Kemanusiaan dan Keilahian Kristus

Oleh: Pdt. Samuel T. Gunawan, M.Th

Khotban Ibadah Raya GBAP El Shaddai Palangka Raya
Minggu, 23 Desember 2012

PENDAHULUAN

Perdebatan pada abad I s.d V dalam doktrin Kekristenan lebih banyak berkisar masalah pengenalan terhadap pribadi Yesus Kristus. Hampir semua perdebatan mengangkat topik ini dengan mempertanyakan: Siapakah Yesus Kristus itu? Dari berbagai perdebatan dan diskusi itu, muncul berbagai golongan yang mencoba mengusulkan hasil diskusi mereka, dengan memperkenalkan siapakah sebenarnya pribadi Yesus Kristus itu. Namun sayang sekali ada beberapa golongan yang keliru dalam pengenalan ini. Karena sebagian hanya menekankan soal kemanusiaan Kristus saja dan mengabaikan keilahian-Nya. Sedangkan sebagian lagi hanya menekankan soal keilahian-Nya, walaupun pengenalannya tidak secara utuh. Beberapa contoh dari pandangan yang keliru tersebut antara lain: Ebionit percaya bahwa Yesus hanyalah manusia biasa saja; Modalistik Monarchianis percaya bahwa Yesus adalah salah satu model atau manifestasi dari Allah; Dinamik Monarchianis sebaliknya percaya bahwa pribadi Yesus hanyalah manusia biasa saja; Gnostik menolak bahwa Yesus Kristus berinkarnasi menjadi seorang manusia; Anti-Gnostik sebaliknya menolak keilahian Kristus sebagai Logos (Firman Allah); Arianisme percaya bahwa Yesus hanyalah salah satu subordinasi dari Allah.



PANDANGAN PARA PATRISTIK GEREJA TENTANG KEPRIBADIAN KRISTUS

Terhadap semua ajaran yang menyesatkan di atas, bapa gereja Athanasius melakukan pembelaan iman sesuai dengan ajaran Alkitab, dan melahirkan beberapa konsili bapa-bapa (patristik) gereja. Antara lain:

1. Konsili Nicea (325 M) menegaskan bahwa pribadi Yesus Kristus adalah Allah yang total (utuh) dan manusia yang total (utuh).

2. Konsil Konstantinopel (381 M) mengulangi penegasan Konsili Nicea yang meyakinkan bahwa pribadi Yesus Kristus adalah 100% Allah dan 100% manusia.

3. Konsili Chalcedon (451 M) selanjutnya merumuskan hubungan antara Keilahian Kristus dan Kemanusiaan Kristus ini sebagai berikut : Bahwa Yesus memiliki dua natur dalam satu pribadiNya. Hubungan antara kedua natur ini adalah : Tidak bercampur, tidak berubah, tidak berbagi, dan tidak terpisah.

Kebenaran ini begitu unik. Bahwa Yesus Kristus yang satu pribadi itu memiliki dua natur yang berbeda, yaitu natur Allah yang sempurna 100% dan natur manusia yang sempurna 100%. Sesungguhnya, di dunia ini tidak ada satu pun analogi atau contoh yang bisa menjelaskan dan mewakili kebenaran ini. Sama seperti kebenaran Tritunggal, tidak ada satu pun analogi atau contoh yang bisa mewakili atau menjelaskannya dengan sempurna. Namun, tidak berarti kebenaran ini tidak penting dan boleh diabaikan. Justru sangat penting dan harus dipelajari sejauh apa yang disaksikan oleh Alkitab, Fiman Allah yang tertulis itu. Sebab Alkitab adalah ukuran atau standar dalam iman dan pengetahuan kita tentang Allah. Jadi, bila Alkitab berbicara kita bisa mengerti dan harus percaya. Bila Alkitab diam, kita pun harus belajar berdiam diri dan menerima keterbatasan pikiran, perasaan, pengalaman dan hikmat kita.

