Penelusuran Kitab Wahyu
Oleh : Donny A. Wiguna
Menulis renungan adalah satu hal yang unik. Di satu sisi, ada keterbatasan manusia, sehingga tidak mungkin orang dapat menyelami Firman Tuhan tanpa pertolongan Roh Kudus. Di sisi lain, Tuhan memberi hikmat dan pengertian serta akal budi kepada manusia untuk membaca dan mengerti apa yang disampaikan oleh Tuhan. Kedua hal ini berjalan bersama-sama beriringan.
Namun, ketika pembahasan tertuju pada nubuat dan wahyu, apalagi tentang akhir jaman, kesulitan menjadi lebih tinggi. Di dalamnya ada intensitas yang tinggi, baik dari Firman maupun dari akal budi. Pikiran manusia terlatih untuk melihat dan menganalisa alam di sekitarnya, tetapi siapa yang bisa melihat masa depan? Sebaliknya, Firman diberikan dalam bentuk simbol-simbol yang penuh arti, dan betapa sukar untuk menemukan artinya! Ada yang mengatakan, bahwa simbol-simbol dalam Wahyu hanya dapat benar-benar dipahami oleh orang yang hidup pada masa itu saja, masa Rasul Yohanes menulis di pulau Patmos. Jadi, tidak bisa dipahami oleh kita sekarang ini, yang hidup ribuan tahun sesudahnya.
Tetapi jika memang tidak bisa dipahami, lalu untuk apa dituliskan? Kenyataan bahwa Tuhan memerintahkan Yohanes untuk menulis dan menyampaikan, serta kenyataan bahwa tulisannya itu tetap terpelihara hingga saat ini menunjukkan, bahwa pesan Yohanes berlaku bagi kita juga. Simbol-simbol Yohanes berlaku untuk kita juga, orang yang hidup ribuan tahun sesudahnya. Dan artinya, ada satu cara bagi kita untuk memahami arti simbol-simbol yang diberikannya.
Satu ciri khas dari kitab Wahyu adalah kedekatannya dengan bagian- bagian dari Perjanjian Lama. Simbol-simbol yang digunakan tidak asing, beberapa seperti mengambil begitu saja dari tulisan para nabi. Perhatikan: kitab Wahyu dituliskan hampir lima ratus tahun setelah kitab terakhir dari Perjanjian Lama -- kitab Maleakhi. Artinya, simbol yang digunakan Yohanes tidak unik pada jamannya, karena ia memakai simbol yang sudah muncul ratusan tahun sebelumnya. Artinya pula, simbol-simbol itu tetap, tidak berubah oleh waktu, sehingga bisa dikatakan bahwa saat ini pun berlaku bagi kita.
Dan masalahnya sekarang: apa artinya?
Baik, kita perlu membatasi masalahnya. Saat ini, mari kita perhatikan kitab Wahyu. Bagaimana kitab ini dituliskan? Jika kita membaca Wahyu 1:1-3, kita menemukan penegasan tentang penulis kitab Wahyu dan arti spesifik dari kitab ini, yaitu menyampaikan nubuat. Tidak ada bagian lain dari Perjanjian Baru yang secara spesifik mengatakan bahwa inilah nubuat yang waktunya sudah dekat, seperti ktia baca di ayat ketiga: "Berbahagialah ia yang membacakan dan mereka yang mendengarkan kata- kata nubuat ini, dan yang menuruti apa yang ada tertulis di dalamnya, sebab waktunya sudah dekat."
Bagian berikutnya sepanjang 3 pasal adalah tujuh surat kepada tujuh jemaat. Isinya jelas ditujukan secara spesifik untuk memberi petunjuk pada jemaat-jemaat di Asia Kecil di masa itu, bahkan spesifik pada permasalahannya. Ada banyak sekali pembahasan dan penggalian dari ketujuh surat, yang memberikan karunia pengertian rohani yang mendalam bagi kita. Tetapi kali ini mari kita lewatkan pengertiannya, dan masuk dalam fakta bahwa ketujuh surat itu adalah nubuat dalam waktu pendek, yang benar-benar segera terjadi. Tiga pasal pertama kitab Wahyu berlangsung dalam masa Yohanes hidup, dua millenium lalu.
