Sebuah Pelajaran Berharga dari Peristiwa Sederhana

Oleh: Adonia Gita Alfioni

Tanggal 23 Oktober lalu, saya mendapat tugas dari tante saya untuk mengantar adik sepupu ke placement test di sebuah lembaga yang terkemuka di Solo. Sebenarnya, saya mendapat tawaran lain yang lebih menyenangkan untuk saya kerjakan. Tetapi karena saya sudah berjanji, saya tetap harus mengantar adik saya yang blasteran Solo -– Papua itu (selingan). Jam setengah sembilan saya berangkat menuju lembaga itu dengan bekal dari mana–mana. Karena hari in kedua Om saya yang kembar ulang tahun, kami mendapat uang untuk jajan di luar dengan jumlah yang lumayan besar. Puji Tuhan.

Di akhir perjalanan, saya merasa ada sesuatu yang tidak enak dengan motor saya. Kemudian saya bertanya pada adik sepupu saya.

“Div, motornya kok tidak enak yaa... kamu ngerasa nggak?”

Adik sepupu saya menjawab dia tidak merasakan apa-apa. Setelah sampai di lembaga itu dan adik saya menuju ruang placement test, saya mengecek kembali motor saya. Ternyata ban (roda) belakang saya bocor. Biasanya kalau tahu motor saya bocor, saya akan sangat panik dan heboh. Tetapi entah mengapa saat itu saya sangat tenang, bahkan saya bisa bersyukur pada Tuhan. Puji Tuhan saya sudah sampai tempat tujuan, jadi adik saya tidak akan terlambat placement test.

Kemudian saya menelpon dan mengirim sms ke teman–teman saya yang bertempat tinggal di dekat daerah itu. Karena saya punya cukup banyak teman, saya tidak terlalu kesulitan untuk mencari informasi tambal ban. Ternyata di dekat lembaga itu ada tambal ban. Langsung saya ke sana dan menunggu ban belakang motor saya ditambal.

Rencana awal saya sebenarnya, sambil menunggu adik sepupu saya placement test saya akan pergi ke rumah teman SMA saya. Niatnya ingin bercerita banyak sama teman saya, eh, malah jadinya saya yang dicurhatin sama Bapak Tukang Tambal Ban :D. Tapi tidak jadi masalah, saya bersyukur bisa ngobrol dengan Bapak itu. Selain tambah pengalaman juga tambah wawasan tentang motor.

Saat si Bapak ini memperbaiki ban, saya memperhatikan dengan seksama. Dan berpikir, padahal ban luarnya kelihatan baik–baik saja, tidak ada cacat sedikit pun, tapi ban bagian dalamnya bisa berlubang. Betapa parahnya keadaan ban motor saya. Si Bapak Tambal Ban itu memperbaiki bagian dalam ban motor saya. Entah mengapa, pada saat itu saya berpikir, menganalisa, dan menghubungkan hal ini dengan keadaan hati manusia.

Pertama saya mengetahui bahwa ban saya bocor, dan saya bilang kepada si Bapak Tukang Tambal Ban ini kalau ban saya bocor, saya menyerahkan perbaikan ban saya itu kepada Bapak Tukang Tambal Ban. Seperti ban bocor yang membuat motor tidak dapat berjalan dengan baik, begitu juga dengan manusia, hati manusia yang bocor (mungkin karena dosa, kepahitan, dan lain–lain) membuat manusia tidak dapat bergerak dalam pertumbuhan rohaninya. Sehingga manusia perlu tahu apa penyebabnya dia tidak dapat berjalan baik dalam pertumbuhan kerohaniannya dengan meneliti hatinya, seperti saya meneliti ban motor saya. Kemudian dia juga harus mengakui di hadapan seorang Pribadi yang ahli di dalam permasalahan ini, yaitu Tuhan sendiri. Selain mengakui, manusia juga harus menyerahkan seluruhnya kebocoran ini pada Tuhan, bergantung penuh pada Tuhan dan percaya bahwa dia dapat memperbaiki dengan baik kebocoran itu.

Setelah Bapak Tambal Ban itu mengerti di mana letak kebocoran itu. Dia mulai memperbaiki ban itu. Dia menggosok dulu ban itu dengan sebuah penggaris besi, sehingga ban itu terkikis, dan menempel dengan potongan ban yang lain, dengan cara seperti membakar, tetapi sebenarnya tidak membakar. Mungkin api itu sengaja diciptakan oleh si Bapak Tukang Tambal Ban agar potongan ban yang lain menempel kuat dengan ban yang bocor itu.

Dalam perbaikan hati manusia, mungkin seolah Sang Ahli mengikis juga hati itu, sehingga juga akan menimbulkan rasa sakit bagi manusia. Juga mungkin, Tuhan membakar kesenangan–kesenangan manusia yang membuatnya tidak dapat bertumbuh dalam Tuhan. Tentu saja, ini sangat menyakitkan.

Saya pernah mengalami hal–hal ini, ketika Tuhan membakar semua kesenangan–kesenangan saya, dan seolah membuat saya meninggalkan zona nyaman saya. Saat itu saya berpikir, kenapa Tuhan seolah tidak membiarkan saya senang? Tetapi Dia terus menyakiti hati saya. Tapi kemudian saya mendapatkan jawaban setelah saya membaca suatu buku berjudul “Kedewasaan Rohani”. Dalam buku ini, diceritakan bahwa Tuhan memperbolehkan anak-Nya mengalami kesulitan–kesulitan dan penderitaan–penderitaan untuk membentuk hati mereka, dan semua hal itu memang Tuhan lakukan untuk membuat mereka menjadi pribadi yang diinginkan Tuhan. Yah, sesuai dengan salah satu ayat terkenal selama ini bahwa semua yang Tuhan lakukan itu untuk kebaikan manusia sendiri.

Dalam proses perbaikan ini, manusia harus percaya penuh pada Tuhan dan melalui proses ini dengan taat dan setia, serta selalu memikirkan bahwa “rencana Tuhan itu baik, bahkan sangat baik, semua akan mendatangkan kebaikan.”

Dan olala, ban yang sudah ditambal itu dapat membuat motor saya berjalan dengan baik lagi :D. Begitu juga manusia, ketika sudah merasakan ada suatu kebocoran segeralah datang kepada Sang Ahli dan injinkanlah Dia memperbaiki hatimu, sehingga kamu dapat kembali berjalan dalam kehidupan rohanimu.

Saya bersyukur bahwa dari peristiwa yang sangat sederhana dalam hidup saya Tuhan memberikan pelajaran berharga bagi saya. Apapun yang saya alami hari ini, esok dan seterusnya, saya tahu bahwa Engkau mengijinkan semua terjadi untuk membentuk saya. Amin.

Blog penulis: http://alfioniagita.blogspot.com/