempuan dan menginginkannya, sudah berzinah dengan dia didalam hatinya. Di ayat ini “keinginan” sama sifatnya dengan perbuatan. Padahal siksaan atas perbuatan percabulan telah digambarkan dalam Yudas 1:7 seperti Sodom dan Gomora dan kota-kota sekitarnya, yang dengan cara yang sama melakukan percabulan dan mengejar kepuasan-kepuasan yang tak wajar, telah menanggung siksaan api kekal sebagai peringatan kepada semua orang. Dengan demikian, apabila dosa perzinahan dikompromikan dengan masalah sosial yang sudah merata, dan dianggap kesusilaan itu tidak perlu dipersoalkan bagaikan kebutuhan minuman dan makanan, maka kompromi ini telah menganggap Firman Tuhan tidak sebagai hukum atau perintah tetapi sebagai nasehat yang boleh dilakukan atau tidak dilakukan tergantung situasi dan kondisi. Mungkin lebih tepat bila dikatakan bahwa kompromi tersebut mengarah Dosa ditutup dengan dosa.
Kedua, Kemunafikan, termasuk keserakahan dan kesombongan. Kata Yunani Hupokrites berarti seorang pemain drama, buta terhadap kesalahan mereka (Mat 7:5), hanya Kristus satu-satunya yang dapat membaca isi hati sesungguhnya, yang dapat menghakimi mereka sebagai munafik. (Mat. 23:27-28). Cobalah kita renungkan setiap ketidak harmonisan hubungan kita dengan saudara, rekan atau kolega. Hal itu mungkin terjadi disebabkan karena kemunafikan, keserakahan dan kesombongan, akibatnya kita sudah kehilangan kasih terhadap sesama. Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi sesama (bukan hanya orang Kristen) seperti Aku mengasihi kamu (Yohanes 13). Ya, hukum kasih yang setiap minggu diucapkan dalam kebaktian di gereja itu adalah perintah bukan nasehat, tetapi orang banyak menabraknya.
Mungkin kita banyak menemukan dalam kehidupan sehari-hari bahkan kehidupan bergereja terjadi pengemasan serupa dalam lain konteks. Kita sudah kehilangan hikmat untuk membedakan antara dosa dan masalah, sehingga kecenderungan penyelesaiannya didasarkan latar belakang masalahnya dan pendekatannya dapat kearah manajemen konflik, ekonomi, psikologi atau disiplin ilmu lainnya dengan mengabaikan firman Tuhan, aspek spiritual, sebagai perintah dalam kehidupan.