Kasih Kristiani (Mengaktualisasi Kasih yang Tergambar dalam 1 Korintus 13)

Oleh: Pdt. Samuel T. Gunawan, M.Th

Khotbah Ibadah Raya GBAP El Shaddai Palangka Raya
Minggu, 24 Pebruari 2013

“Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu. Kasih tidak berkesudahan..” (1 Korintus 13:4-8a)

PENDAHULUAN

1 Korintus 13 adalah salah satu pasal yang paling di kenal dalam Alkitab, sekaligus pasal yang paling rumit. Bagi kebanyakan orang Kristen, gambaran kasih disini lebih merupakan gagasan ketimbang pengalaman, atau lebih bersifat teoritik ketimbang praktis. Daya tarik ayat ini membuat banyak orang Kristen terpana bagaikan memandang gunung yang menjulang tinggi dalam kemegahannya sehingga membuat kita tertarik untuk mengukur ketinggiannya, namun menyadari betapa kita terikat di bumi dan tidak memiliki peralatan untuk mendakinya. Kita mengenal kasih, tetapi kita juga mengenal diri kita dan betapa jauhnya aktualitas kasih kita. Kasih itu sendiri “tak pernah gagal”, kitalah yang gagal, bahkan seringkali gagal menerapkannya.



Kita tahu, jauh lebih mudah menulis dan membicarakan tentang kasih ketimbang melaksanakannya. Walau pun demikian, pada ayat-ayat pembukaan, Paulus menantang kita untuk “mengejar dan mendapatkan kasih” (1 Korintus 14:1). Kita belum memilikinya dalam pengertian melaksanakannya, namun kita sangat mendambakannya. Bukankah ini seharusnya memberi kita semangat? Bukankah kerinduan itu sendiri merupakan kilasan kasih yang selalu berharap, selalu bertekun (1 Korintus 13:7)? Bukankah keinginan kita untuk menyingkirkan keangkuhan dan kedengkian serta ambisi merupakan tanda kasih? Ketika kita bersikap kasar, bukankah kepedihan yang muncul membuktikan kasih kita kepada orang yang kita lukai? Apabila kita mengakui diri kita kurang mengasihi, setidaknya kita telah mulai “meninggalkan sifat dan tindakan kita yang kekanak-kanakan” (1 Korintus 13:11). Orang yang bersifat kekanak-kanakan tidak mengasihi tetapi merasa mengasihi. Saat kita sadar bahwa kita “tidak mengasihi” namun ingin berubah kita telah membuat semacam kemajuan. Marilah kita, tetap mengaktualisasikan kasih yang telah didefinikan ini (1 Korintus 13:1-13) dalam kehidupan kita, karena kasih adalah kekuatan untuk hidup dalam sukacita sebagai orang-orang yang tidak sempurna di dalam kasih.

APAKAH KASIH ITU ?

Pertanyaan penting yang akan kita ajukan ialah: Apakah kasih itu? Kasih dalam pengertian insani atau pun ilahi merupakan bentuk ungkapan yang paling dalam dari kepribadian sekaligus hubungan pribadi paling akrab dan paling dekat.

Kata Ibrani Perjanjian Lama yang paling dominan untuk kasih adalah “aheb” berkonotasi beragam makna sesuai dengan konteksnya. Perjanjian Baru kebanyakan menggunakan dua kata Yunani yaitu: “agape” dan “philia”. Kata “agape adalah kata yang paling dominan dalam Perjanjian Baru. Kata “agape” jarang digunakan dalam bahasa Yunani sebelum kata itu dipakai secara khas oleh orang Kristen untuk mengungkapkan kasih. “Agape” dipakai untuk menyatakan kasih Allah, kasih sejati, tidak mementingkan diri, tidak menuntut balas jasa, dan kasih dari hati yang peduli pada orang lain. Sedangkan kata “philia” yaitu kasih sayang antar sahabat atau teman; kata ini sering diasosiakan dengan kasih persaudaraan. Dua kata Yunani klasik “eros” dan “storge” tidak digunakan dalam Alkitab. Kata “eros”, menunjukkan cinta dengan daya tarik seksual atau erotika. Kasih ini sering dihubungkan dengan romantistik. Sedangkan kata stôrge berarti kasih alami dalam keluarga, seperti kasih seorang ibu dan anaknya tidak digunakan di dalam Alkitab.

Kasih “agape” dapat diaktulisasikan kepada Allah dan kepada sesama. Secara khusus, dalam konteks 1 Korintus pasal 13 ini, Paulus menggunakan kata “agape” dalam hubungan dengan sesama. Kristus dalam Matius 22:34-40 meringkas tugas orang Kristen dengan hukum kasih, yaitu kasih kepada Tuhan, kepada diri sendiri dan kepada sesama. Kasih agapaô perlu memenuhi hidup kita dan mengontrol kasih yang lainnya (philia, eros, storge). Semua kasih yang lain hanya dapat diperbaiki dan berfungsi dengan benar dalam proporsi yang tepat bila kasih “agape” mengontrolnya. Kasih ini mengatur relasi kita dalam keluarga, sesama, ditempat kerja (Yohanes 13:34), dan bagi mereka yang membutuhkan bahkan mereka yang memusuhi (Lukas 10:25-37).

