Seorang Narapidana yang Menerima Anugerah

Oleh: Pendeta Jeremiah C.

Lukas 13:39-42

Yesus yang dipercayai oleh orang Kristen adalah Kristus yang telah disalibkan. Apakah Anda tahu implikasi dari Yesus yang telah disalibkan? Hari ini, Gereja seringkali menggambarkan Yesus dengan penuh kemuliaan disalibkan di atas kayu salib. Namun, rasul Paulus melukiskan Yesus yang tersalib sebagai batu sandungan bagi orang Yahudi di 1 Kor.1:23 dan dipandang sebagai suatu kebodohan di mata orang-orang non-Yahudi. Jika penyaliban Yesus adalah suatu hal yang mulia, mengapa hal itu menjadi batu sandungan bagi orang Yahudi? Mengapa orang non-Yahudi memandang peristiwa itu sebagai kebodohan?

Pada kenyataannya, penyaliban Yesus bukanlah suatu gambaran kemuliaan. Bukan hanya peristiwa ini gagal untuk menyakinkan orang, namun hal ini sangat menganggu. Mengapa orang mau mempercayai bahwa Yesus yang lemah dan tak berdaya ini, yang ditolak oleh semua orang adalah Kristus dan juru selamat? Jika Anda menyaksikan penyaliban Yesus, apakah Anda akan percaya bahwa dia adalah juru selamat? Apa kaitannya penyaliban Yesus dengan kita? Mengapa kita perlu mempercayai dia? Mari kita baca Lukas 23:39-43.

Seorang dari penjahat yang digantung itu menghujat dia, katanya: "Bukankah engkau adalah Kristus? Selamatkanlah diri-mu dan kami!"

Tetapi yang seorang menegor dia, katanya: "Tidakkah engkau takut, juga tidak kepada Allah, sedang engkau menerima hukuman yang sama?

Kita memang selayaknya dihukum, sebab kita menerima balasan yang setimpal dengan perbuatan kita, tetapi orang ini tidak berbuat sesuatu yang salah."

Lalu ia berkata: "Yesus, ingatlah akan aku, apabila engkau datang sebagai Raja."

Kata Yesus kepadanya: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus."

Ini adalah gambaran yang sangat akrab bagi kita. Alkitab memberitahu kita bahwa saat Yesus disalibkan, terdapat dua narapidana berada di sisi kanan dan kirinya, yang juga sudah dijatuhkan hukuman mati dan yang sedang disalibkan. Kita menganggap Salib sebagai suatu simbol yang kudus dan mulia pada hari ini. Namun, Anda harus tahu bahwa Salib itu adalah lambang penghinaan, hukuman dan maut di zaman Yesus. Sangatlah jelas, kematian adalah satu-satunya tujuan Salib. Jika Anda mau menjatuhkan hukuman pada seseorang, ada metode yang lebih cepat dan efektif. Tujuan penyaliban bukanlah untuk membiarkan para narapidana mati dengan lebih cepat. Sebaliknya, Salib digunakan agar mereka tidak akan mati terlalu cepat. Para narapidana yang disalibkan jarang yang mati dalam jangka waktu 24 jam. Kita melihat di sini bahwa salah satu dari narapidana itu masih punya energi untuk mengejek Yesus. Mereka yang disalibkan tidak akan langsung kehabisan nafas karena dipaku di atas kayu salib. Apa yang benar-benar menyiksa mereka adalah terik matahari yang membakar, kehausan, immobilitas, kesesakan nafas dan seterusnya, penderitaan-penderitaan seperti inilah yang lebih berat dari maut.

Pihak Romawi memakai penyaliban untuk menghukum para narapidana bukan hanya untuk menyampaikan suatu peringatan kepada semua, tapi metode ini menghina narapidana dan keluarga mereka dan juga dapat menyiksa mereka sampai pada titik terakhir. Jadi metode hukuman ini mempunyai pelbagai tujuan. Pemerintah Romawi hanya akan memakai penyaliban untuk menyiksa orang non-Romawi dan hukum Romawi melarang hukuman penyaliban ini diterapkan pada rakyat Romawi. Penyaliban Yesus bukanlah suatu hal yang penuh kemuliaan sebagaimana yang kita bayangkan. Jika Anda berada di situ, apakah Anda dapat melihat adanya kemuliaan? Sebenarnya, yang terlihat adalah penghinaan dan penolakan yang total. Keempat Injil memberitahu kita bahwa pada waktu itu Yesus ditolak oleh orang Yahudi, orang Romawi dan bahkan para murid-Nya sendiri. Bahkan narapidana yang sedang disalibkan bersamanya mengejek dia. Jika Anda hadir di situ pada waktu itu, apakah Anda akan percaya bahwa dia adalah Kristus?

