Diakonia Gereja: Kepedulian kepada Umat-Nya yang Terkena Bencana
Oleh: Pdt Midian KH Sirait, M.Th. (Pendeta HKBP Resort Kalimantan Timur)
Bencana berupa gempa, tanah longsor, banjir, dan kekeringan bertubi-tubi melanda berbagai daerah di Tanah Air. Wujud perilaku peduli seseorang terhadap orang lain membutuhkan perhatian konkrit dalam bentuk biaya dan pertolongan lainnya. Banyak korban gempa yang meminta layanan pengobatan dan memanfaatkan fasilitas layanan medis. Penanganan pos pengungsian, yang tetap memprioritaskan keselamatan dan kesehatan menuju kehidupan yang baik dan harmoni.
Di tengah keadaan yang seperti itu, kita, sebagai gereja yang Tuhan tempatkan di bumi Indonesia, terpanggil untuk bersama-sama mengulurkan tangan mengatasi permasalahan yang terjadi tersebut. Yaitu, membantu terbentuknya komunitas baru dan membantu menuju kemandirian masyarakat pengungsi sehingga dapat menjadi masyarakat pengungsi mandiri. Kita harus berupaya untuk menguatkan mereka untuk melihat masa depan bersama Kristus.
Diakonia Sebagai Tugas Gereja
Fungsi gereja sebagai satu komunitas yang terdiri dari berbagai unsur dan latarbelakang yang berbeda-beda tetapi satu dalam komunitas yang tidak jemu-jemu berbuat baik, diwujudkan dalam kebersamaan jemaat untuk berbuat baik dan bertolong-tolongan.
Jadi, komitmen dan itikad baik terhadap orang lain saling berbagi dalam beban, agar kelebihan kita mencukupkan kekurangan mereka, agar kelebihan mereka kemudian mencukupkan kekurangan kita, supaya ada keseimbangan. Paulus menegaskan komitmen tersebut, bahwa orang yang mengumpulkan banyak, tidak kelebihan dan orang yang mengumpulkan sedikit, tidak kekurangan (2 Kor. 8: 14-15).
Kutipan nats Firman di atas ini ingin menggugah kita bersama untuk hidup berdiakonia. Berdiakonia adalah pelayanan kasih untuk kesejahteraan manusia (orang lain). Dalam berdiakonia harus ada kesadaran, memberi uluran kepada sesama. Sehingga, berdiakonia juga dapat diartikan berkorban.
Berkorban adalah syarat mutlak untuk mendatangkan kesejahteraan bagi orang lain. Ini keputusan teologis karena gereja di Indonesia melihat bahwa pada Pancasila, khususnya melalui sila Ketuhanan Yang Maha Esa, terbuka koridor keterlibatan agama Kristen untuk berpartisipasi pada proyek bersama berbangsa.
Berdiakonia Adalah Kasih Tanpa Bersyarat
Kegiatan diakonia yang berurusan dengan kemanusiaan, yang materi, yang fisik dapat terlaksana dengan baik hanya bila dimulai dengan Roh Tuhan (Gal 5:22). Sifat-sifat roh manusia yang baik selalu dipenuhi rasa kasih sayang, bertanggung jawab, lemah lembut, kesetiaan, suka menolong, murah hati, berhati suci, terus-terang, bersahabat, dan masih banyak lagi.
Hal itu merupakan potensi yang sangat dahsyat bila semuanya diberdayakan dan diberi peran sesuai dengan talenta yang diberikan Tuhan dalam rangka peningkatan kesejahteraan bersama. Yaitu: memberi dari yang ada, membuat apapun yang dilakukan tidak terpaksa, atau harus berhutang. Kemudian memberi yang terbaik, sehingga semua yang dilakukan penuh dengan keseriusan dan rasa penuh tanggung jawab. Dengan demikian berdiakonia adalah jiwa dan raga yang berkorban untuk mendatangkan kesejahteraan bagi orang lain. Paulus meminta agar gereja saling mendukung, memikul, dan menopang.
Tugas jemaat adalah "saling membantu". Seharusnya bersatu padu menghadapi bencana pada saat banyak rakyat membutuhkan uluran tangan dari mana saja. Semua yang dilakukan hanya untuk Tuhan, dan memberkati orang lain. Mengucap syukur dan penuh sukacita adalah kunci untuk melakukan pelayanan ini dengan hati yang siap, terbuka, penuh semangat, dan tulus.