MENGAPA PAULUS MENULIS PASAL KASIH INI?

Mengapa Rasul Paulus, ketika menulis surat kepada jemaat di Korintus, ini justru menuliskan tentang kasih?

Paulus memiliki dua alasan pokok dalam pikirannya ketika ia menulis surat 1 Korintus ini: Pertama, untuk membetulkan masalah yang serius dalam jemaat di Korintus yang telah diberitahukan kepadanya. Hal-hal ini meliputi pelanggaran yang dianggap remeh oleh orang Korintus, tetapi dianggap oleh Paulus sebagai dosa serius. Kedua, untuk memberikan bimbingan dan instruksi atas berbagai pertanyaan yang telah ditulis oleh orang Korintus. Hal-hal ini meliputi soal doktrin dan juga perilaku dan kemurnian sebagai perorangan dan sebagai jemaat.

Secara khusus alasan yang paling penting mengapa Rasul Paulus menulis pasal tentang kasih (1 Korintus 13) ini adalah karena ia sedang memberikan teguran kepada jemaat di Korintus. Mereka adalah jemaat yang menerima karunia besar dari Tuhan, karunia-karunia Roh Kudus, dan gereja yang dinamis sekali. Tetapi, Korintus adalah jemaat yang paling bermasalah, baik itu masalah doktrinal, kurangnya moralitas, hubungan seksual di antara anggota keluarga, dan sebagainya. Di tengah-tengah situasi yang kacau itu, Rasul Paulus memberikan pengajarannya tentang penggunaan karunia dan pentingnya karunia Roh Kudus sehingga tidak mereka salah gunakan. Setelah dia memberikan pengajarannya, barulah dia menekankan bahwa yang terpenting dari semuanya adalah kasih.

Ada tiga hal yang Paulus harapkan dipahami oleh jemaat melalui ajaran tentang kasih dalam 1 Korintus 13 ini, yaitu: motivasi kasih (1 Korintus 13:1-3), karakteristik kasih (1 Korintus 13:4-8a), dan keunggulan kasih (1 Korintus 13:8b-13).

MOTIVASI KASIH (1 KORINTUS 13:1-3)

Apa gunanya penggunaan karunia, perbuatan besar dan dahsyat jika tidak ada kasih yang melatarbelakanginya? Banyak orang tidak akan setuju perlunya memeriksa motivasi dari apa yang kita sebut perbuatan baik. Banyak orang mengklaim bahwa karisma, pengetahuan, dan pengorbanan adalah sama dengan kasih. Tetapi masing-masing hal itu perlu diperiksa seperti seperti yang pasal ini sudah lakukan.

Paulus mengatakan, “Sekalipun aku dapat berkata-kata dengan semua bahasa manusia dan bahasa malaikat, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama dengan gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing. Sekalipun aku mempunyai karunia untuk bernubuat dan aku mengetahui segala rahasia dan memiliki seluruh pengetahuan; dan sekalipun aku memiliki iman yang sempurna untuk memindahkan gunung, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama sekali tidak berguna. Dan sekalipun aku membagi-bagikan segala sesuatu yang ada padaku, bahkan menyerahkan tubuhku untuk dibakar, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, sedikitpun tidak ada faedahnya bagiku”. (1 Korintus 13:1-3). Di dalam ayat ini, tercatat tujuh karunia, yaitu: karunia bahasa lidah, nubuat, hikmat (menyelami rahasia), pengetahuan, iman, memberi (membagi-bagikan), dan mati syahid (menyerahkan tubuh untuk dibakar). Karunia-karunia ini sangat penting, sperti ditunjukkan di pasal-pasal yang mengapitnya (khususnya pasal 12 dan 14). Namun demikian, kata Paulus, memakai atau menjalankan karunia tanpa kasih tidaklah berguna dan tidak berfaedah, bahkan sia-sia. Kasih adalah “jalan yang lebih utama” dan melampaui “karunia-karunia utama” (1 Korintus 12:31). Karena itu kasih harus “dikejar” (1 Korintus 14:1) dan karunia-karunia dijalankan dengan kasih (1 Korintus 13:1-3). Ingat, karunia-karunia (charismata) akan berhenti diujung sejarah, tetapi kasih akan tetap berlanjut (1 Korintus 13:8).

1. Fasih berbicara tanpa kasih adalah omong kosong. Walaupun seseorang sangat pandai berbicara, sopan, atau menghibur yang mendengarkan, tanpa kasih, dia akan menggunakan lidahnya untuk tujuan pribadinya. Meskipun ribuan orang akan terkesan, tergerak, dan tersentuh, namun perkataannya sama saja dengan bunyi gong. Dengan adanya gerakan hiburan di gereja, orang-orang bersedia memaklumi semua kegagalan yang para pendeta dan guru lakukan untuk menjaga agar gereja tetap ramai.