Siapakah kedua narapidana yang disalibkan bersama Yesus ini? Injil Matius memberitahu kita bahwa mereka adalah perampok. Di luar ini, Alkitab tidak menyediakan perincian yang lain. Tidaklah penting mengetahui latar belakang mereka. Yang penting adalah mereka melambangkan dua macam manusia. Saat kita melihat pada kedua narapidana ini, kita tidak harus merasa benar atau menghakimi mereka karena kita juga sama seperti mereka. Kita semua akan mati suatu hari nanti. Ada yang akan mati karena sakit penyakit, ada yang karena kecelakaan. Ada yang kematiannya lebih mudah ada yang lebih menyakitkan. Kita semua sedang menanti hari di mana hukuman mati akan dijatuhkan.

Masalahnya sekarang adalah: bagaimana kita mempersiapkan diri untuk menghadapi kematian? Salah satu dari dua orang yang sedang berhadapan dengan hukuman mati ini memutuskan untuk menghadapi maut dengan sikap yang santai, dan bahkan menghujat Yesus sebelum kematiannya. Pilihannya akan membawa dia pada kebinasaan yang kekal. Namun, yang satu lagi, memilih cara lain untuk menghadapi maut. Dengan diam-diam dia meninjau kembali hidupnya, yang membawa dia pada hidup kekal. Bagaimana Anda mempersiapkan diri Anda untuk menghadapi maut? Alkitab memberitahu kita bahwa setiap orang akan mati tapi kematian itu masih bukan akhir dari segala sesuatu karena kita harus menghadapi penghakiman Allah setelah kita mati. Alkitab memberitahu kita bahwa akibat dosa adalah maut dan mereka yang hidup dalam dosa akan menghadapi kematian yang kedua, yang benar-benar mengerikan. Kita semua harus dengan serius memikirkan bagaimana untuk berhadapan dengan maut.

Anda bisa berkata bahwa kedua narapidana yang dihukum mati itu melambangkan mereka yang punya kesempatan untuk mengenal Injil. Mereka mewakili dua respon yang sama sekali berbeda. Sekalipun keduanya punya kesempatan untuk kontak dengan injil, pengakhiran mereka sama sekali bertentangan. Satunya binasa kekal dan satunya lagi hidup kekal. Termasuk manakah Anda? Anda mau menjadi yang mana satu? Bagaimana kita dapat menjadi narapidana yang diberkati itu?

Pemahaman umum tentang perikop ini sangatlah dangkal. Banyak yang mengira bahwa perikop ini memberitahu kita bahwa sangatlah mudah untuk percaya pada Yesus. Percaya pada Yesus tidak perlu menekankan tentang transformasi kehidupan dan juga tidak harus berbicara tentang kelakuan baik karena kita tidak diselamatkan oleh perbuatan. Jadi contoh narapidana yang di atas kayu salib ini adalah contoh yang terbaik karena yang perlu dia lakukan adalah membuka mulutnya dan mengakui bahwa dia percaya pada Yesus dan dia lalu dapat masuk ke surga pada hari itu juga. Sangatlah mudah memperoleh hidup kekal! Selama kita mau mengakui bahwa Yesus adalah Kristus, apakah ada perubahan dalam hidup kita atau apakah kita berkelakuan baik, tidaklah diperhitungkan. Lalu, setiap kali kita memberitakan Injil pada orang lain, kita berusaha untuk membujuk mereka untuk mengakui bahwa Yesus adalah Kristus. Selama orang itu mau mengakui, dia lalu akan mendapat bagian di dalam kerajaan Allah.

Apakah Anda mempunyai pemahaman yang sama? Apakah keselamatan narapidana yang sudah mau mati ini memang begitu sederhana? Jika menurut kita perikop ini memberitahu kita bahwa keselamatan itu adalah hal yang sederhana, maka kita masih belum memahami kekayaan dan kedalaman perikop ini. Kita tidak seharusnya memandang pada narapidana ini dengan cara pandang yang begitu dangkal. Dengan berbuat demikian, kita sedang mengaburi pesan berharga di balik perikop ini. Untuk dapat menghargai kedalaman perikop ini, kita mesti larut total pada keadaan di waktu itu, hanya dengan cara ini kita dapat sepenuhnya memahami mengapa salah satu dari narapidana ini mengejek Yesus, dan iman yang seperti apa yang dimiliki oleh narapidana yang satunya lagi. Mari kita baca beberapa ayat sebelum itu, Lukas 23:35-39

Orang banyak berdiri di situ dan melihat semuanya. Pemimpin-pemimpin mengejek dia, katanya, "Orang lain ia selamatkan, biarlah ia sekarang menyelamatkan dirinya sendiri, jika ia adalah seorang Mesias, orang yang dipilih Allah."

