Hati Terpikat dan Terjerat

Oleh: Yon Maryono

Wanita mana yang hatinya tidak suka dengan kata-kata rayuan? Pernyataan itu tidak hanya relevan jaman sekarang, tetapi pada awal mula penciptaan. Perempuan telah terpikat rayuan ular untuk makan buah pohon pengetahuan yang dilarang Tuhan. Demikianlah perintah Tuhan kepada manusia: Semua pohon dalam Taman ini boleh kau makan buahnya dengan bebas tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, janganlah kau makan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya pastilah engkau mati. Hal ini bermakna, kebebasan itu dengan syarat, manusia harus menahan diri dari apa yang sudah ditetapkan Allah agar tidak dilakukan manusia (Kejadian 2:15-17). Ternyata, manusia tidak peduli terhadap perintah Tuhan.

Sosok Ular, sebagai figure iblis memikat manusia, untuk memanjakan keinginan dirinya, sehingga manusia menolak bergantung pada Sang Pencipta. Tanggung jawab kesalahan atas pilihan itu bukan terutama pada ular melainkan pada diri manusia itu sendiri sehingga merusak keharmonisan hubungan antara manusia dan Allah. Itulah yang terjadi dalam diri manusia sehingga jatuh dalam dosa. Akibatnya, Tuhan menghalau mereka dalam kehidupan yang harus dihadapi dengan susah payah, manusia keluar dari hadirat Tuhan. Murid Yesus, seperti Yudas pun terpikat dan tidak dapat lepas dari pengaruh Iblis. Pengaruh itu ada sejak mula, jaman Kristus bahkan sampai sekarang atau akhir jaman. Mengapa? Firman Tuhan: Aku (Tuhan) akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini antara keturunanmu dan keturunannya (Kej. 3:15).

Dengan jujur renungkanlah, adakah perbuatan ini selalu kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari, seperti: pikiran jahat, percabulan, pencurian, pembunuhan, perzinahan, keserakahan, kejahatan, kelicikan, hawa nafsu, iri hati, hujat, kesombongan, kebebalan (Markus 7:21-22). Yakobus menuliskan: Jika kamu menaruh perasaan iri hati dan kamu mementingkan diri sendiri, janganlah kamu memegahkan diri dan janganlah berdusta melawan kebenaran! Itu bukanlah hikmat yang datang dari atas, tetapi dari dunia, dari nafsu manusia, dari setan-setan (Yakobus 3:14-15). Oleh karena itu: Apabila seorang dicobai, janganlah ia berkata: Percobaan ini datang dari Allah. Sebab Allah tidak dapat dicobai oleh yang jahat, dan Ia sendiri tidak mencobai siapa pun. Tetapi tiap-tiap orang dicobai oleh keinginannya sendiri, karena ia diseret dan dipikat olehnya. Dan apabila keinginan itu telah dibuahi, ia melahirkan dosa; dan apabila dosa itu sudah matang, ia melahirkan maut (Yakobus 1:13-15).

Karakter jahat atau kegelapan itu sudah menguasai manusia, sehingga manusia tidak dapat lagi mengenali atau mencari kebenaran atas usahanya sendiri. Paulus menuliskan: Sebab aku tahu, bahwa di dalam aku, yaitu di dalam aku sebagai manusia, tidak ada sesuatu yang baik. Sebab kehendak memang ada di dalam aku, tetapi bukan hal berbuat apa yang baik (Roma 7:18). Jika kita telah memahami hal ini maka dengan sendirinya kita mengetahui bahwa tanpa Anugerah dari Allah maka manusia tidak akan pernah bisa kembali kepada Kebenaran yang sesungguhnya. Sehingga apa yang dipilih manusia tidak berpusat lagi kepada Allah.

Jagalah hati

Dalam psikologi, ego manusia terkait dengan badan, otak, dan hati. Jika badan diasosiasikan dengan eksistensi fisik, otak dengan pikiran, hati dengan intelektual, maka intelektual dalam hal ini sangat penting karena otak dan badan di bawah kendali dan berasal dari intelektual. Intelektual adalah pusat manusia (the centre of human being), yang bersemayam di dalam hati. Dalam ilmu psikologi, kualifikasi intelektual harus didampingi dengan kualifikasi moral. Jika tidak didampingi spiritual, intelektual tidak akan berfungsi. Secara psikologis, intelektualitas menjadi spiritualitas ketika manusia sepenuhnya hidup di dalam kebenaran.

Alkibab adalah sumber segala pengetahuan. Oleh karena itu, narasi dalam psikologi sudah sepenuhnya tertuang di Alkitab. Narasi dalam Alkitab sering mengidentifikasi bahwa pusat perintah keinginan manusia tergantung dari sikap hati, atau Levav (bahasa ibrani). Kecenderungan manusia untuk bersikap atau bertindak ditentukan oleh Hati, dan dari hati cenderung selalu membuahkan kejahatan semata-mata (Kej 6:5). Hati adalah tempat berfikir (Markus 2:6-8) dan tempat perasaan (Lukas 24:32). Demikian pula, dosa timbul dari hati dan pikiran; sebab dari dalam, dari hati orang timbul segala pikiran jahat, percabulan, pencurian, pembunuhan, perzinahan, keserakahan, kejahatan, kelicikan, hawa nafsu, iri hati, hujat, kesombongan, kebebalan (Markus 7:21-22). Oleh karena itu, hati inilah yang dipengaruhi iblis, sehingga liciknya hati, lebih licik dari segala sesuatu (Yer.17:9). Dalam Alkitab, hakekat hati manusia dimanifestasikan dengan segala sifat, jasmani, intelektual, dan jiwa sebagai suatu kesatuan, sehingga hati adalah sebuah sinergi antara jiwa, akal budi, dan kekuatan.

Oleh karena itu, sejak kita belajar dan mengetahui kebenaran firman Tuhan, tetapi kita memberi waktu diskusi dengan diri sendiri untuk mempertimbangkan melakukan atau tidak melakukan kebenaran itu, saat itulah iblis masuk dalam hati kita untuk memutar balikan kebenaran firman Tuhan. Hati menjadi tujuan utama yang diserang iblis. Hati juga menjadi tujuan utama yang dibentuk Tuhan. Tuhan menyelidiki hati, menguji batin dan menjadikannya hati kita bersih melalui penyerahan diri dan ketaatan kita sebagai pelaku kebenaran firman Tuhan. Jagalah hati, jangan sampai terpikat dan terjerat rayuan iblis. Percayalah janji Tuhan: orang yang suci hatinya akan melihat Allah, dan dapat memahami kasih Allah (Mat.5:8; Efesus 3:17).

Tuhan memberkati.