2. Berpengetahuan tanpa kasih tidak berguna. Ilmuwan, teolog, doktor, dan filsuf semuanya berpura-pura memiliki pengetahuan yang luar biasa, tetapi tanpa kasih, pengetahuan ini akan menghancurkan mereka dan orang lain. Mereka yang memiliki pengetahuan adalah mereka yang seharusnya menggerakkan dunia. Para ekonom, pemuka agama, konselor, atau peneliti, semuanya memiliki pengetahuan khusus yang akan memberikan dampak signifikan dalam sejarah manusia. Dampak tidak diperoleh dari pengetahuan, namun dari apa yang dilakukan seseorang dengan pengetahuan itu. Bila dia tidak mengasihi, maka pengetahuan tidak lagi penting. Ketidakpedulian yang dibarengi kasih adalah lebih baik daripada pengetahuan yang dibarengi dengan pengejaran kepentingan diri, apa pun bidang pengetahuannya. Sekarang ini, kita menghabiskan banyak waktu, energi, dan uang untuk mengejar pengetahuan. Kita meluangkan sedikit waktu untuk memeriksa hati mereka yang bergelar tinggi. Gereja-gereja yang mencari pendeta tampaknya lebih menekankan gelar daripada kasih.

3. Kebaikan dan pengorbanan tanpa kasih tidak berfaedah. Kita akan berpikir bahwa mereka yang menyerahkan seluruh milik mereka dan melakukan pengorbanan diri yang besar merupakan suatu hal yang sangat mulia. Namun sekali lagi, kita bisa memberikan seluruh kekayaan kita, bahkan mengorbankan hidup kita, tetapi tanpa kasih, semua itu tidak ada gunanya. Saya bertanya-tanya seberapa besar bantuan yang diberikan atas dasar kasih daripada atas dasar motivasi memiliki reputasi terkenal. Bila nama kita tidak dikenal, akankah kita tetap memberikan sebanyak yang kita sudah kita lakukan? Pengorbanan yang besar tidak sama dengan kasih karena pengorbanan ini bisa saja berasal dari alasan egois agar dihargai dan dikenal. Ringkasannya, kita harus mulai memeriksa segala tindakan kita; apakah kita melakukannya atas dasar kasih atau pemenuhan ego. Kita memiliki kemampuan yang hebat untuk membohongi diri kita sendiri dan orang lain menurut maksud kita yang sebenarnya. Sering kali, jauh di dalam hati, kita menyukai perhatian, tepuk tangan, piala, dan kekuasaan. Kemampuan besar dalam pidato, pengetahuan, dan pengorbanan akan menggerakkan orang, namun tidak akan menyelamatkan mereka. Komunikasi, pengetahuan, dan ketaatan adalah tiga penajam hidup yang sangat berkuasa, namun ketiga hal ini membutuhkan hati yang mengasihi untuk mewujudkannya dengan benar di dunia ini sehingga memberikan manfaat bagi orang lain.

KARAKTERISTIK KASIH (1 KORINTUS 13:4-8a)

Semua orang mengaku memiliki kasih, namun sedikit yang telah merasakan kekuatan, pengertian, dan komitmennya yang luar biasa. Kasih berdasarkan pengertiannya memiliki beberapa natur. Tanpa sifat-sifat (natur) itu, kasih akan hilang. Paulus mengatakan “Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu. Kasih tidak berkesudahan..” (1 Korintus 13:4-8a).

1. Natur kasih. Paulus dalam 1 Korintus 13:4-8a, tidak berusaha mendefinisikan apa itu kasih, tetapi memperlihatkan sifat-sifat dan tindakan moral dari kasih. Tercatat enam belas sifat dan tindakan moral kasih yang disebutkan Paulus, yaitu: (1) kasih itu sabar (bersabar, memberi kesempatan), hê agapê makrothumei ; (2) kasih itu murah hati (bermurah hati atau baik hati), hê agapê chrêsteuetai ; (3) kasih itu tidak cemburu (tidak iri hati), hê agapê ou zêloi; (4) kasih itu tidak memegahkan diri, hê agapê ou perpereuetai; (5) kasih itu tidak (menjadi) sombong, hê agapê ou phusioutai; (6) kasih itu tidak melakukan yang tidak sopan, hê agapê ouk askhêmonei; (7) kasih itu tidak mencari keuntungan-keuntungan diri sendiri, hê agapê ou zêtei ta heautês; (8) kasih itu tidak pemarah (tidak mudah tersinggung, hê agapê ou paroxunetai; (9) kasih itu tidak menyimpan kesalahan orang lain (tidak mengingat hal yang jelek), hê agapê ou logizetai to kakon; (10) kasih itu tidak bersukacita karena ketidakadilan (tidak bersukacita atas perbuatan yang tidak benar), hê agapê ou khairei epi tê adikia; (11) kasih itu bersukacita bersama kebenaran, hê agapê sugkhairei tê alêtheia; (12) kasih itu menutupi segala sesuatu, hê agapê panta stegei; (13) kasih itu percaya segala sesuatu, hê agapê panta pisteuei; (14) kasih itu mengharapkan segala sesuatu, hê agapê panta elpizei; (15) kasih itu sabar menanggung segala sesuatu, hê agapê panta hupomenei; (16) kasih itu tak berkesudahan, hê agapê oudepote ekpiptei .