BUKTI-BUKTI KEMANUSIAAN YESUS KRISTUS

1. Yesus Lahir Seperti Manusia Lainnya. Yesus lahir dari seorang wanita (Galatia 4:4). Kenyataan ini dikuatkan oleh kisah-kisah kelahiran-Nya dari seorang anak dara (Matius 1:18 -2:11; Lukas 1:30-38; 2:1-20). Karena hal ini, Yesus disebut "anak Daud, anak Abraham" (Matius 1:1) dan dikatakan bahwa Ia "menurut daging diperanakkan dari keturunan Daud" (Roma 1:3). Karena alasan yang sama, Lukas merunut asal usul Yesus sampai kepada Adam (Lukas 3:23-38). Peristiwa ini merupakan penggenapan janji kepada Hawa (Kejadian 3:15) dan kepada Ahas (Yesaya 7:14). Pada beberapa kesempatan Yesus disebutkan sebagai anak Yusuf, namun kita akan melihat bahwa setiap kali hal ini terjadi, orang yang melakukannya itu bukanlah sahabat Yesus atau mereka kurang mengenal Dia (Lukas 4:22; Yohanes 1:45; 6:42; bandingkan dengan Matius 13:55). Bila ada bahaya bahwa pembaca kitab Injil akan menganggap penulis Injil tersebut bermaksud untuk menyatakan bahwa Yesus betul-betul anak Yusuf, maka penulis menambahkan sedikit penjelasan untuk menunjukkan bahwa anggapan semacam itu tidak benar. Oleh karena itu dalam Lukas 23:23 kita membaca bahwa Yesus adalah anak Yusuf "menurut anggapan orang" dan di dalam Roma 9:5 dinyatakan bahwa Kristus berasal dari Israel dalam "keadaan-Nya sebagai manusia".

Dalam kaitan ini telah diajukan satu pertanyaan penting: Bila Kristus itu lahir dari seorang perawan, apakah Ia juga mewarisi sifat yang berdosa dari ibu-Nya? Alkitab dengan jelas menunjukkan bahwa Yesus tidak berhubungan dengan dosa. Alkitab menandaskan bahwa Yesus "tidak mengenal dosa" (2 Korintus 5:21); dan bahwa Ia adalah "yang saleh, tanpa salah, tanpa noda, yang terpisah dari orang-orang berdosa" (Ibrani 7:26); dan bahwa "di dalam Dia tidak ada dosa" (1 Yohanes 3:5). Pada saat memberitahukan bahwa Maria akan melahirkan Anak Allah, Gabriel menyebutkan Yesus sebagai "kudus" (Lukas 1:35). Iblis tidak berkuasa apa-apa atas diri Yesus (Yohanes 14:30); ia tak ada hak apa pun atas Anak Allah yang tidak berdosa itu. "Dosalah yang membuat Iblis berkuasa atas manusia, tetapi di dalam Yesus tidak ada dosa." Melalui naungan ajaib Roh Kudus, Yesus lahir sebagai manusia yang tidak berdosa.

2. Yesus Tumbuh Dan Berkembang Seperti Manusia Normal. Yesus berkembang secara normal sebagaimana halnya manusia. Oleh karena itu dikatakan dalam Alkitab bahwa Ia "bertambah besar dan menjadi kuat, penuh hikmat, dan kasih karunia Allah ada pada-Nya" (Lukas 2:40), dan bahwa Ia "makin bertambah besar dan bertambah hikmat-Nya dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia" (Lukas 2:52). Perkembangan fisik dan mental Kristus ini tidak disebabkan karena sifat ilahi yang dimiliki-Nya, tetapi diakibatkan oleh hukum-hukum pertumbuhan manusia yang normal. Bagaimanapun juga, kenyataan bahwa Kristus tidak mempunyai tabiat duniawi dan bahwa Ia menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan, yang berdosa, sudah pasti turut mempengaruhi perkembangan mental dan fisik-Nya. Perkembangan mental Yesus bukanlah semata-mata hasil pelajaran di sekolah-sekolah pada zaman itu (Yohanes 7:15), tetapi harus dianggap sebagai hasil pendidikan-Nya dalam keluarga yang saleh, kebiasaan-Nya untuk selalu hadir dalam rumah ibadah (Lukas 4:16), kunjungan-Nya ke Bait Allah (Lukas 2:41, 46), penelaahan Alkitab yang dilakukan-Nya (Lukas 4:17), dan juga karena Ia menggunakan ayat-ayat Alkitab ketika menghadapi pencobaan, dan karena persekutuan-Nya dengan Allah Bapa (Markus 1:35;Yohanes 4:32-34).

