Gereja dan Bahasa Indonesia
Penulis : Weinata Sairin
Persatuan bangsa yang menjadi cita-cita dan kerinduan para pendiri negara kita, sering kali dipandang hanya dari satu segi, tidak dilihat secara holistik dan komprehensif. Pertentangan antar-suku, agama, ras dan golongan acap dianggap sebagai satu-satunya persoalan yang sangat krusial yang bisa memicu disintregasi bangsa. Padahal soal persatuan bangsa turut ditentukan juga oleh adanya bahasa nasional, yang menjadi bahasa persatuan di suatu negara. Bagi masyarakat Indonesia, adanya bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional sangat penting. Persatuan bangsa memang terus-menerus perlu dijaga, dipelihara dan dilestarikan, justru dalam konteks masyarakat Indonesia yang serbamajemuk. Salah satu sarana untuk pelestarian persatuan itu adalah bahasa Indonesia.
Dengan demikian, penyadaran untuk menggunakan serta menguasai bahasa nasional menjadi hal yang sangat penting, mendasar dan strategis. Dalam sebuah tulisan di tahun 1966 Prof. Dr Ihromi, M.A. ahli bahasa Semit Universitas Indonesia dan pernah mengajar di Sekolah Tinggi Teologi Jakarta menyatakan, bahasa Indonesia memainkan peranan yang sangat penting dalam mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.
Menurut Dr Ihromi, kesadaran tentang pentingnya peranan bahasa nasional lebih ditimbulkan lagi oleh penghargaan dari luar; terutama sekali melalui percakapan dengan tokoh Gereja Sri Lanka. Tokoh Sri Lanka itu dalam percakapan dengan Dr. Ihromi mengagumi peranan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan mengkhawatirkan adanya pertentangan-pertentangan mengenai bahasa dan tulisan di Sri Lanka antara orang-orang yang berbahasa Singal dan Tamil.
Pemersatu
Dalam Kongres Bahasa Indonesia yang berlangsung di Jakarta tanggal 14 - 17 Oktober 2003 semangat para peserta untuk memahami bahasa Indonesia sebagai pemersatu bangsa benar-benar hidup dan mewarnai suasana kongres. Itulah sebabnya ketika seorang penceramah menyatakan agar bahasa daerah bisa juga digunakan dalam forum-forum peradilan misalnya, agar proses peradilan dapat lebih dipahami oleh penutur bahasa daerah tersebut, peserta dari floor dengan tegas menolak hal itu. Ia menyadarkan penceramah bahwa dalam konteks seperti itu, bahasa daerah bisa menjadi elemen yang merusak persatuan bangsa.
Dalam kongres itu Menteri Pendidikan Nasional menegaskan bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa nasional yang sekaligus juga bahasa negara, sebab itu setiap orang dituntut untuk menguasai bahasa Indonesia agar ia dapat menjalankan kewajibannya dengan sebaik-baiknya. Bahasa asing memang perlu di era globalisasi, tetapi sejalan dengan itu, kata Menteri, kita harus menanamkan kecintaan, kebanggaan dan kesetiaan kita terhadap bahasa nasional dan bahasa daerah. Hubungan timbal balik antara bahasa asing, nasional dan daerah perlu diatur sehingga terjadi keseimbangan dan keharmonisan dalam pengajaran dan pemakaiannya.
Wacana yang berkembang dalam Kongres Bahasa selain pemikiran-pemikiran bagaimana pengajaran bahasa dan sastra dilakukan lebih baik di lembaga-lembaga pendidikan, adalah juga perlunya ada ketentuan perundangan yang mengatur tentang kebahasaan.
Pemikiran tentang undang-undang kebahasaan ini telah muncul sejak Kongres Bahasa 5 tahun yang lalu mengingat makin parahnya penggunaan bahasa Indonesia di masyarakat, termasuk yang dilakukan oleh para pemimpin.
Undang-undang tentang bahasa merupakan tindak lanjut dari rumusan pasal 36 C UUD 1945 yang berbunyi: "Ketentuan lebih lanjut mengenai Bendera, Bahasa dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan diatur dengan undang-undang".
Kekacauan
Kesalahan penggunaan bahasa Indonesia terjadi hampir setiap saat, di setiap tempat di semua aras dan oleh setiap orang. Cobalah simak pembacaan berita pada televisi, begitu sering terjadi kesalahan dan atau kerancuan dalam penggunaan bahasa Indonesia. Cobalah dengarkan pidato-pidato dan juga kotbah-kotbah di gereja: berapa banyak kesalahan berbahasa yang terjadi di sana, cobalah cermati ungkapan protokol/pembawa acara di suatu pesta atau di suatu acara gereja. Kerancuan penyebutan istilah/kata terjadi a.l. pada kata : "identitas" (sering disebut indentitas), "Plaket" (sering disebut plakat), "faksi" sering dikacaukan dengan fraksi.
Kekacauan penggunaan kata terjadi pada kata "merubah", yang seharusnya mengubah. Di dalam kebaktian minggu, seorang penghkotbah memulai kotbah dengan mengatakan "Saudara-saudara yang terkasih" seharusnya "Saudara-saudara yang saya kasihi".
Gereja, umat Kristen dan lembaga-lembaga kristiani bisa berperan banyak dalam rangka pelestarian bahasa Indonesia atau dalam rangka penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Gereja/lembaga kristiani bisa melakukan pelatihan kebahasaan bagi para pejabat gereja; para pendeta dilengkapi dengan Kamus Bahasa Indonesia; dokumen-dokumen tertulis yang dikeluarkan gereja harus menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Lembaga Alkitab Indonesia dapat dikatakan sebagai salah satu lembaga kristiani yang sejak berpuluh tahun memberi perhatian terhadap bahasa Indonesia dan bahasa daerah bahkan bahasa-bahasa asing.
Penerjemahan Alkitab dari bahasa Ibrani dan Yunani ke bahasa Indonesia, penerjemahan Alkitab bahasa Indonesia kebahasa-bahasa daerah adalah wujud kepedulian LAI terhadap upaya pelestarian dan pengembangan bahasa Indonesia.
Pada awal bulan ini LAI telah menyelenggarakan kebaktian syukur berkenaan dengan terbitnya Alkitab dwi-bahasa: bahasa Arab dan Indonesia. Penerjemahan ini menggunakan Good News Arabic - Lembaga Alkitab Libanon 1997 dimaksudkan sebagai upaya melengkapi para mahasiswa teologi dalam studi mereka. Bahasa adalah cermin budaya bangsa, pemakaian bahasa Indonesia secara baik dan benar seharusnya adalah bagian dari rasa bangga sebagai bangsa.
Namun kondisi realistik yang kita temui dalam pengalaman praktis, belum sepenuhnya mengarah pada ideal-ideal diatas.
Selain memang ada tahap penguasaan bahasa Indonesianya masih perlu dipacu; tak jarang ada yang merasa rendah diri jika menggunakan bahasa Indonesia. Gereja dan umat Kristen Indonesia dapat memainkan peran signifikan dalam upaya mendorong masyarakat menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.