2. Dua aspek kasih. Enam belas komponen kasih diatas dapat dikelompokan menjadi dua kategori yaitu: aspek kasih yang memberi diri dan aspek kasih yang mengekang diri. Baik kasih yang memberikan diri, maupun kasih yangmengekang diri adalah kasih agape, kasih yang memang tidak lagi bertumpu pada apa yang orang lain lakukan kepada kita.
(1)    Aspek kasih yang memberikan diri. Ada delapan karakteristik dar kasih yang memberi diri yaitu: Kasih itu sabar, kasih itu murah hati, kasih bersukacita karena kebenaran, kasih menutup segala sesuatu, kasih percaya segala sesuatu, kasih mengharapkan segala sesuatu., kasih menanggung segala sesuatu, dan kasih tak berkesudahan. Semua orang dapat memberikan dirinya, tapi pertanyaannya adalah kepada siapa dan untuk siapa. Jadi, murah hati adalah benar-benar kita harus keluar dari diri kita, melampaui diri kita yang sempit ini sehingga kita melebarkan, memperluas diri kita, dan akhirnya bisa memberikan diri kepada orang lain meskipun rasanya tidak ada keinginan.
(2) Aspek kasih yang mengekang diri. Ada delapan karakteristik dari kasih yang mengekang diri, yaitu: Kasih tidak cemburu, kasih tidak memegahkan diri, kasih tidak sombong, kasih tidak melakukan yang tidak sopan, kasih tidak mencari keuntungan untuk diri sendiri, tidak pemarah, kasih tidak menyimpan kesalahan orang lain, dan kasih tidak bersukacita karena ketidakadilan. Semua kata-kata yang digunakan mengacu pada satu konsep yang serupa akarnya, yaitu mengekang diri. Jadi, kasih membuat manusia membatasi dirinya, kasih membatasi tindakan kita yang seharusnya agresif menjadi tidak agresif. Tidak cemburu artinya seolah-olah kita mau menuntut sesuatu yang seharusnya menjadi milik kita, kita mau menguasai sesuatu yang baik, yang indah, dan yang menyenangkan buat kita. Tapi kasih berhasil membatasi diri sehingga kita tidak menguasai orang. Jadi, kasih memunyai unsur mengekang diri.