Mulai di pasal ke empat, penglihatan Yohanes beralih ke Surga, ia melihat pintu Surga terbuka. Perhatikanlah, mulai dari pasal 4, apa yang dilihat Yohanes merupakan gambaran surgawi. Dalam satu pengertian, kita tahu bahwa manusia yang hidup di bumi yang fana tidak bisa mengerti gambaran tentang Surga menurut apa adanya. Kita tidak mempunyai pengetahuan apa pun tentang itu, juga bahasa manusia tidak bisa menjelaskan Surga seperti apa adanya. Maka, Yohanes menunjukkan segala sesuatunya dalam metafora, memakai kiasan yang maknanya serupa dengan apa yang ada di bumi, supaya kita bisa paham.
Jadi, bila dikatakan ada pintu terbuka di Surga, tentu bukan pintu seperti yang kita kenal, pintu dari kayu atau besi di bumi. Tetapi memang ada sesuatu yang terbuka, dari tadinya tertutup dan tidak bisa dilalui, menjadi bisa dilewati. Yohanes dipanggil untuk naik, agar bisa menyaksikan apa yang HARUS terjadi sesudah ini (4:1). Mulai dari titik ini, Yohanes melihat rangkaian peristiwa berlalu dengan cepat dihadapannya.
Sampai di sini, kita juga menyadari bahwa manusia sebenarnya tidak mampu mengenali SELURUH rangkaian peristiwa sampai ke detil-detilnya. Jika orang berusaha meneliti detil, ia malah kehilangan pandangan pada keseluruhan. Tetapi, bagaimana pula orang mampu memahami seluruh peristiwa, apalagi di seluruh penjuru dunia? Maka kembali Tuhan menggambarkan peristiwa yang terjadi dengan simbol-simbol yang bisa dipahami, metafora dari makna keseluruhan peristiwa yang terjadi.
Pasal 4 pada intinya adalah penyembahan kepada Allah yang Maha Kudus. Ini menjadi sebuah penegasan, bahwa segala sesuatu yang terjadi adalah di bawah otoritas Allah. Seluruh isi Surga terpusat pada Allah, menyembah-Nya sepanjang waktu. Inilah sikap yang pertama dan terutama, yaitu menyembah Allah. Semua peristiwa selanjutnya terjadi di dalam kemuliaan-Nya melalui kuasa-Nya.
Sekarang, kita beralih ke pasal 5. Ini adalah pasal pengungkapan, atau wahyu Allah. Di tangan Allah ada gulungan, yang dibuat oleh Allah. Cara menggambarkannya serupa dengan penyerahan keputusan oleh Kaisar, dalam bentuk gulungan yang dimeterai. Artinya, Allah sudah membuat rencana untuk segala sesuatu, tertulis di situ sebagai ketetapan dengan 7 meterai. Ini ketetapan yang sangat kuat, yang tidak bisa dibuka oleh sembarang orang. Ketetapan yang pasti terjadi, sekaligus menunjukkan akibat yang luar biasa sehingga disegel seperti itu.
Masalahnya, siapa yang berhak untuk membukanya? Jika akibatnya begitu hebat, siapa yang sanggup menanggung resikonya? Maka di sini kita menemukan sosok Anak Domba Allah, yang juga adalah singa dari suku Yehuda, yaitu tunas Daud yang telah menang. Inilah Tuhan Yesus Kristus, Tuhan kita. Perhatikan: di sini ketiga Pribadi Allah berkumpul. Ada Roh yang menguasai manusia (Yohanes) dan membawanya naik (lih. 4:2), ada Allah yang duduk di tahta (lih 4:2-3), dan ada Anak Domba Allah (5:6), yaitu Yesus Kristus. Inilah Allah Tritunggal yang senantiasa bersama-sama, dan di waktu yang khusus ini seluruhnya berkumpul di Surga, disaksikan oleh Yohanes.