Juga prajurit-prajurit mengolok-olokkan dia; mereka mengunjukkan anggur asam kepadanya dan berkata:"Jika engkau adalah raja orang Yahudi, selamatkanlah dirimu!"

Ada juga tulisan di atas kepalanya: "Inilah raja orang Yahudi".

Seorang dari penjahat yang digantung itu menghujat dia, katanya; "Bukankah engkau adalah Kristus? Selamatkanlah dirimu dan kami!"

Kita dapat melihat bahwa apakah mereka itu pejabat atau prajurit atau bahkan narapidana, setiap orang sedang mengejek Yesus yang adalah Kristus bahwa dia bahkan tidak dapat menyelamatkan dirinya.

Mari kita lihat pada perikop yang sejajar di Matius 27:38-44.

Bersama dengan dia disalibkan dua penyamun, seorang di sebelah kanan dan seorang di sebelah kirinya.

Orang-orang yang lewat di sana menghujat dia dan sambil menggelengkan kepala, mereka berkata: "Hai engkau yang mau merubuhkan Bait Suci dan mau membangunnya kembali dalam tiga hari, selamatkanlah dirimu jikalau engkau Anak Allah, turunlah dari salib itu!"

Demikian juga imam-imam kepala bersama-sama ahli-ahli Taurat dan tua-tua mengolok-olokkan dia dan mereka berkata:

"Orang lain ia selamatkan tetapi dirinya sendiri tidak dapat ia selamatkan! Ia Raja Israel? Baiklah ia turun dari salib itu dan kami akan percaya kepadanya.

Ia menaruh harapannya pada Allah: baiklah Allah menyelamatkan dia, jikalau Allah berkenan kepadanya! Karena ia telah berkata:Aku adalah Anak Allah."

Bahkan penyamun-penyamun yang disalibkan bersama-sama dengan dia mencelanya demikian juga.

Kedua perikop ini melukiskan gambaran yang sama. Saat Yesus disalibkan, semuanya meninggalkan dia, mengejek dan menghina dia. Tidak ada yang percaya bahwa dia adalah Kristus karena dia bahkan tidak dapat menyelamatkan dirinya sendiri, bagaimana mungkin dia menyelamatkan orang lain? Dengan demikian, orang biasa, para penjabat, para imam, ahli taurat dan bahkan perampok meminta Yesus untuk menyelamatkan dirinya, baru mereka akan mempercayai bahwa dia adalah Kristus. Apakah permintaan ini tidak terlalu masuk akal? Jika Yesus bahkan tidak dapat menyelamatkan dirinya, lalu bagaimana dia dapat menyelamatkan kita? Mengapa kita perlu mempercayai pada seorang Kristus yang lemah dan tak berdaya?

Jika Anda hadir pada waktu itu, pilihan apa yang akan Anda lakukan? Apakah Anda percaya bahwa Yesus yang sedang disalibkan ini dan yang sedang berada di ambang maut ini adalah Kristus? Hal yang lebih sulit untuk dipahami adalah bahkan para murid-Nya juga meninggalkan dia. Jika mereka juga tidak mempercayainya, apakah Anda akan percaya? Namun, besar kemungkinan reaksi kita tidak akan jauh berbeda dari orang banyak. Kita semua orang yang pragmatis. Apakah kita akan menyatakan hal yang sama pada Yesus, "Jika Engkau adalah Anak Allah, Kristus, buktikanlah diri engkau agar kami dapat mempercayai engkau." Bagi yang tidak percaya bahwa Yesus adalah Kristus, ini adalah reaksi yang normal.

Banyak orang yang mempercayai Yesus justru karena doa-doa mereka terjawab dan Allah menyembuhkan sakit penyakit mereka, membantu mereka untuk menyelesaikan permasalahan hidup mereka. Namun, jika Allah tidak melakukan sesuai dengan permintaan kita, apakah kita masih akan percaya? Jika kita hadir pada waktu, apakah kita juga akan turut mengejek Yesus?

Sama sekali tidak sulit untuk memahami reaksi orang banyak. Apa yang menimbulkan teka-teki adalah terdapat satu orang, seorang narapidana yang sedang dihukum mati, yang percaya pada Kristus yang sudah ditolak oleh semua orang! Atas dasar apa narapidana yang satu ini tahu bahwa Yesus yang tersalib itu adalah Kristus? Dapatkah Anda melihat betapa luar biasanya iman sang narapidana yang satu ini?