Hidup Bersama-Sama Selaku Satu Bangsa dan Negara
Dalam Pancasila ada tali-temali yang kukuh antara agama-agama, yang berketuhanan itu, dan hidup bersama-sama selaku satu bangsa dan negara. Komitmen kebangsaan akan makin kuat kalau dari dalam komunitas agama bisa dialami kebebasan yang membuka ruang bagi kesejahteraan bersama. Pada Pancasila, khususnya melalui sila Ketuhanan Yang Mahaesa, terbuka koridor keterlibatan agama Kristen untuk berpartisipasi pada proyek bersama berbangsa. Dalam Pancasila ada tali-temali yang kukuh antara agama-agama, yang berketuhanan itu, dan hidup bersama-sama selaku satu bangsa dan negara.
Tersedianya ruang-ruang sosial tempat warga Indonesia mengalami kebebasan dan juga perbaikan mutu hidupnya akan menjadi pilar menguatkan komitmen kebangsaan itu. Ini sungguh penting di tengah modus hidup sehari-hari kita kini sebagai “kualitas relasional yang hangat dan perhatian terhadap yang lain, percaya, afeksi, mengakui, dan mengasihi.†Sehingga dalam kehidupan bersama, bahkan yang sangat dibutuhkan adalah kepedulian dan kepekaan terhadap orang-orang lain.
Oleh karena itu, kita seluruh umat Tuhan mengembalikan seluruh aktifitas sebagai jati dirinya, yang mengasihi Allah dan sesamanya. Atas dasar itulaj dalam menyalurkan bantuan untuk usaha menolong saudara-saudara kita yang ditimpa musibah tersebut. Biarlah semangat, sukacita dan berkat yang kita terima dari kemurahan Tuhan dapat kita salurkan juga untuk dapat dirasakan oleh saudara-saudara kita yang tengah menderita.
Berdoa Untuk Para Korban
Untuk menjawab persoalan-persoalan sosial yang sedang kita hadapi. Demi mewujudkan hal itu, manusia perlu menajamkan rasa dan hati, sama tajamnya dengan rasio dan akalnya, dengan jalan untuk bersama-sama menanggung beban berat ini, dengan menyalurkan bantuan untuk usaha menolong saudara-saudara kita yang ditimpa musibah tersebut.
Itu sebabnya di tengah pergumulan dan tantangan berat itu, kita mohon dan berdoa agar Tuhan benar-benar campur tangan. Dalam berbagai masalah dan situasi sulit yang melanda negeri dan keluarga kita, Dia justru memberi kekuatan dan hikmat kebijaksanaan (1 Raja-Raja 3:12). Bahtera keluarga yang kita rasakan tengah diterpa ombak, benar-benar dikemudikan Tuhan. Kebutuhan keluarga dan jemaat yang kita rasakan tidak cukup, justru dicukupkan oleh Dia yang Maha Pengasih.
Biarlah semangat, sukacita, dan berkat yang kita terima dari kemurahan Tuhan kepedulian kita dapat disalurkan juga untuk dapat dirasakan oleh saudara-saudara kita yang tengah menderita di tanah air kita Indonesia; seperti di Irian, Mentawai, dan Jawa Tengah. Seraya terus berdoa bagi para korban dan usaha-usaha memulihkan keadaan yang lebih baik. Tunjukkanlah kasihmu dalam hal saling membantu, dan berusahalah memelihara kesatuan Roh oleh ikatan damai sejahtera, Ef. 4: 3-4). Dalam doa yang dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, agar bumi persada Indonesia dijauhkan dari bencana alam, menyusul musibah banjir dan longsor serta gunung meletus serta tsunami yang telah mendera saudara kita sebangsa dan setanah air.
Akhirnya, tidak ada yang tidak mungkin bagi Dia. Masa depan kita tetap terbuka lebar dan tidak akan tertutup. Sebagaimana Dia telah merangkul dan menciptakan ketahanan yang kuat pada masa lampau, demikian juga sekarang dan yang akan datang. Mari kita sebagai warga gereja mengkosentrasikan diri terhadap pelayanan, merendahkan diri di hadapan Dia dan semuanya mengarah kepada Yesus Kristus yang memberi tugas suruhan membantu sesama jemaat dan warga lainnya. Amin.