Dalam pasal 5 ini kita juga menemukan kuasa Kristus berlaku untuk seluruh bumi, karena darah-Nya telah menebus setiap anak Tuhan dari setiap suku, bahasa, kaum dan bangsa. Tidak dikatakan semua orang, melainkan ada orang-orang yang ditebus dari setiap suku, bahasa, kaum dan bangsa. Hal ini memberi petunjuk, bahwa apa yang terjadi adalah pada masa di mana berita Injil telah disiarkan ke seluruh dunia, tidak lagi eksklusif bagi bangsa Yahudi saja. Seluruh dunia memuji dan menyembah Kristus: "Dan aku mendengar semua makhluk yang di sorga dan yang di bumi dan yang di bawah bumi dan yang di laut dan semua yang ada di dalamnya, berkata: "Bagi Dia yang duduk di atas takhta dan bagi Anak Domba, adalah puji-pujian dan hormat dan kemuliaan dan kuasa sampai selama-lamanya!" (5:13)
Kita tahu, bahwa sejak masa Yohanes, para Rasul telah mengabarkan Injil ke seluruh pelosok dunia yang masih bisa mereka capai. Sampai saat ini pun, kita menemukan bekas-bekas penginjilan mereka di India, bahkan juga di Cina. Selama berabad-abad sejak Kristus naik ke Surga, berita Injil di salin dan di siarkan ke mana saja, juga disambut dengan berbagai macam cara. Proses itu berlangsung terus, bahkan hingga hari ini. Sekarang, Injil praktis bisa mencapai setiap penjuru bumi, karena ada teknologi komunikasi yang membuat jarak tidak berarti lagi.
Oke, mari kita kembali ke Anak Domba Allah. Ia telah menerima gulungan itu dan layak membuka meterainya. Apa yang terjadi?
Satu hal, kita perhatikan baik-baik: saat 7 meterai dibuka, gulungan itu sendiri belum dibuka. Meterai adalah segel dari keputusan, membuka meterai belum membuka keputusan itu sendiri (baca Wah 6:1-8:1). Baru setelah ketujuh meterai itu dibuka, segala keputusan Allah terjadi atas manusia -- kuasa ilahi yang menghancurkan bumi. Rangkaian itu dinyatakan dalam rangkaian tiupan 7 sangkakala, seperti memberi tanda mula-mula bahwa inilah saat terakhir kekuasaan iblis dan manusia di bumi(baca 8:2-11:19). Dan berikutnya terjadi sesuai dengan keputusan Allah, yaitu murka Allah (7 cawan murka, baca 15:1-16:21) dan penegakan kuasa Kristus, serta bumi dan langit yang baru.
Nampaknya, hampir tidak mungkin untuk menjelaskan peristiwa-peristiwa ini dengan tepat. Kita hanya bisa melihat bagaimana peristiwa-peristwa terjadi, dan baru kemudian bisa mengerti hubungannya. Namun, dari wahyu ini kita bisa mengerti setidaknya tiga hal:
1. Seluruh peristiwa yang digambarkan adalah peristiwa yang khusus. Tidak pernah terjadi dalam sejarah, dan tidak akan terjadi lagi. Mungkin ada hal-hal yang menyerupai peristiwa itu, tetapi skalanya jauh lebih kecil.
2. Peristiwa yang terjadi akan meliputi seluruh dunia, atau mempengaruhi seluruh dunia. Peristiwa yang terjadi akan memicu reaksi dari seluruh dunia, tentu dalam berbagai tingkatan. Ini bukan peristiwa yang hanya bersifat lokal -- atau malah hanya diketahui secara lokal saja.
3. Dalam setiap peristiwa, ada unsur-unsur yang khas, yang menjadi padanan dari simbol-simbol pada wahyu. Jika hanya melihat peristiwanya saja mungkin kita tidak mengerti apa hubungannya dengan Allah, tetapi ketika simbol-simbol pada wahyu itu diberikan, kita bisa mengenali analoginya -- menjelaskan simbol itu.
Dan kini, mari kita lihat lagi kitab Wahyu, mulai dari pasal 6. Inilah awal dari pembukaan meterai. Saat ini belum ada celaka besar yang dari Allah, tetapi menunjukkan peristiwa yang ada di bumi, yang menandai akhir jaman. Saya percaya, karena meterai-meterai ini sifatnya mengawali, padanannya adalah peristiwa yang terjadi dalam kurun waktu cukup panjang. Kita tidak bisa menentukan kapan persisnya dimulai dan kapan persisnya selesai, sehingga bisa dikatakan bahwa setiap meterai lebih menunjukkan pada satu periode tertentu, bukan peristiwa. Inilah masa-masa dalam sejarah manusia.