3. Penjelasan dari enam belas karakter kasih.
(1) Kasih Itu Sabar. Orang yang sabar yang mampu untuk mendengarkan dan peduli pada orang-orang di sekitarnya. Kasih tidak memaksakan aturan dan batasan waktunya sendiri. Orang-orang, khususnya orang-orang yang terluka, dapat menyedot banyak waktu kita. Orang sabar percaya kepada Tuhan bahwa Ia akan memberikan cukup waktu untuknya mendengarkan orang lain. Kasih juga mampu memperlakukan semua orang dengan cara yang benar. Kita cenderung mengharapkan orang lain untuk mendengarkan kita seperti kita mendengarkan orang lain, tetapi sering kali hal ini tidak berhasil. Orang yang sabar percaya kepada Tuhan bahwa Ia akan memberikan hikmat untuk memerhatikan setiap orang dengan baik.
(2) Kasih Itu Murah Hati. Murah hati atau baik hati adalah bersikap baik dan peduli pada orang lain. Kasih itu murah hati. Kita mungkin berpikir hal ini tidak perlu dikatakan, namun setelah apa yang telah dilakukan atas nama kasih diteliti baik-baik, kita akan bijaksana bila mengukur kasih hanya dengan gelas ukur yang disebut kemurahan hati. Bila seseorang itu tidak murah hati, berarti dia tidak mengasihi.
(3) Kasih Tidak Cemburu. Rasa cemburu atau iri hati biasanya muncul saat orang lain (dan bukan kita) mendapatkan perhatian. Saat kecemburuan muncul, kita harus mempertanyakan apakah ada kasih. Beberapa orang mengatakan bahwa kasih itu cemburu karena kasih menginginkan dan mengharapkan orang lain. Namun, kasih yang sejati memberikan hak mereka atas perhatian orang lain. Kasih justru memberikan dirinya sendiri supaya orang lain mendapatkan keuntungan.
(4) Kasih Tidak Memegahkan Diri. Ketika seseorang memegahkan diri, maka objek pembicaraan direndahkan dan dipandang sebagai alat untuk digunakan. Memegahkan diri berarti meninggikan diri sendiri dan merendahkan orang lain. Kasih meminta seseorang untuk melihat sisi baik dalam diri orang lain dan lebih sering diam jika belum melihat sisi baik yang ada pada diri orang lain.
(5) Kasih Tidak Sombong. Kesombongan mulai muncul ketika kita merasa lebih baik daripada orang lain. Perbedaan memegahkan diri dari kesombongan adalah bahwa memegahkan diri berbicara tentang keberhasilan seseorang, sedangkan kesombongan terdapat di dalam pikiran. Kesombongan akan mengeluarkan buah yang tidak diinginkan melalui pandangan, perilaku, komentar, tipuan, dan perlakukan umum terhadap orang lain. Kasih lebih menghormati orang lain di atas keinginan pribadinya.
(6) Kasih Tidak Melakukan yang Tidak Sopan. Tindakan yang tidak sopan adalah tindakan yang aneh untuk menarik perhatian orang lain. Perilaku yang aneh atau kasar menarik perhatian orang lain. Mencari perhatian untuk diri sendiri adalah lawan dari kasih di mana kita seharusnya memberikan perhatian kepada orang-orang yang membutuhkan. Kita berfokus pada orang lain.
(7) Kasih Tidak Mencari Keuntungan untuk Diri Sendiri. Ketika kita mencari kesejahteraan diri kita sendiri, kita menghalangi kemampuan kita untuk mengasihi. Kasih mengusahakan kesejahteraan orang lain. Bila kita lebih mementingkan diri sendiri, maka kita akan memberikan perlakuan istimewa pada diri kita sendiri. Kita bahkan akan berbohong, curang, memfitnah, mengumpat, dan lain untuk melayani kebutuhan diri kita sendiri.
(8) Kasih Tidak Pemarah. Kasih yang sejati tidak mudah goyah. Kasih yang pura-pura mudah berubah. Seseorang akan mudah marah saat dia hidup untuk dirinya sendiri. Kita pasti merasa tidak nyaman saat tersinggung; setidaknya harga diri kita diserang, namun natur kasih tidak akan berubah.
(9) Kasih Tidak Menyimpan Kesalahan Orang Lain. Tidak menyimpan kesalah berarti cepat mengampuni orang lain dan menolak kepahitan. Kasih tidak pahit hati. Mungkin ia terluka, tersakiti, danteraniaya, namun kasih akan selalu mengampuni. Kasih tidak menyimpan kesalahan atau berencana untuk balas dendam. Kasih menghapus kesalahan setiap hari untuk memampukannya memerhatikan kebutuhan orang lain.
(10) Kasih Tidak Bersukacita Karena Ketidakadilan. Orang yang tidak hidup di dalam kasih berpikir bahwa mereka tidak bersalah atas perilaku yang kasar dan tidak adil, dan mereka merasa bahagia dengan perilaku buruk tersebut. Apabila kita merasa kebahagiaan dalam perilaku buruk orang lain maka kasih tidak ada di dalamnya. Entah kita atau orang lain terlibat dalam perilaku yang tidak baik, mereka yang memiliki kasih yang sejati tidak akan bersukacita.
(11) Kasih Bersukacita Karena Kebenaran. Kasih mungkin rendah hati karena kebenaran, namun kasih masih tetap menemukan kesetiaannya yang terdalam terhadap kebenaran. Kasih tidak memilih-milih orang sehingga menghalangi kebenaran. Pasangan dari kasih adalah kebenaran, di mana cahayanya bersinar terang; tidak ada kebohongan dan ketidaksetiaan.
(12) Kasih Menutup Segala Sesuatu. Mudah marah berujung pada konflik pribadi yang tidak ada gunanya, misalnya dalam hubungan saudara kandung atau pernikahan. Dengan menanggung segala sesuatu, kasih dapat menahan kekasaran, dosa, dan kebobrokan moral yang absolut. Dari air berlumpur, muncullah bunga lili putih.
(13) Kasih Percaya Segala Sesuatu. Mencari Tuhan untuk memohon pertolongan, kekuatan dan pembaharuan untuk setiap situasi sulit yang saya alami adalah bagian dari kasih. Kasih terlindungi dari pesimisme usia dan memampukan setiap orang dengan penuh hormat dan harapan.
(14) Kasih Mengharapkan Segala Sesuatu. Kasih bukanlah khayalan buta, namun dengan kesetiannya, kasih dapat melihat ke depan pada kesempatan istimewa yang setiap relasi bawa setiap hari. Kasih hidup dalam pengharapan kepada Tuhan bahwa anugerah Tuhan dapat bersinar di tempat yang gelap.
(15) Kasih Menanggung Segala Sesuatu. Kasih sanggup bertahan karena kasih Allah di dalam Kristus adalah selamanya. Kasih yang kita miliki memang terbatas, namun saat kasih Allah memenuhi kita, maka tidak ada yang bisa menghentikannya. Kasih Allah mengatasi rasa malu, celaan, dan kejahatan. Kasih itu rendah hati sama seperti kasih Allah dalam Kristus mengejar hal-hal tersebut sehingga kita bisa menerima kasih itu.
(16) Kasih Tak Berkesudahan. Tidak ada rentang waktu untuk kasih Allah. Kasih Allah tidak berhenti saat matahari terbenam atau dimulai pada minggu yang baru. Kasih illahi akan terus ada ada menembus waktu dan kekekalan. Di malam-malam gelap, akan selalu ada cahaya abadi dari kasih Allah. Kasih akan menyinari kebencian dan menembus hal yang paling buruk dengan pergorbanan.