3. Ia Memiliki Unsur-Unsur Hakiki Sifat Manusia. Bahwa Kristus memiliki tubuh jasmaniah jelas dari ayat-ayat yang berbunyi, "mencurahkan minyak itu ke tubuh-Ku" (Matius 26:12); "yang dimaksudkan-Nya dengan Bait Allah adalah tubuh-Nya sendiri" (Yohanes 2:21); "Ia juga menjadi sama dengan mereka dan mendapatkan bagian dalam keadaan mereka [darah dan daging]" (Ibrani 2:14); "tetapi Engkau telah menyediakan tubuh bagi-Ku" (Ibrani 10:5); "kita telah dikuduskan satu kali untuk selama-lamanya oleh persembahan tubuh Yesus Kristus" (Ibrani 10:10). Bahkan setelah Ia dibangkitkan Ia mengatakan, "Rabalah Aku dan lihatlah, karena hantu tidak ada daging dan tulangnya, seperti yang kamu lihat ada pada-Ku" (Lukas 24:39). Bukan saja Kristus memiliki tubuh manusiawi yang fisik, Ia juga memiliki unsur-unsur sifat manusiawi lainnya, seperti kecerdasan dan sifat sukarela. Ia mampu berpikir dengan logis. Alkitab berbicara tentang Dia sebagai memiliki jiwa dan/atau roh (Matius 26:38; bandingkan dengan Markus 8:12; Yohanes 12:27; 13:21; Markus 2:8;Lukas 23:46; dalam Alkitab bahasa Indonesia sering diterjemahkan sebagai hati dan nyawa). Ketika mengatakan bahwa Ia mengambil sifat seperti kita, kita selalu harus membedakan antara sifat manusiawi dan sifat yang berdosa;Yesus memiliki sifat manusiawi, tetapi Ia tidak memiliki sifat yang berdosa.

4. Ia Mempunyai Nama-Nama Manusia. Ia memiliki banyak nama manusia. Nama "Yesus", yang berarti "Juruselamat" (Matius 1:21), adalah kata Yunani untuk nama "Yosua" di Perjanjian Lama (bandingkan Kisah 7:45; Ibrani 4:8). Ia disebut "anak Abraham" (Matius 1:1) dan "anak Daud". Nama "anak Daud" sering kali muncul dalam Injil Matius (1:1; 9:27; 12:23; 15:22; 20:30, 31;21:9, 15). Nama "Anak Manusia" terdapat lebih dari 80 kali dalam Perjanjian Baru. Nama ini berkali-kali dipakai untuk Nabi Yehezkiel (2:1; 3:1; 4:1, dan seterusnya), dan sekali untuk Daniel (8:17). Nama ini dipakai ketika bernubuat tentang Kristus dalam Daniel 7:13 (bandingkan Matius 16:28). Nama ini dianggap oleh orang-orang Yahudi sebagai mengacu kepada Mesias. Hal ini jelas dari kenyataan bahwa imam besar merobek jubahnya ketika Kristus menerapkan nubuat Daniel ini kepada diri-Nya sendiri (Lukas 26:64, 65). Orang-orang Yahudi memahami bahwa istilah ini menunjuk kepada Mesias (Yohanes 12:34), dan menyebut Kristus itu Anak Manusia adalah sama dengan menyebut Dia Anak Allah (Lukas 22:69, 70). Ungkapan ini bukan saja menunjukkan bahwa Ia adalah benar-benar manusia, tetapi bahwa Ia juga adalah wakil seluruh umat manusia (bandingkan Ibrani 2:6-9).

5. Ia Memiliki Berbagai Kelemahan Yang Tak Berdosa Dari Sifat Manusiawi. Karena itu, Yesus pernah lelah (Yohanes 4:6), lapar (Matius 4:2; 21:18), haus (Yohanes 19:28); Ia pernah tidur (Matius 8:24; bandingkan Mazmur 121:4); Ia dicobai (Ibrani 2:18; 4:15; bandingkan Yakobus 1: 13); Ia mengharapkan kekuatan dari Bapa-Nya yang di sorga (Markus 1:35; Yohanes 6:15; Ibrani 5:7); Ia mengadakan mukjizat (Matius 12:28), mengajar (Kisah 1:2), dan mempersembahkan diri-Nya kepada Allah oleh Roh Kudus (Kisah 10:38; Ibrani 9:14). Orang-orang Kristen memiliki seorang imam besar di sorga dengan kemampuan yang tiada terhingga untuk merasa belas kasihan terhadap mereka dalam semua bahaya, dukacita, dan pencobaan yang mereka alami dalam kehidupan, karena Ia sendiri mengalami semuanya itu, karena Ia menjadi sama dengan manusia. Kembali harus ditekankan bahwa menyebutkan kelemahan-kelemahan dalam sifat Kristus tidaklah berarti kelemahan-kelemahan yang berdosa.