Apakah Anda memerhatikan bahwa Gereja sangat senang mengundang para ilmuwan, intelektual atau orang Kristen yang tenar untuk membagikan kesaksian mereka? Kita merasakan bahwa kesaksian orang-orang seperti itu lebih berwibawa, yang dapat mempengaruhi orang untuk percaya pada Yesus. Kesaksian-kesaksian wanita-wanita tua yang tidak berpendidikan atau para petani miskin tidak layak dipercayai. Bukankah ini juga merupakan pemikiran Anda? Pernahkah Anda menyadari bahwa itu adalah mentalitas orang banyak? Jika ilmuwan dan kaum intelektual juga percaya, mungkin, kita juga akan mempertimbangkan untuk percaya pada Yesus. Namun, jika mereka yang berpengetahuan, terkemuka, punya status yang tinggi sehati menyakini bahwa Yesus bukanlah Kristus, mengapa kita harus percaya pada dia? Keunikan iman dari narapidana yang ini adalah imannya tidak dibangun di atas iman atau opini orang lain. Mengapa dia bisa mempunyai iman yang sedemikian spesial dan bisa mengetahui bahwa Yesus adalah Kristus? Mari kita baca di Lukas 23:40-41 untuk perinciannya.

Tetapi yang seorang menegor dia, katanya: "Tidakkah engkau takut, juga tidak keapda Allah, sedang engkau menerima hukuman yang sama?

Kita memang selayaknya dihukum, sebab kita menerima balasan yang setimpal dengan perbuatan kita, tetapi orang ini tidak berbuat sesuatu yang salah."

Kalimat yang singkat ini sudah menyingkapkan pada kita kondisi hati narapidana yang percaya Yesus. Kita dapat melihat empat hal tentang kondisi hatinya.

Pokok yang pertama adalah: narapidana ini mengakui kesalahan yang telah dia lakukan. Dia berkata kepada narapidana yang lainnya, "tapi orang ini tidak melakukan sesuatu yang salah". Dengan kata lain, apa yang telah Yesus lakukan bukanlah hal yang tidak baik yang layak dihukum. Bandingkan sikap hati narapidana ini dengan yang satunya lagi, sama sekali bertolak belakang. Narapidana yang satu lagi tidak menunjukkan penyesalan, dia sangat sombong dan bahkan mengejek Yesus. Bagaimana narapidana beriman pada Yesus ini tahu bahwa Yesus tidak melakukan apa pun yang salah? Alkitab tidak memberitahu kita hal ini. Mungkin, dia pernah mendengar ajaran Yesus sebelumnya dan dia telah menyaksikan apa yang Yesus lakukan dengan matanya sendiri. Tapi yang jauh lebih penting adalah orang ini sangat sadar akan dosa-dosanya. Kita dapat membayangkan bahwa dia banyak melakukan introspeksi diri saat dia berada di atas kayu salib dan dia bertobat dari apa yang telah dia lakukan. Dia tidak membenarkan dosanya, dan dia juga tidak menyalahkan orang lain. Dia mengakui bahwa dia adalah orang berdosa.

Pokok yang kedua adalah narapidana ini takut menghadapi penghakiman Allah. Dia berkata kepada kawannya, "karena kamu juga dihukum, tidaklah kamu takut pada Allah?" Sangatlah besar perbedaan sikap kedua orang ini! Nara pidana yang menerima berkat bertobat dari dosa-dosanya dan pertobatan yang dari hatinya juga telah menimbulkan rasa takut pada Allah. Saat kawannya menertawakan Yesus, bukan hanya dia tidak turut mengejek, tapi dia menegur kawannya, mengingatnya untuk takut pada Allah.

Sangatlah jelas, takut akan Allah adalah hasil dari hukuman yang dia terima. Jika dia memang sejak dulu adalah orang yang takut pada Allah, dia pastinya tidak akan menjadi seorang perampok. Kita bisa melihat bahwa dia dapat mengenal Yesus sebagai Kristus pastinya bukan satu kebetulan. Sikapnya terhadap dosa dan takutnya pada Allah telah menghasilkan iman yang menyelamatkan di dalam hatinya. Seperti yang dikatakan oleh Amsal, "Takut pada TUHAN adalah permulaan hikmat". Jika kita tidak mempunyai sikap takut pada Allah yang demikian, tidaklah mungkin bagi kita untuk mempunyai hikmat spiritual untuk dapat melihat bahwa Yesus adalah Kristus.