KEUNGGULAN KASIH (1 KORINTUS 13:8-13)

Di jantung kasih ada kekuatan untuk bertahan. Kasih “tahan menderita dan tahan menanggung segala sesuatu” (1 Korintus 13:4-7); Kasih tidak berkesudahan (1 Korintus 13:8); Kasih tetap bertahan (1 Korintus 13:13). Frase Yunani “kasih tidak berkesudahan” adalah “hê agapê oudepote ekpiptei” yang dapat diterjemahkan “kasih sejati tidak pernah gagal; tidak pernah berhenti sampai kesudahannya”. Makna frasa “hê agapê oudepote ekpiptei”, harus dipahami dari kata “hê agapê” sendiri, serta pemakaian frasa “oudepote ekpiptei”. Pertama-tama, analisa leksikal perlu dilakukan pada kata “hê agapê” , dimana pemakaian kata “hê agapê” oleh Paulus dilihat sebagai kasih yang mengarahkan relasi antar manusia. Tentu saja ini diperkuat oleh konteks yang memperlihatkan bahwa Paulus sedang berusaha membenahi kesalahpahaman jemaat Korintus mengenai karunia-karunia lahiriah.

Tetapi meskipun “hê agapê” pada pasal 13 dimengerti sebagai kasih yang mengarahkan relasi antar manusia, “hê agapê” juga mempunyai makna teologis yang khusus. Pengertian terhadap makna “hê agapê” harus dimulai dengan pemahaman bahwa bagi Paulus, sumber “hê agapê” sendiri adalah Allah yang bekerja di dalam Kristus. Sangat jelas bahwa Paulus amat sepakat dengan Yohanes 4:8, “Allah adalah kasih”. Paulus memahami bahwa kasih adalah natur dari Allah sendiri (Roma. 8:37-39). Karena itu Paulus mengingatkan jemaat Korintus yang sejatinya telah berada di dalam Kristus, harus memiliki kasih itu dalam kehidupan mereka. Paulus melihat kasih Kristus yang rela disalib adalah kasih yang diwujudkan dalam tindakan (Efesus 5:1-2). Sehingga kasih pun adalah sebuah tindakan, sebuah behavior, bukan sebagai sesuatu yang abstrak yang tidak dapat dilihat. Kontras dengan banyak pemikiran dunia dalam memandang kasih hanya sebagai emosi, Alkitab dengan gamblang menjelaskannya dan memperlihatkannya bahwa kasih bukan semata-mata apa yang dirasakan oleh seseorang, melainkan apa yang dilakukannya!. Disini kita mendapat hikmat Kristiani yang praktis yang tahu bagaimana kita seharusnya bertindak karena Allahlah yang pertama-tama mengasihi kita (1 Yohanes 4:19). Kasih adalah sebuah kualitas karakter yang membedakan antara antara umat Allah dengan manusia dunia. Kasih adalah dasar sikap hidup umat Kristen, sehingga kasih adalah yang pertama-tama dan terutama untuk dimiliki orang Kristen sebelum segala karunia-karunia lahiriah. Inilah yang disebut dengan keutamaan kasih.

Kata “ekpiptei” memakai tense present, yang berarti saat ini, terus-menerus, tanpa mengerti sampai kapan berakhirnya. Sehingga sebenarnya bentuk present pada kata kerja ini juga punya unsur future, melihat hubungan dengan kata kerja yang mengikutinya. Modus indikatif memastikan keseriusan, dan kepastian bahwa “hê agapê” tidak akan berakhir. Berbeda dengan dua kata kerja pada klausa berikutnya, memakai tensa future, lebih tepatnya predictive future, yang berarti di masa depan dua subjek pada dua klausa tersebut (pengetahuan dan bahasa) benar-benar akan berakhir, digantikan dengan suatu keberadaan yang lain. Bentuk indikatif yang dipakai adalah declarative indicative, yang menunjukkan pernyataan yang tegas oleh Paulus, serta kepastian dari hal yang dinyatakan. Kesimpulan yang jelas adalah bahwa karunia-karunia lahiriah, yang tidak sempurna (1 Korintus 13:9) akan lenyap ketika yang sempurna tiba (1 Korintus 13:10). Frase “Yang sempurna tiba” atau “elthê to teleion” disini jelas merujuk kepada kedatangan Kristus kali yang kedua, karena saat itulah Paulus akan “mengenal dengan sempurna” dan “meninggalkan sifat kanak-kanak.” “hê agapê” berbeda dengan karunia-karunia lahiriah, karena ketika yang sempurna itu tiba ia tidak akan berakhir. Dengan tepat Terjemahan Baru Bahasa Indonesia menerjemahkan “oudepote ekpiptei”dengan frasa “tidak berkesudahan.” Inilah sifat “hê agapê” yang melampaui temporalitas dan punya nada eskatologis.