6. Berkali-Kali Ia Disebut Sebagai Manusia. Yesus menganggap diri-Nya sendiri manusia (Yohanes 8:40). Yohanes Pembaptis (Yohanes 1:30), Petrus (Kisah 2:22), dan Paulus (1 Korintus 15:21, 47; Filipi 2:8; bandingkan Kisah 13:38) menyebut- Nya manusia. Kristus benar-benar diakui sebagai manusia (Yohanes 7:27; 9:29; 10:33), sehingga Ia dikenal sebagai orang Yahudi (Yohanes 4:9); Ia dikira lebih tua dari usia sebenarnya (Yohanes 8:57); dan Ia dituduh telah menghujat Allah karena berani menyatakan bahwa diri-Nya lebih tinggi daripada manusia (Yohanes 10:33). Bahkan setelah bangkit, Kristus nampak sebagai manusia (Yohanes 20:15; 21:4, 5). Lagi pula, sekarang ini Ia berada di sorga sebagai manusia (I Timotius 2:5), akan datang kembali (Matius 16:27, 28; 25:31; 26:64, 65), serta menghakimi dunia ini dengan adil sebagai manusia (Kisah 17:31).

BUKTI-BUKTI KEILAHIAN YESUS KRISTUS

1. Kristus memiliki dan menunjukkan sifat-sifat KeilahianNya. Kristus berdasarkan pengakuanNya sendiri Kristus memiliki sifat-sifat yang hanya dimiliki oleh Allah, yaitu: (1) Kekekalan: Ia mengaku sudah ada sejak kekal (Yohanes 8:58; 17:5); (2) Mahahadir: Ia mengaku hadir di mana-mana (Matius 18:20; 28:20); (3) Mahatahu: Ia memperlihatkan pengetahuan tenaang hal-hal yang hanya dapat diketahui jika Ia mahatahu (Matius16:21; Lukas 6:8; 11:7; Yohanes 4:29); (4) Mahakuasa: Ia memperagakan dan menyatakan kekuasaan satu Pribadi yang Mahakuasa (Matius 28:20; Markus 5:11-15;Yohanes 11:38-44).

Sifat-sifat Kealahan yang lain dinyatakan bagi diri-Nya oleh orang lain (misal "tak berubah", Ibrani 13:5), tetapi apa yang dikutip di atas tadi adalah apa yang diakui oleh-Nya bagi diri-Nya sendiri.

2. Kristus melakukan tindakan-tindakan yang hanya dilakukan oleh Allah. Perhatikanlah perkerjaan dan tindakan yang dilakukan oleh Kristus berikut ini: (1) Pengampunan: Ia mengampuni dosa selama-lamanya. Manusia mungkin dapat melakukannya untuk sementara,namun Kristus memberikan pengampunan kekal (Markus 2:1-12); (2) Kehidupan: Ia memberikan kehidupan rohani kepada barang siapa yang dihendaki-Nya (Yohanes 5:21); (3) Kebangkitan: Ia akan membangkitkan orang mati (Yohanes 11:43); (4) Penghakiman: Ia akan menghakimi semua orang (Yohanes 5:22, 27). Lagi-lagi, semua contoh di atas adalah hal-hal yang Ia lakukan atau pengakuan yang diucapkan-Nya sendiri, bukan orang lain.

3. Kristus diberi Nama-nama dan Gelar-gelar Keallahan.
(1) Anak Allah. Tuhan kita mempergunakan gelar bagi diri-Nya (meskipun hanya kadang-kadang, Yohanes 10:36), dan Ia mengakui kebenarannya ketika dipergunakan oleh orang lain untuk menunjuk kepada-Nya (Matius 26:63- 64). Apakah artinya? Meskipun frase "anak dari" dapat berarti "keturunan dari", hal ini juga mengandung arti "dari kaum". Jadi, dalam Perjanjian Lama "anak- anak para nabi" berarti dari kaum nabi (1 Raja-raja 20:35), dan “anak- anak penyanyi” berarti kaum penyanyi (Nehemia 12:28). Petunjuk "Anak Allah" apabila dipergunakan untuk Tuhan kita, berarti dari “kaum Allah dan merupakan suatu klaim yang kuat dan jelas untuk Keallahan yang penuh”. Dalam penggunaan di antara orang Yahudi, perkataan "Anak (dari)..." umumnya tidak berarti suatu pembawahan, tetapi lebih kepada persamaan dan jati diri hakikat. Contoh, nama “anak penghiburan” (Kisah Para Rasul 4:36) tak pelak lagi berarti, “si penghibur”. "Anak-anak guruh” (Markus 3:17) mungkin sekali berarti “penggeledek”. “Anak Manusia”, terutama sebagaimana berlaku untuk Kristus dalam Daniel 7:13 dan selalu dalam Perjanjian Baru, hakikatnya berarti "Orang yang Mewakili". Jadi, bagi Kristus untuk mengatakan, “Akulah Anak Allah” (Yohanes 10:36) dianggap oleh orang-orang pada masa-Nya sebagai memperkenalkan diri-Nya sebagai Allah, sejajar dengan Bapa, yang menurut mereka tidak layak.
(2) Tuhan dan Allah. Yesus disebut Yahweh dalam Perjanjian Baru. Hal ini menunjukkan Keallahan-Nya yang penuh (bandingkan Lukas 1:76 dengan Maleakhi 3:1 dan Amsal 10:13 dengan Yoel 2:32). Ia juga disebut Allah (Yohanes 1:1; 20:28; Ibrani 1:8), Tuhan (Matius 22:43-45), dan Raja di atas segala raja dan Tuhan di atas segala tuan (Wahyu 19:16).