Hal yang menarik adalah bahwa sekalipun kedua narapidana ini begitu dekat dengan Yesus, reaksi mereka begitu berbeda. Satunya melihat Yesus sebagai Tuhan (Lord) dan Juru Selamat dan satunya menganggap Yesus sebagai orang gila yang menyedihkan. Satunya begitu hormat pada Yesus sementara yang satunya senang melihat Yesus menderita. Mengapa reaksi mereka bisa begitu berbeda? Kuncinya adalah sikap hati mereka terhadap Allah. Barangsiapa yang mengenal takut pada Allah dan bertobat dari dosa mereka, mereka akan memperoleh hikmat spiritual supaya mereka bisa menerima keselamatan. Sebaliknya, mereka yang sombong, sekalipun jika Yesus muncul di depan mereka, mereka tidak akan dapat melihatnya karena mereka buta secara spiritual. Anda termasuk orang yang bagaimana? Apakah Anda berpapasan dengan Yesus namun Anda tidak mengenalnya karena kesombongan yang ada di dalam hati Anda? Narapidana yang memandang rendah Yesus, sekalipun dia begitu dekat dengan Yesus, dia menolak Yesus sama seperti orang banyak. Narapidana ini kehilangan kesempatan yang diberikan Allah padanya.

Allah sangat rela memanifestasikan dirinya pada kita dalam pelbagai cara tapi mengapa kita tidak melihat-Nya? Saya pikir, contoh dari narapidana ini adalah jawaban yang paling baik. Jika hati kita tidak takut pada Dia, dan kita tidak serius menangani masalah dosa kita, mata spiritual kita akan kabur dan bahkan buta. Penglihatan spiritual kita sangatlah penting karena itu berkaitan dengan keselamatan kita.

Pokok yang ketiga adalah bahwa narapidana itu melihat bahwa dia layak menerima hukuman yang sedang dijatuhkan ke atasnya. Dengan kata lain, dia dengan total menerima hukuman yang dijatuhkan. Karena itu, dia berkata pada kawannya bahwa mereka layak menerima hukuman karena itu sepadan dengan apa yang telah mereka lakukan. Kita melihat bahwa dia bukan saja bertobat dari dosa-dosanya, ia juga rela menanggung semua akibatnya. Ini adalah sikap yang sangat unik.

Banyak orang Kristen yang tidak keberatan mengaku dosa-dosa mereka tapi mereka tidak rela menanggung akibatnya. Di dalam hati mereka, pengakuan sudah menyelesaikan segala permasalahan dan mereka tidak lagi perlu bertanggungjawab karena Yesus sudah menanggung semuanya bagi mereka. Dengan demikian, setelah pengakuan mereka, mereka berharap Allah menyelesaikan semua masalah mereka. Jika mereka perlu menanggung akibat atau menerima displin dari Allah dan Gereja, mereka akan segera mengeluh. Kita harus berhati-hati dengan sikap kita. Tuhan itu mau mengampuni dan menanggung beban dosa kita, tapi itu bukan berarti bahwa kita tidak perlu bertanggungjawab.

Alkitab banyak berbicara mengenai displin Allah. Displin adalah untuk mengajar kita tentang akibat dari dosa, supaya kita tidak akan dengan mudah melakukan dosa. Walaupun Daud mengakui dosa-dosanya pada Allah, persoalan itu tidak selesai dengan begitu saja. Sekalipun Allah telah mengampuninya, Allah masih harus mendisplin dia dan di bawah displin Allah yang keras dan berat, Daud berakhir menjadi orang yang menyenangkan Allah. Orang yang takut pada Allah akan tunduk di bahwa hukuman dan displin Allah dengan penuh kerelaan karena dia tahu bahwa displin adalah ungkapan kasih Allah baginya. Hukuman di dunia ini bersifat sementara tapi akan membawa pada kemuliaan kekal. Jika kita meremehkan displin yang Allah berikan pada kita di hidup ini, kita tidak layak untuk mewarisi hidup kekal.

Narapidana ini tidak meminta Allah untuk menyelamatkan dia dari maut di atas kayu salib hanya karena dia sudah bertobat. Dia dengan rela hati menerima displin dan hukuman itu. Sikapnya sangat berbeda dari narapidana yang satu lagi. Saya harap Anda telah melihat perbedaan di antara kedua narapidana itu. Yang diberkati itu mempunyai pemahaman rohani yang mendalam, tentunya ini bukan suatu kebetulan dan juga bukan hal yang sederhana.

Pokok keempat yang kita dapat lihat adalah dia berseru pada Yesus untuk menyelamatkannya. Di ayat 42, dia memohon pada Yesus, 'Yesus! Ingatlah aku saat engkau datang sebagai Raja.' Mengapa dia mau percaya pada seorang Yesus yang lemah dan tak berdaya yang bahkan tidak dapat menyelamatkan dirinya dari hukuman Allah?