Masa yang khusus, tidak pernah terjadi, mempunyai akibat pada seluruh dunia, dan ada unsur-unsur yang khas sesuai simbol pada wahyu.
Kalau kita baca Wahyu 6:2, meterai pertama ditandai dengan ini: "Dan aku melihat: sesungguhnya, ada seekor kuda putih dan orang yang menungganginya memegang sebuah panah dan kepadanya dikaruniakan sebuah mahkota. Lalu ia maju sebagai pemenang untuk merebut kemenangan."
Baiklah... apa yang kita lihat? Seekor kuda putih. Memegang panah. Ada mahkota, lambang kerajaan. Maju sebagai pemenang, merebut kemenangan. Masa apa yang bisa dilambangkan dengan hal-hal ini?
Ada yang menghubungkan kuda putih dengan Knight of Sword, yaitu para ksatria Templars yang dibentuk setelah akhir Perang Salib I. Mereka adalah para ksatria yang melindungi jalan ke Yerusalem, dengan jubah putih dengan tanda salib terjahit di baju. Tidak sedikit pula yang menafsirkan bahwa kuda putih ini menjadi simbol dari para penginjil yang maju dan merebut kemenangan. Gambaran yang menarik, tetapi rasanya tidak tepat.
Ada tiga alasan: yang pertama, peristiwa itu tidak khusus. Penginjilan terjadi sepanjang jaman, sedang perang salib itu sendiri berlangsung berkali-kali, dan semakin lama semakin brutal -- jauh dari maksud penginjilan. Yang kedua, perang salib tidak mempunyai akibat ke seluruh dunia. Memang seluruh eropa terguncang oleh perang salib, tetapi tidak ada kaitannya dengan tempat lain di dunia. Yang ketiga, gambarannya tidak pas: yang putih adalah penunggangnya, bukan kudanya. Lagipula digambarkan memegang sebuah panah (maksudnya: busur panah, a bow), menerima mahkota, dan menjadi pemenang. Kita tahu, dalam sejarah, penginjil tidak menjadi pemenang seperti itu!
Gambaran yang lebih cocok dapat kita temukan pada masa penjajahan. Filosofi imperialisme. Bila dikatakan "kuda putih", bukankah kita bisa melihat gambaran kapal-kapal galleon dengan layar-layarnya yang besar dan putih itu seperti kuda yang membawa penjajah kulit putih ke seluruh penjuru dunia?
Mereka membawa sebuah busur -- suatu panah. Mengapa tidak disebut membawa pedang, seperti pada umumnya ksatria? Bukankah anak-anak Tuhan, para ksatria Allah, digambarkan membawa pedang, yaitu pedang Roh? Kenapa yang dibawa adalah busur? Perhatikanlah sifat busur: senjata ini menyerang dari jarak jauh. Kedatangannya mendahului penyerangnya, tidak terduga. Para penjajah dahulu pun membawa senjata yang menyerang dari jarak jauh; bukan busur kayu melainkan bedil. Teknologi ini tidak terduga, sehingga tidak ada yang dapat menahannya. Mereka bukan saja membawa bedil, tapi juga membawa meriam, yang tidak dapat ditahan orang.
Para penjajah ini, dengan perlengkapan dan senjatanya, masuk dan menjajah seluruh dunia. Tidak pernah terjadi seperti ini dalam sejarah, bahkan lebih dari yang pernah dicapai oleh kekaisaran Romawi atau penaklukan oleh Jenghis Khan. Pengaruhnya dialami seluruh dunia. Orang Eropa masuk ke seluruh 5 benua (Asia, Afrika, Amerika Utara, Amerika Selatan, Australia) dan mengklaim sebagai bagian dari kerajaan -- entah itu Inggris, Perancis, Spanyol, Portugis, atau Belanda. Mereka benar-benar menjadi pemenang yang merebut kemenangan. Inilah masa yang cocok dengan meterai pertama: masa kolonialisme. Pada masa ini pula, agama Kristen turut terbawa ke seluruh penjuru, di bawa oleh penjajah ke segala bangsa.