4. Kristus Mengakui diriNya sebagai Allah. Mungkin peristiwa yang paling kuat dan jelas tentang pengakuan ini, terjadi pada waktu hari raya penahbisan Bait Allah di Yerusalem, ketika Ia berkata, "Aku dan Bapa adalah satu" (Yoh. 10:30). Kata "satu" di sini bukan berarti Ia dan Bapa merupakan satu Pribadi melainkan bahwa mereka merupakan kesatuan dalam sifat dan kegiatannya, suatu fakta yang benar, hanya jika Ia sama Keallahan - Nya dengan Bapa. Orang-orang yang mendengar pengakuan ini mahaminya demikian karena itu mereka segera berupaya merajam-Nya dengan alasan penghujatan karena Ia menyatakan diri-Nya sebagai Allah (Ayub 33). Bagaimana seseorang dapat mengatakan bahwa Yesus dari Nazaret sendiri tak pernah mengaku sebagai Allah? Dan bahwa pengikut-Nyalah yang menyatakan demi Dia? Kebanyakan dari kutipan diatas berasal dari kata-kata Kristus Sendiri.

Karena itu, kita haruslah menghadapi satu-satunya pilihan: apakah yang diakui-Nya itu memang benar ataukah Ia seorang pembohong. Dan apa yang diakui-Nya itu merupakan Keallahan yang penuh dan sempurna - tak ada yang kurang atau dikurangkan semasa hidup-Nya di bumi.

5. Kristus Menyatakan Mempunyai Penghormatan yang Sama dengan Allah

Dalam Yohanes 5:23 berkata, "Supaya semua orang menghormati Anak sama seperti mereka menghormati Bapa. Barangsiapa tidak menghormati Anak, ia juga tidak menghormati Bapa, yang mengutus Dia". Dalam ayat ini, Yesus menyatakan dengan jelas bahwa manusia akan menghormati Dia sebagaimana mereka menghormati Bapa. Jikalau Anda mulai membaca dari ayat 16, Anda akan menemukan bahwa orang-orang Yahudi mau membunuh Yesus. Orang-orang Yahudi berkata bahwa Yesus telah mengajar bahwa Dia sama dengan Allah (ayat 18). Jika Yesus tidak menjadi sama dengan Allah, Dia sudah tentu akan membenarkan mereka. Dia akan membuat itu jelas bagi mereka bahwa Ia tidak sama dengan Allah. Apakah Dia melakukan ini? Tidak. Malahan Yesus memberitahukan kepada mereka bahwa "Semua orang menghormati Anak sama seperti mereka menghormati Bapa." Perhatikan dalam Filipi 2:6, "yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan" Ayat ini menceritakan bahwa Yesus telah menjadi Allah sebelum Ia datang di dunia. Yesus tidak pernah berpikir bahwa Dia merampas hak Allah dengan menjadi sejajar dengan Allah, melainkan Ia sedang menyatakan sejajar dengan Allah karena Ia adalah Allah itu sendiri.