Mengapa dia begitu yakin bahwa Yesus yang sedang disalibkan itu adalah Kristus? Janganlah pernah lupa bahwa pada waktu itu setiap orang, tanpa terkecuali sedang melawan Yesus. Lagi pula, Yesus juga dikhianati oleh para muridnya sendiri dan bahkan sudah meninggalkan dia. Lalu bagaimana mungkin orang ini adalah Kristus? Namun, tanpa sedikit keraguan pun, narapidana ini meminta Yesus untuk mengingatnya. Mengapa dia mempunyai iman yang sedemikian besar? Kita hanya punya satu penjelasan untuk hal ini, yakni saat dia bertobat di hadapan Allah, Allah telah menyingkapkan padanya jalur keselamatan dan jalur itu adalah Yesus sendiri. Imannya tidak dibangun di atas opini orang banyak, imannya datang dari pewahyuan yang diberikan oleh Allah!

Adakah orang yang masih waras otaknya yang akan mempercayai Kristus di bawah situasi semacam itu? Jika kita melihat pada mukjizat-mukjizat Yesus, kita mungkin akan percaya. Jika orang banyak memproklamir bahwa Yesus adalah Kristus, kita mungkin akan mempertimbangkan untuk percaya pada dia. Namun, apakah kita akan menyakini bahwa sosok Yesus yang sedang sekarat terpaku di atas kayu salib ini adalah Kristus? Hal ini sama sekali tidak mungkin, kecuali kita telah menerima pewahyuan Allah. Yang pasti, Allah sangat mengasihi orang-orang berdosa. Dia tidak meninggalkan orang ini karena dia mempunyai kerendahan serta keremukan hati dan roh.

Doa terakhir narapidana ini bukanlah untuk meminta Yesus untuk menyelamatkan dia dari hukuman kayu salib, tapi dengan rendah hati menyerahkan dirinya, meminta Yesus untuk menerimanya dan tidak melupakan dia. Dia sudah dapat melihat bahwa penerimaan Yesus itu jauh lebih penting dari apa pun termasuk nyawanya sendiri. Dari pokok ini, kita dapat melihat iman dan kepercayaan total orang yang berada di ambang maut ini.

Sebelum kita menutupi pembahasan, kita masih harus memikirkan satu pertanyaan yakni, mengapa Yesus tidak turun dari kayu salib? Bukankah orang banyak berkata bahwa jika Yesus turun dari kayu salib, mereka akan percaya bahwa dia adalah Kristus? Mengapa dia tidak melakukan itu? Jika dia turun dari kayu salib, bukankah akan lebih banyak orang yang percaya padanya? Bukankah tujuan dia datang adalah untuk kita mempercayainya? Mengapa dia tidak memilih penyalibannya untuk memperlihatkan siapa dia? Penyaliban Yesus merupakan batu sandungan bagi banyak orang yang membuat mereka sulit untuk percaya. Jika Yesus memilih cara yang lebih mulia untuk meninggalkan dunia ini, bukankah akan lebih banyak orang yang akan percaya padanya?

Untuk menjawab pertanyaan ini dengan tepat, kita harus melihat pada satu persoalan yang lebih mendasar. Yaitu, mengapa kita membutuhkan Yesus? Mengapa kita perlu percaya pada Yesus? Bagi beberapa orang, hal ini karena takut akan maut, jadi mempercayai Yesus memberi mereka semacam jaminan di dalam hati mereka. Banyak yang mempercayai Yesus karena mereka berhadapan dengan banyak masalah dan mereka memerlukan pertolongan Allah, jadi mereka hanya bisa percaya. Saya pernah mendengar satu kesaksian dari seorang saudari yang berdoa sungguh-sungguh untuk mendapatkan anak laki-laki. Tapi dia mendapat anak perempuan. Dia begitu marah, dia tidak lagi percaya pada Yesus. Baginya, mempercayai Yesus adalah untuk menyelesaikan permasalahannya dan memenuhi keinginannya, dan itulah alasannya membutuhkan Yesus. Jika Yesus tidak dapat memenuhi keinginannya, mengapa dia harus terus percaya?

Apakah Anda memahami apa kunci permasalahan? Kita semuanya orang yang pragmatis dan yang selalu mencari manfaat diri sendiri. Sama seperti orang Israel yang berkata pada Yesus, "Jika engkau adalah Kristus, pertama-tama, tunjukkan pada kami mengapa kami harus mempercayai Anda?" Narapidana yang satu lagi berkata, 'Jika engkau adalah Kristus, engkau dapat menyelamatkan diri sendiri dan kami, betul? Permintaan macam apa ini? Ini sebenarnya bukan iman, tapi suatu transaksi. Kita semuanya orang yang praktis. Jika Yesus dapat memenuhi tuntutan atau persyaratan kita, kita akan percaya padanya. Jika dia tidak bertindak sesuai dengan persyaratan kita, mengapa kita harus percaya padanya? Jika iman Anda dibangun pada dasar begini, iman Anda bukanlah iman yang menyelamatkan yang dibicarakan oleh Alkitab.