Tentu ini suatu pencocokan...adakah yang mempunyai gambaran yang lain?
Meterai yang kedua adalah tentang pembunuhan, "Dan majulah seekor kuda lain, seekor kuda merah padam dan orang yang menungganginya dikaruniakan kuasa untuk mengambil damai sejahtera dari atas bumi, sehingga mereka saling membunuh, dan kepadanya dikaruniakan sebilah pedang yang besar. "
Apa yang kita lihat di sini? Perang. Kuda merah ini, bukankah mengingatkan kita pada api yang berkobar-kobar, menyala-nyala? Orang menunggangi (baca: memakai) api untuk mengambil damai sejahtera dari atas bumi; ini adalah perang yang penuh dengan api, bukan perang dengan pedang dan tombak. Jelas bukan perang jaman dahulu, melainkan perang jaman modern dengan senjata apinya.
Perang sudah terjadi dari jaman dahulu kala. Perang sudah lama merampas damai sejahtera dan membunuh manusia. Lalu perang apa dalam sejarah yang terjadi SESUDAH masa kolonialisme, yang tidak pernah terjadi dalam sejarah, yang pengaruhnya mempengaruhi seluruh dunia?
Tentu, yang terpikir oleh kita sekarang: PERANG DUNIA. Masa 40 tahun di mana terjadi perang dunia adalah masa yang luar biasa kejamnya, yang tidak pernah terjadi dalam sejarah. Tak pernah ada kota yang hancur dalam sekejap mata, membunuh ratusan ribu penduduknya, oleh sebuah bom A seperti Hiroshima dan Nagasaki. Tak pernah ada sebelumnya, dan semoga tidak akan pernah ada lagi. Dan pengaruh perang dunia ini mencakup seluruh dunia; tidak ada bagian dunia yang bebas dari akibatnya. Semuanya cocok dengan gambaran meterai itu, bukan? Damai sejahtera diambil, manusia saling membunuh, dan kepada pembawa peperangan ini diberikan sebilah pedang yang besar -- pedang algojo yang membunuh tanpa pandang bulu, tanpa ampun.
Saya hampir merasa pasti, bahwa pedang besar itu tak lain dari bom atom yang dahsyat. Sungguh mengerikan. Tetapi ini bukan kengerian dari Tuhan, melainkan dari tangan manusia sendiri.
Meterai yang ketiga adalah tentang ekonomi, dikatakan, "Dan aku melihat: sesungguhnya, ada seekor kuda hitam dan orang yang menungganginya memegang sebuah timbangan di tangannya. Dan aku mendengar seperti ada suara di tengah-tengah keempat makhluk itu berkata: "Secupak gandum sedinar, dan tiga cupak jelai sedinar. Tetapi janganlah rusakkan minyak dan anggur itu." Apa maksudnya?
Kuda hitam melambangkan masa-masa yang hitam. Ingatkah dengan sebutan "Black Thursday" tahun 1929 di Amerika, saat harga saham anjlok dan perekonomian hancur? Tetapi yang disebut di wahyu bukan hanya sesuatu yang lokal di Amerika, melainkan melanda seluruh dunia dengan keadaan serupa: hancurnya harga saham, rontoknya perekonomian. Krisis moneter global, yang tidak pernah terjadi sebelumnya, dan berpengaruh pada semua negara.
Perhatikan apa yang terjadi dengan orang yang menunggangi kuda hitam ini. Ia memegang timbangan, lambang ekonomi (selain lambang hukum). Secupak gandum dihargai sedinar, mahal sekali! Asal tahu saja, sedinar adalah istilah untuk upah orang bekerja satu hari penuh. Bayangkan, setelah kerja seharian hanya bisa membeli gandum secupak, atau segenggaman tangan. Untuk makan sendiri saja tidak cukup! Seperti itulah keadaannya, orang-orang menjadi miskin luar biasa karena harga- harga tinggi sekali. Ini namanya inflasi -- satu momok yang cukup menakutkan bagi pengelola keuangan negara.