6. Keilahian Kristus berdasarkan kesatuannya dalam Trinitas. Dalam Matius 28:19 dikatakan “dalam nama Bapa, dan Anak, dan Roh Kudus”. Secara khusus, frase Yunani yang tertulis di Matius 28:19 yaitu “baptizontes autous eis to onoma tou patros kai tou uiou kai tou agiou pneumatos” yang diterjemahkan menjadi “baptislah mereka dalam nama Bapa, dan Anak, dan Roh Kudus”, di mana hal yang menarik adalah bahwa sekalipun di sini disebutkan tiga buah nama yaitu Bapa, Anak, dan Roh Kudus, tetapi kata kata Yunani “eis to onomo” yang diterjemahkan “dalam nama” adalah nominatif singular (bentuk tunggal, bukan bentuk jamak)! Bentuk jamak dari kata Yunani “onomo (nama)” adalah “onomata”. Dalam bahasa Inggris diterjemahkan name (bentuk tunggal), bukan names (bentuk jamak). Karena itu ayat ini bukan hanya menunjukkan bahwa ketiga Pribadi itu setara, tetapi juga menunjukkan bahwa ketiga Pribadi itu adalah satu atau esa. Dalam bahasa Inggris diterjemahkan name (bentuk tunggal), bukan names (bentuk jamak). Karena itu ayat ini bukan hanya menunjukkan bahwa ketiga Pribadi itu setara, tetapi juga menunjukkan bahwa ketiga Pribadi itu adalah satu atau esa. Kata “esa” yang digunakan dalam Ulangan 6:4 dalam bahasa Ibraninya adalah “Ekhad” yang menunjuk kepada “satu kesatuan yang mengandung makna kejamakan; dan bukan satu yang mutlak”. Jika yang dimaksud “satu-satunya; atau satu yang mutlak” maka dalam bahasa Ibrani yang digunakan adalah “yakhid”.

PERPADUAN NATUR KEILAHIAN DAN NATUR KEMANUSIAAN KRISTUS

Pokok ini merupakan rahasia yang sangat dalam. Bagaimana mungkin ada dua sifat di dalam satu orang? Sekalipun sulit untuk memahami konsep ini, Alkitab menganjurkan agar kita merenungkan rahasia Allah ini, yaitu Kristus (Kolose 2:2,3). Yesus sendiri menyatakan bahwa pengenalan yang benar akan Dia hanya akan diperoleh melalui penyataan ilahi (Matius 11:27). Mempelajari pribadi Kristus sangatlah sulit karena kepribadian-Nya sangat unik; tidak ada oknum lain yang sama dengan Dia sehingga kita tidak dapat berargumentasi dari hal-hal yang sudah kita ketahui kepada hal-hal yang belum kitaketahui.

1. Pemikiran yang keliru tentang perpaduan kedua natur Kristus. (1) Perpaduan sifat ilahi dengan sifat manusiawi di dalam Kristus itu tidak dapat dibandingkan dengan hubungan pemikahan, karena kedua belah pihak dalam pemikahan tetap merupakan dua pribadi yang berbeda walaupun sudah menikah; (2) Perpaduan kedua sifat itu tidak sama seperti perhubungan orang-orang percaya dengan Kristus. Juga tidaklah tepat untuk beranggapan bahwa sifat ilahi itu tinggal di dalam Kristus sebagaimana Kristus tinggal di dalam orang percaya, karena itu berarti bahwa Yesus hanyalah seorang manusia yang didiami oleh Allah dan la sendiri bukan Allah. (3) Gagasan yang mengatakan bahwa Kristus mempunyai kepribadian rangkap tidaklah alkitabiah. Tidak disebutkan dalam Alkitab bahwa Logos mengambil tempat pikiran dan roh manusiawi di dalam Kristus, karena dalam hal demikian Kristus bersatu dengan kemanusiaan yang tidak sempuma. Demikian pula kedua sifat itu tidak bersatu untuk membentuk sifat yang ketiga, sebab dalam hal itu Kristus bukanlah manusia sejati. (4) Juga tidak dapat dikatakan bahwa Kristus secara berangsur-angsur menerima sifat ilahi, karena dalam hal demikian keilahian-Nya bukanlah suatu kenyataan hakiki sebab harus diterima secara sadar oleh kemanusiaan Kristus. Gereja pada umumnya dengan tegas menyalahkan pandangan-pandangan ini sebagai tidak alkitabiah dan karena itu tidak bisa diterima.

2. Pemikiran yang benar entang perpaduan kedua natur Kristus. Bila pengertian-pengertian di atas itu salah semua, bagaimanakah kita dapat menerangkan perpaduan kedua sifat tersebut di dalam Kristus sehingga menghasilkan satu pribadi, namun dengan dua kesadaran dan dua kehendak? Sekalipun ada dua sifat, tetapi ada satu pribadi saja. Dan sekalipun ciri-ciri khas dari sifat yang satu tidak dapat dikatakan merupakan ciri khas dari sifat lainnya, namun kedua sifat itu berada dalam satu Pribadi, yaitu Kristus.