Mengapa kita memerlukan Kristus yang tersalib? Mengapa Yesus harus disalibkan? Alkitab sudah dengan jelas memberitahu kita bahwa dia harus menjadi korban persembahan bagi dosa kita. Dia disalibkan karena dosa-dosa kita dan dosa-dosa kita dapat diampuni lewat kematiannya. Sepenting manakah pengampunan dosa dan mengalami hidup yang baru ini bagi Anda? Apakah Anda peduli pada permasalahan dosa? Apakah Anda akan menangisi dosa-dosa Anda? Apakah Anda memerlukan Yesus bergantung pada apakah Anda melihat kebutuhan dan juga keadaan Anda sendiri.

Pengharapan orang banyak di Yerusalem adalah seorang Kristus atau Mesias yang penuh kekuasaan, seorang yang dapat melakukan hal-hal yang besar bagi mereka. Mereka tidak melihat kemelaratan keadaan mereka, jadi mereka tidak akan percaya pada Mesias yang disalibkan untuk dosa-dosa mereka. Apa yang mereka inginkan adalah Kristus yang dapat memenuhi kebutuhan materi mereka. Dapatkah Anda melihat pada keadaan dan kebutuhan hakiki Anda? Apakah Anda dapat melihat bahwa Anda begitu melarat karena berada di bawah ikatan dosa dan karena itu Anda rindu diselamatkan? Apakah Anda rindu untuk berjalan di dalam terang?

Apakah Anda sadar bahwa kita sedang hidup di dalam angkatan yang jahat? Dumia telah menghibur hati kita, memberitahu kita bahwa pikiran kotor, dusta, fitnah, keegoisan, percabulan dst. bukanlah dosa tapi adalah hal-hal yang lazim. Hidup di dalam angkatan ini membuat hati nurani kita tidak sensitif. Saat kita melihat kejahatan yang dilakukan orang di sekitar kita, kita menganggap kata-kata jahat yang keluar dari mulut kita itu bukan apa-apa dibandingkan dengan perbuatan jahat orang lain. Siapa yang membutuhkan Yesus? Siapa yang menginginkan pengampunan Allah? Mungkin, kaum homoseksual, pembunuh, pemerkosa membutuhkannya. Bagi saya, saya jauh lebih baik dari mereka. Walaupun saya bukan seorang santo, saya tidak pernah melakukan kejahatan yang besar.

Saya pernah menonton satu seri wawancara di televisi saat seorang anak perempuan kecil diwawancara. Dia seorang anak yatim piatu, dan dari kecil dia menghidupi dirinya dengan mengutip sampah. Pernah sekali, dia tidak bisa mendapatkan apa-apa, jadi dia mulai punya pikiran yang jahat dan mencuri beberapa kaleng kosong dari seorang wanita tua yang juga seorang pemulung. Belakangan, anak kecil ini merasa sangat bersalah dan sedih karena kaleng-kaleng itu tidak mudah didapatkan oleh wanita tua itu. Dia tidak seharusnya mencuri dari orang tua itu.

Anak kecil ini punya alasan yang memadai untuk mencuri. Dia seorang anak yatim piatu yang harus merawat dua adiknya yang lebih kecil. Jika dia tidak mencuri, bagaimana bisa dia hidup? Lagi pula, dia hanya mencuri beberapa kaleng, yang sebetulnya bukan apa-apa. Mengapa dia begitu sedih? Saya mau Anda memerhatikan bahwa Allah telah memberi kita hati nurani yang peka pada dosa. Jika kita selalu mendengar pada gerakan hati nurani kita, kita akan peka pada dosa. Jika kita mengabainya dan mengikuti sistem penilaian dunia, kita tidak akan pernah peka pada keseriusan dan akibat dosa.

Orang seperti apakah Anda? Apakah Anda peduli pada permasalahan dosa? Atau apakah Anda hanya peduli pada kebutuhan dan manfaat jasmani? Apakah bagi Anda percaya pada Yesus hanya untuk menyelesaikan masalah dan untuk memastikan bahwa kehidupan Anda mapan? Yesus disalibkan demi dosa-dosa Anda, seberapa pentingkah Dia bagi Anda? Apakah Anda memerlukan Dia untuk disalibkan bagi Anda? Atau apakah Anda mengimani permintaan orang banyak di Yerusalem bahwa jika Yesus tidak dapat menyelamatkan dirinya sendiri, bagaimana Dia dapat menyelesaikan permasalahan kita dalam hal kebutuhan jasmani dan kesulitan hidup yang lainnya?