Nada eskatologis dari “hê agapê” ini diperkuat oleh ayat 13 yang merupakan kesimpulan dari pasal 13 dan menunjukkan keutamaan kasih, bahkan bila dibandingkan dengan iman dan pengharapan. Kasih adalah yang paling besar dari kedua hal tersebut, karena ketika Kristus datang kali yang kedua, iman dan pengharapan akan berakhir. Iman akan mencapai kepenuhannya, dan pengharapan akan mendapatkan penggenapannya. Di dalam kekekalan, kasih akan terus bertahan sebagai karakter dari relasi Allah dan umat-Nya.

Kasih bertahan dan karena itu akan ada untuk menilai kehidupan kita. Kita mungkin mengagungkan orang-orang yang memiliki karunia, tetapi kasihlah yang membuat karunia ini berkilau dalam kehidupan seseorang. Bisa berbicara dengan bahasa yang berbeda mungkin bisa membuat orang lain kagum, tetapi seperti yang dikatakan dalam nubuatan bahwa kemampuan itu akan sia-sia bila orang tersebut tidak memiliki kasih. Karunia akan disalahgunakan bila kita tidak membiarkan kasih mengendalikan hati kita.

Kasih bukanlah perasaan meskipun kasih menghasilkan banyak perasaan yang menyenangkan. Kasih merupakan suatu komitmen untuk dengan sengaja memberikan diri kepada orang lain. Kontras dengan banyak pemikiran dunia dalam memandang kasih hanya sebagai emosi, Alkitab dengan gamblang menjelaskannya dan memperlihatkannya bahwa kasih bukan semata-mata apa yang dirasakan oleh seseorang, melainkan apa yang dilakukannya! Disini kita mendapat hikmat Kristiani yang praktis yang tahu bagaimana kita seharusnya bertindak karena Allahlah yang pertama-tama mengasihi kita (1 Yohanes 4:19). Bila kasih berhenti, maka kita tahu bahwa itu bukanlah kasih. Bila kasih menemui halangan terhadap kepribadian seseorang, keganjilan, penampilan, atau karunia, maka kita melihat kasih itu sebagai pesona atau hasrat saja. Meskipun Anda sehat, bersemangat, muda, dan cantik, waktu akan membawa perubahan yang tidak diinginkan, misalnya sakit penyakit, kelemahan, keriput pada kulit, dan hilangnya rasa kasih.

Kasih yang sejati tidak akan pernah berkesudahan karena kasih tidak menyerah; kasih tidak bisa menyerah. Kekuatan kasih tidak didasarkan pada apa yang Anda lihat pada diri seseorang, tetapi dalam komitmen Anda terhadap orang itu. Kasih yang sejati tidak berhenti, tetapi hari demi hari terus tumbuh menjadi lebih indah. Kasih tidak mengabaikan kesulitan, rasa sakit, luka, dan rasa malu yang kadang-kadang membuat kita marah, karena kasih yang berada dalam keadaan yang seperti ini akan menjadi semakin kuat. Kita semua akan memikul tanggung jawab. Kita seharusnya meninggalkan sikap yang buruk. Bila kita ingin dinilai secara menyeluruh, maka saya perlu memahami hati kita sekarang dan mengejar ketiga hal yang luar biasa: iman, pengharapan, dan kasih.

PENUTUP

Frase dalam 1 Yohanes 4:19, “kita mengasihi, karena Allah lebih dahulu mengasihi kita” diterjemahkan dari kalimat bahasa Yunani “hemeis agapao hoti autos protos agapao hemes” (kita mengasihi, sebab Ia lebih dahulu mengasihi kita). Frase “kita mengasihi” atau “hemeis agapao” adalah bentuk kata kerja present aktif subjunctif, artinya sesuatu yang sedang dan masih dilakukan. Kristus dalam Matius 22:34-40 meringkas tugas orang Kristen dengan hukum kasih, yaitu kasih kepada Tuhan, kepada diri sendiri dan kepada sesama. Kasih perlu memenuhi hidup kita dan mengontrol kasih yang lainnya. Semua kasih yang lain hanya dapat diperbaiki dan berfungsi dengan benar dalam proporsi yang tepat bila kasih mengontrolnya. Kasih ini mengatur relasi kita dalam keluarga, sesama, ditempat kerja (Yohanes 13:34), dan bagi mereka yang membutuhkan bahkan mereka yang memusuhi (Lukas 10:25-37).