Apakah kita bisa menyebut satu masa di mana terjadi krisis moneter yang hebat, tidak pernah terjadi sebelumnya, dan mengganggu seluruh dunia? Ya, kita mungkin masih ingat, bukan? Ada kiris moneter yang dimulai dari Asia, tetapi pengaruhnya berantai hingga mempengaruhi seluruh dunia. Indonesia termasuk yang terkena dampak paling keras, harga-harga melonjak tinggi sekali. Apakah cuma Indonesia yang kena? Tidak, perhatikanlah bahwa sejak krisis itu, kondisi keuangan di Eropa juga tidak baik. Perekonomian Jepang hancur dalam badai kredit macet. Di Amerika, lembaga cadangan federal melakukan tindakan-tindakan drastis.
Di mana-mana terjadi krisis, orang-orang kehilangan pekerjaannya. Di seluruh dunia banyak perusahaan yang tutup, karena ekonomi global telah menjadi jalinan yang saling mempengaruhi. Tidak pernah terjadi hal seperti ini sebelumnya! Biasanya gangguan ekonomi senantiasa bersifat lokal, seperti depresi besar yang terjadi di Amerika tahun 1929. Tetapi depresi itu hanya melanda Amerika saja; tidak bisa dibandingkan resesi global yang terjadi beberapa tahun lalu.
Dapatkah kita mengatakan, bahwa resesi global yang lalu itu tak lain dari kuda hitam dan penunggangnya yang membawa kemelaratan?
Meterai keempat lebih membingungkan, karena bunyinya demikian: "Dan aku melihat: sesungguhnya, ada seekor kuda hijau kuning dan orang yang menungganginya bernama Maut dan kerajaan maut mengikutinya. Dan kepada mereka diberikan kuasa atas seperempat dari bumi untuk membunuh dengan pedang, dan dengan kelaparan dan sampar, dan dengan binatang-binatang buas yang di bumi. "
Yang pertama, perhatikanlah warna kudanya: hijau kuning. Warna apa ini? Apa di bumi ini yang dicirikan oleh warna hijau dan kuning? Dan perhatikan pula, tidak seperti penunggang lainnya, kali ini nama penunggang kuda ini disebutkan namanya: MAUT. Rupanya bukan kudanya yang menjadi pokok perhatian, melainkan penunggangnya. Ada maut yang menjalar atas seperempat dari bumi. Mengerikan. Tetapi apa maknanya? Masa apa yang cocok dengan gambaran ini?
Dan ingatlah, bahwa peristiwanya adalah peristiwa yang khusus, tidak ada presedennya, serta akibatnya mencakup seluruh dunia. Apa yang kita ketahui tentang ini?
Di dunia ini, tidak banyak kelompok yang gambarannya diwakili oleh warna hijau dan kuning. Sebenarnya warna-warna ini mengingatkan pada warna belerang dan fosfor, yang baunya adalah bau busuk mematikan. Tetapi kita juga bisa menggambarkan ini pada satu kelompok yang suka dengan warna hijau dan kuning... warna Islam. Saya melihat di sini ada beberapa hal yang nampaknya tidak saling berhubungan, kecuali bahwa semuanya mendatangkan kematian.
Hal yang pertama adalah terorisme oleh Islam radikal, kelompoknya Al- Qaeda. Sejak peristiwa 11 Sept 2001, gema terorisme melanda seluruh dunia, dan hal ini tidak pernah terjadi sebelumnya. Ada kematian akibat terorisme di mana-mana, entah itu di Amerika atau di Eropa atau di Thailand baru-baru ini. Kita tidak tahu bagaimana kelanjutannya....mungkin sekali, masih akan ada banyak kematian karena teror. Ada suatu kecemasan, bahwa akhirnya teroris memperoleh senjata pemusnah masal, bom atom. Sebuah bom atom, jika diledakkan di tengah- tengah kota besar, cukup untuk membunuh jutaan jiwa dalam sekejap mata. Itulah yang dikatakan "membunuh dengan pedang"
Hal yang kedua adalah serangan penyakit. Dalam beberapa waktu terakhir, kita mengalami wabah penyakit yang luar biasa, yaitu sindrom saluran pernafasan akut, alias SARS. Sebelumnya sudah ada AIDS, tetapi penularan AIDS bersifat lebih spesifik. Kalau penularan SARS adalah melalui udara, dan jangkauannya luas padahal belum ada obatnya. Entah ada berapa banyak kematian oleh SARS, korbannya ada di seluruh dunia. Memang, di negara maju yang tingkat layanan kesehatannya tinggi, penyakit ini tidak sukar dikendalikan, berbeda di negara-negara asia yang baru berkembang. Ada lagi satu petunjuk...ingatlah, bahwa SARS berasal dari Cina, negara tirai bambu. Ingat warna bambu? Hijau dan kuning, bukan?