Apakah Anda menyadari bahwa Allah sedang memakai Yesus yang tersalib untuk menguji siapa kita? Jika Anda adalah orang yang peduli pada hal kebutuhan jasmani, Anda tidak akan percaya pada Kristus yang disalibkan. Bagi Anda, Kristus yang tersalib adalah kebodohan dan dia akan menjadi batu sandungan bagi Anda. Jika Anda serius dengan dosa, jika Anda menangisi dosa, Anda tentunya akan menghargai Yesus yang tersalib bagi Anda. Allah pasti akan bekerja lewat hati nurani Anda untuk melihat bahwa Yesus adalah Mesias.

Apakah Anda memahami kekayaan perikop ini? Apakah menurut Anda, Anda perlu untuk percaya pada Yesus, bergantung padanya dan mengikutinya? Jika Anda merasa tidak perlu, reaksi Anda itu sama dengan orang banyak di Yerusalem. Sekalipun jika Yesus memanifestasikan dirinya di depan Anda, sekali pun Anda mengalaminya; Anda tetap tidak akan diselamatkan karena Anda tidak mempunyai iman yang sesungguhnya menyelamatkan.

Dari peristiwa narapidana yang dihukum mati yang akhirnya menerima anugerah, kita dapat melihat kemurahan hati Allah. Narapidana ini adalah seorang perampok di masa lalunya, dan dia besar kemungkinan bukan orang yang biasa-biasa, dan bisa saja pernah membunuh. Orang semacam ini tidak disambut baik orang lain. Siapa yang mau bersimpati dengan seorang perampok yang pernah membunuh? Hukuman mati yang dijatuhkan ke atasnya adalah kabar baik bagi masyarakat. Banyak negeri yang mempunyai hukuman mati, menjatuhkan hukuman mati pada seseorang menunjukkan bahwa orang ini adalah sampah masyarakat, tidak ada nilainya bagi masyarakat dan karena itu masyarakat perlu menyingkirkan orang semacam ini dengan hukuman mati.

Sekalipun narapidana ini sepenuhnya ditolak oleh masyarakat, Yesus tidak meninggalkan dia. Saat dia berseru kepada Yesus dari hatinya, Yesus mendengar seruannya. Dia bahkan berjanji, "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan aku di dalam Firdaus." Ini adalah janji yang diberikan. Satu berkat yang luar biasa! Waktu lampau kita bukanlah hal yang paling penting, tapi apa pilihan kita pada hari ini. Mungkin saja, Anda telah melakukan banyak hal yang jahat di waktu lampau. Sekalipun setiap orang menolak Anda, selama Anda mengikuti teladan narapidanan yang diberkati ini, dan tidak melepaskan kesempatan ini, Yesus juga akan berbelas kasihan pada Anda sebagaimana dia berbelas kasihan pada narapidana itu. Harapan saya, Anda yang membaca ini, tidak ada seorang pun yang akan seperti narapidana yang satunya lagi, yang membiarkan keselamatan itu melewatinya begitu saja. Kiranya Allah berbelas kasihan pada setiap dari kita, membuka mata kita agar kita dapat memahami betapa penting dan berharganya penyaliban Yesus.

Narapidana yang diberkati ini telah mengambil jalur yang salah dalam kehidupannya dan hidupnya sudah tiba pada titik akhir. Dia tidak dapat mengubah masa lalunya, tapi dia memutuskan untuk tidak melepaskan kesempatan terakhir untuk memilih berjalan di jalur yang benar yakni bertobat dan berpaling pada Allah. Penerimaan Yesus mendemonstrasikan kasih Allah bagi dunia. Matius 27:14 memberitahu kita bahwa saat Yesus diinterogasi oleh Pilatus, dia tidak mau menjawab pertanyaan Pilatus karena Yesus benci pada orang yang sombong. Namun, saat dia lemah secara fisik, dia membuka mulutnya untuk menerima seorang narapidana yang bukan siapa-siapa. Tentu saja, kita tidak perlu menunggu sampai momen terakhir di dalam hidup kita sebelum membuat keputusan karena kita tidak tahu kapan titik terakhir dalam hidup kita. Kita harus berpegang pada setiap kesempatan yang Allah berikan hari ini, bertobatlah dan percayalah pada dia, supaya kita dapat menjadi orang Kristen yang memuliakan Allah dan membawa berkat bagi banyak orang.

Sumber: http://www.cahayapengharapan.org/khotbah/paskah/texts/seorang_narapidana_yang_menerima_anugerah.htm