Alkitab mengajarkan bahwa kasih merupakan sesuatu yang harus kita kembangkan, karena itu Alkitab memerintahkan untuk mengasihi dengan aktif. Kasih bukan sekedar keinginan berbuat baik, melainkan keputusan dan sikap melakukannya. Secara khusus, rasul Yohanes dalam 1 Yohanes Pasal 4 mendorong kita untuk mengasihi berdasarkan alasan: Pertama, Kasih adalah sifat Allah sendiri yang dinyatakan dengan mengaruniakan AnakNya kepada kita (ayat:7-10), dan kita mengambil bagian dalam sifatNya karena kita lahir dari Dia (ayat 7). Kedua, Karena Allah mengasihi kita, maka kita yang sudah mengalami kasih, yaitu anugerah, belas kasih, kebaikan, dan pertolonganNya, wajib mengasihi orang lain meskipun kita untuk itu kita harus berkorban secara pribadi (ayat 11). Ketiga, jika kita saling mengasihi, Allah tetap ada di dalam kita dan kasihNya disempurnakan di dalam kita (Ayat 12).

Karena Allah telah lebih dahulu mengasihi kita, maka kita mendapat kekuatan untuk mengasihi. Terjemahan Bible In Basic English mengatakan “we have the power of loving, because he first loved us” (“kita memiliki kekuatan mengasihi, karena Ia lebih dahulu mengasihi kita”). Jadi, marilah kita mengasihi bukan hanya dengan perkataan, tetapi dengan perbuatan dan tindakan kasih (1 Yohanes 3:18). Bersama Paulus kita dapat berdoa “… oleh imanmu Kristus diam di dalam hatimu dan kamu berakar serta berdasar di dalam kasih... supaya kamu bersama-sama dengan segala orang kudus dapat memahami, betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya kasih Kristus, dan dapat mengenal kasih itu, sekalipun ia melampaui segala pengetahuan” (Efesus 3:16-19). Amin!

DAFTAR PUSTAKA REFERENSI

Boice, James M., 2011. Fondations Of The Christian Faith: A Comprehensive And Readable Theology. Terjemahan, Penerbit Momentum : Jakarta.
Chamblin, J. Knox., 2006. Paul and The Self: Apostolic Teaching For Personal Wholeness. Terjemahan, Penerbit Momentum : Jakarta.
Douglas, J.D., ed, 1988. The New Bible Dictionary. Universities and Colleges Christian Fellowship, Leicester, England. Edisi Indonesia dengan judul Ensiklopedia Alkitab Masa Kini, 2 Jilid, diterjemahkan (1993), Yayasan Komunikasi Bina Kasih : Jakarta.
Drewes, B.F, Wilfrid Haubech & Heinrich Vin Siebenthal., 2008. Kunci Bahasa Yunani Perjanjian Baru. Jilid 1 & 2. Penerbit BPK Gunung Mulia : Jakarta.
Ferguson, B. Sinclair, David F. Wright, J.I. Packer., 1988. New Dictionary Of Theology. Inter-Varsity Press, Leicester. Edisi Indonesia, jilid 1, diterjemahkan (2008), Penerbit Literatur SAAT : Malang.
Gutrie, Donald., ed, 1981 New Tastament Theology, . Intervarsity Press, Leicester, England. Edisi Indonesia dengan Teologi Perjanjian Baru, 3 Jilid, diterjemahkan (1991), BPK Gunung Mulia: Jakarta.
Ladd, George Eldon., 1974. A Theology of the New Tastament, Grand Rapids. Edisi Indonesia dengan Judul Teologi Perjanjian Baru. 2 Jilid, diterjemahkan (1999), Penerbit Kalam Hidup: Bandung.
Mounce, William D., 2011. Basics of Biblical Greek, edisi 3. Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT : Malang.
Newman, Barclay M., 1993. Kamus Yunani – Indonesia Untuk Perjanjian Baru, terjemahkan, BPK Gunung Mulia: Jakarta.
Schafer, Ruth., 2004. Belajar Bahasa Yunani Koine: Panduan Memahami dan Menerjemahkan Teks Perjanjian Baru. Penerbit BPK Gunung Mulia : Jakarta.
Sproul, R.C., 1997. Essential Truths of the Christian Faith. Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT : Malang.
Ridderbos, Herman., 2004. Paul: An Outline of His Theology. Terjemahan, Penerbit Momentum : Jakarta.
Stamps, Donald C., ed, 1995. Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan. Terj, Penerbit Gandum Mas : Malang.
Susanto, Hasan., 2003.Perjanjian Baru Interlinier Yunani-Indonesia dan Konkordansi Perjanjian Baru, jilid 1 dan 2. Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT : Malang.