Hal yang ketiga adalah warna hijau dan kuning melambangkan gunung berapi, yang penuh fosfor dan belerang. Kita tidak tahu bagaimana persisnya, tetapi kita tahu bahwa gunung berapi bisa mendatangkan maut. Tetapi gunung berapi apa yang terjadi baru-baru ini, yang peristiwanya khusus dan akibatnya mencapai ke seluruh dunia? Saya tidak bisa memikirkannya. Nampaknya sampai sejauh ini tidak ada. Mudah-mudahan saya salah sama sekali, dan tidak pernah ada terjadi letusan gunung berapi yang mempengaruhi seluruh dunia.
Kita juga tidak tahu bagaimana hijau dan kuning bisa diasosiasikan dengan binatang-binatang buas. Kita tahu, bahwa saat ini binatang buas di muka planet bumi ini tidak lagi menjadi raja; orang sudah menaklukkan semua binatang buas yang masih ada, bahkan harus melindungi mereka dari kepunahan. Tetapi tentu binatang buas di sini juga merupakan simbol...entah simbol apa. Bisakah gunung berapi disimbolkan dengan binatang buas?
Kita berhenti di sini, karena meterai kelima nampaknya belum terjadi. Atau kalau pun terjadi, kita tidak tahu...karena yang digambarkan adalah jeritan jiwa orang yang mati karena firman Allah dan oleh karena kesaksian yang mereka miliki. Meterai kelima adalah meterai ketidaksabaran, rasa penasaran yang aneh.
Sebagai penutup, kita semua turut berduka karena tsunami di Aceh, lalu baru saja terjadi gempa bumi di Nias. Jika diperhatikan, tekanan dari gerakan tektonik ini mengarah ke selatan, yang kemarin dikonfirmasi dengan adanya gempa di Mentawai. Kecemasan lanjutannya bukan hanya gempa tektonik, melainkan tekanan yang timbul akan membuat terjadinya letusan gunung berapi yang besar di Sumatra. Seorang professor dari Monash University, Dr. Ray Cas mengungkapkan kemungkinan letusan volkanik yang amat besar, yang terjadi sekali dalam ribuan tahun, dan jangkauannya mencapai seluruh dunia. Letusannya konon akan terjadi di Pulau Sumatra. Bukan berita baik...
Apa artinya ini bagi kita? Saya menemukan, bahwa semuanya ada dalam rancangan Tuhan, yang sudah diwahyukan pada kita. Tentu kita tidak bisa mengetahui bagaimana kelanjutannya, atau bagaimana segala sesuatu terjadi secara persis, kecuali jika TELAH terjadi. Tetapi apapun yang nanti akan terjadi, gambaran dalam wahyu adalah gambaran yang suram. Setelah meterai-meterai dibuka, berikutnya adalah celaka demi celaka atas umat manusia.
Saya yakin ini mendorong kita untuk lebih giat lagi, lebih tekun lagi dalam Tuhan dan mengerjakan pekerjaan-Nya. Waktu yang tersedia semakin sempit, padahal ada begitu banyak kesesatan, orang yang tidak mau kenal Tuhan. Tetapi sekarang masih ada waktu, masih ada kesempatan. Inilah waktu yang berharga, yang harus kita pakai sebaik-baiknya. Berita wahyu bukan berita untuk membuat orang semakin tertutup dan sibuk menyelamatkan diri sendiri, melainkan berita yang memanggil orang-orang untuk segera bertobat, meninggalkan kebiasaan lamanya dan berbalik mencari Tuhan serta kebenaran-Nya.