Tidaklah tepat untuk mengatakan bahwa Kristus adalah Yang Ilahi yang memiliki sifat manusiawi, atau bahwa Ia adalah manusia yang didiami oleh Yang Ilahi. Dalam hal yang pertama, maka sifat manusiawi tidak akan memperoleh tempat dan peranan yang semestinya, dan dalam hal yang kedua sifat ilahi itulah yang tak akan memperoleh tempat dan peranan yang semestinya. Oknum kedua dari Tritunggal Allah menerima keadaan manusia dengan semua ciri khasnya. Dengan demikian kepribadian Kristus berdiam di dalam sifat ilahi-Nya, karena Allah Anak tidak bersatu dengan seorang manusia tetapi dengan sifat manusia. Terpisah dari penjelmaan sifat manusiawi Kristus tak bersifat pribadi; akan tetapi hal ini tidak benar tentang sifat ilahi-Nya. Begitu sempurnanya penyatuan menjadi satu pribadi ini sehingga, "Kristus pada saat yang 'sama memiliki sifat-sifat yang nampaknya bertolak belakang. Ia bisa lemah dan mahakuasa, bertambah dalam pengetahuan namun mahatahu, terbatas dan tidak terbatas," dan kita dapat menambahkan, Ia bisa berada di satu tempat namun Ia Mahahadir.

Yesus berbicara tentang diri-Nya sebagai satu pribadi yang utuh dan tunggal; Ia sama sekali tidak menunjukkan adanya gejala-gejala keterbelahan kepribadian. Selanjutnya, orang-orang yang berhubungan dengan Dia menganggap Dia sebagai seorang dengan kepribadian yang tunggal dan tidak terbelah. Bagaimana dengan kesadaran diri-Nya? Jelaslah bahwa dalam kesadaran diri yang ilahi Yesus senantiasa sadar akan keilahian-Nya. Kesadaran diri yang ilahi itu senantiasa beroperasi penuh, bahkan pada masa kanak-kanak. "Namun ada bukti bahwa dengan berkembangnya sifat manusiawi maka kesadaran diri yang manusiawi itu mulai aktif." Kadang-kadang Ia akan bertindak dari kesadaran diri yang manusiawi, dan pada saat-saat lain Ia bertindak dari kesadaran diri yang ilahi, namun keduanya itu tidak pernah bertentangan. Hal yang sama dapat dikatakan mengenai kehendak-Nya. Pastilah, kehendak manusiawi ingin menjauhi salib (Matius 26:39), dan kehendak yang ilahi ingin menjauhkan diri dari hal dijadikan dosa (2 Korintus 5:21). Dalam kehidupan-Nya, Yesus berkehendak untuk melakukan kehendak Bapa-Nya yang di sorga (Ibrani 10:7, 9). Hal ini dilaksanakan-Nya sepenuhnya.

Maka jika kedua sifat Kristus itu terbaur secara sempurna di dalam satu pribadi, lalu bagaimanakah sifat pembauran itu? Sebagian besar jawaban untuk pertanyaan ini telah disinggung dalam uraian sebelumnya. Tidak mungkin kami memberikan analisis kejiwaan yang tepat tentang kepribadian, unik Kristus sekalipun Alkitab memberikan sedikit petunjuk.

(1) Perpaduan itu tidak bersifat teantropik. Diri Kristus adalah teantropik (artinya mempunyai sifat ilahi dan sifat manusiawi), tetapi sifat-Nya tidak. Maksudnya, seseorang dapat berbicara tentang Allah - manusia bila Ingin mengacu kepada diri Kristus; akan tetapi, kita tidak dapat berbicara tentang sifat ilahi- manusiawi, melainkan kita harus berbicara tentang adanya sifat ilahi dan sifat manusiawi di dalam Kristus. Hal ini jelas dari kenyataan bahwa Kristus memiliki pengertian dan kehendak yang tak terbatas dan juga memiliki pengertian dan kehendak yang terbatas; Ia memiliki kesadaran ilahi dan kesadaran manusiawi. Kecerdasan ilahi-Nya tidak terbatas; kecerdasan manusiawi-Nya makin bertambah. Kehendak ilahi-Nya adalah mahakuasa; kehendak manusiawi-Nya hanya terbatas pada kemampuan manusia yang belum jatuh dalam dosa. Dalam kesadaran ilahi-Nya Ia dapat berkata, "Aku dan Bapa adalah satu" (Yohanes 10:30); dalam kesadaran manusiawi-Nya Ia dapat berkata, "Aku haus" (Yohanes 19:28). Namun harus ditekankan bahwa Kristus tetap Allah - manusia.

(2) Perpaduan itu bersifat pribadi. Perpaduan kedua sifat di dalam Kristus disebut perpaduan hipostatis. Maksudnya, kedua sifat atau hakikat itu merupakan satu cara berada yang pribadi. Karena Kristus tidak bersatu dengan diri manusia, tetapi dengan sifat manusia, maka kepribadian Kristus bertempat dalam sifat ilahi-Nya.

(3) Perpaduan itu meliputi berbagai sifat dan perbuatan manusiawi dan ilahi.

Baik sifat dan perbuatan yang manusiawi maupun yang ilahi dapat dilakukan oleh Sang Allah-manusia tanpa kecuali. Demikianlah berbagai sifat dan ciri khas manusia dihubungkan dengan Kristus di bawah gelar -gelar yang ilahi, "Ia akan menjadi besar dan akan disebut Anak Allah Yang Mahatinggi" (Lukas 1:32); "mereka tidak akan menyalibkan Tuhan yang mulia" (1 Korintus 2:8); "jemaat Allah yang diperoleh-Nya dengan darah Anak-Nya sendiri" (Kisah 20:28). Dari ayat-ayat tersebut kita melihat bahwa Allah telah lahir dan Allah telah mati. Ada juga ayat-ayat yang menyebut berbagai ciri khas dan sifat ilahi serta menghubungkannya dengan Kristus di bawah nama-nama manusiawi-Nya, "Dia yang telah turun dari sorga, yaitu Anak Manusia" (Yohanes 3:13); "dan bagaimanakah, jikalau kamu melihat Anak Manusia naik ke tempat di mana Ia sebelumnya berada?" (Yohanes 6:62); "Mesias dalam keadaan-Nya sebagai manusia, yang ada di atas segala sesuatu. Ia adalah Allah yang harus dipuji sampai selama-lamanya" (Roma 9:5); Kristus yang mati itu adalah Kristus yang "memenuhi semua dan segala sesuatu" (Efesus 1:23; bandingkan Matius 28:20); Dialah yang telah ditentukan oleh Allah untuk menghakimi dunia (Kisah 17:31; bandingkan Matius 25:31, 32).

(4) Perpaduan tersebut menjamin kehadiran yang tetap dari keilahian dan kemanusiaan Kristus. Kemanusiaan Kristus hadir bersama dengan keilahian-Nya di setiap tempat. Kenyataan ini menambah keindahan kenyataan bahwa Kristus ada di dalam umat-Nya. Ia hadir dalam keilahian-Nya, dan melalui perpaduan kemanusiaan-Nya dengan keilahian-Nya, maka Ia juga hadir dalam kemanusiaan-Nya.

Referensi:
Berkhof, Louis., 2011. Systematic Theology. Jilid 1, Terjemahan, Penerbit Momentum : Jakarta.
Cornish, Rick., 2007. Five Minute Theologian. Terjemahan, Penerbit Pionir Jaya : Bandung.
Enns, Paul., 2004.The Moody Handbook of Theology, jilid 2. Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT : Malang
Erickson J. Millard., 2003. Christian theology. Jilid 2 & 3. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang.
Grudem, Wayne., 1994. Systematic Theology: A Introduction to a Biblical Doctrine. Zodervan Publising House : Grand Rapids, Michigan.
Milne, Bruce., 1993. Knowing The Truth : A Handbook of Christian Belief. Terjemahan (1993). Penerbit BPK : Jakarta.
Mounce, William D., 2011. Basics of Biblical Greek, edisi 3. Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT : Malang.
Morris, Leon., 2006. New Testamant Theology. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang.
Sproul, R.C., 1997. Essential Truths of the Christian Faith. Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT : Malang.
Susanto, Hasan., 2003.Perjanjian Baru Interlinier Yunani-Indonesia dan Konkordansi Perjanjian Baru, jilid 1 dan 2. Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT : Malang.
Milne, Bruce., 1993. Knowing The Truth : A Handbook of Christian Belief. Terjemahan (1993). Penerbit BPK : Jakarta.
Ryrie, Charles C., 1991. Basic Theology. Jilid 1 dan 2, Terjemahan, Penerbit Andi Offset : Yoyakarta.
Thiessen, Henry C., 1992. Lectures in Systematic Theology, direvisi Vernon D. Doerksen. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang.

* Pdt. Samuel T. Gunawan adalah seorang Protestan-Kharismatik, Pendeta dan Gembala di GBAP Jemaat El Shaddai; Pengajar di STT IKAT dan STT Lainnya.