Mengenal Suara Gembala Agung

Penulis : Jonathan K. Tunggal

Yoh.10:14 "Akulah gembala yang baik dan Aku mengenal domba-dombaKu dan domba-domba-Ku mengenal Aku." Yoh.10:16b "...dan mereka akan mendengarkan suara-Ku...."

[block:views=similarterms-block_1]

Hasrat dari umat percaya adalah untuk mentaati secara sepenuh segala titah dan ketetapan Tuhan. Tetapi banyak yang berkeluh kesah, "Maksud hati memeluk gunung, apa daya tangan tak sampai!" Penulis percaya bahwa kita sekalian rindu untuk selalu berjalan di dalam prinsip Tuhan karena kita tahu bahwa ini mengakibatkan tercurah-nya berkat berkelimpahan dalam hidup kita masing-masing (Kel. 28). Tetapi, seringkali kita terbentur akan keterbatasan dan ketidak-mengertian kita akan suaraNya. Padahal, Tuhan Yesus menyatakan bahwa dombaNya mengenal suaraNya (Yoh.10). Jadi, kenyataan hidup rohani kita adalah keterbatasan akan pendengaran suaraNya. Bilamana dombaNya dapat mengenal suaraNya, maka bukankah betapa pentingnya kita rindu menjadi "domba". Mengapa penulis berkata kita harus "rindu"? Apakah tidak semua umat Kristen otomatis adalah domba-dombaNya? Penulis rasa tidak, karena tidak semua orang yang disebut sebagai umat Kristiani mengenal suaraNya. Tidak kenal suaraNya, jadi buk an domba. DombaNya mengenal suaraNya. Bagaimana? Jadilah hamba terdahulu! Apakah hubungan untuk belajar menjadi hamba dan bersikap menjadi domba? (Bandingkan dengan Mazmur 23)

a) Hamba: siap diperintah oleh Tuannya. Domba: siap tanpa banyak keluh-kesah untuk dibawa ke air yang tenang.

Seringkali kita terus-menerus mengomel dan mengeluh, tetapi sebagai akibatnya kita tidak menangkap suara Roh Kudus yang sangat lemah-lembut dan menghibur. Bilamana sebagai hamba kita terbiasa untuk diperintah, maka sebagai domba kita siap untuk tinggal diam. Diam secara jasmaniah terhadap semua gangguan dan juga diam secara rohani di mana hati yang penuh galau menjadi penuh damai.

b) Hamba: karena hanya taat kepada Tuannya, tidak risau akan akibat tindakan. Domba: siap berbaring di padang yang berumput hijau.

Kerapkali kita risau akan keadaan hidup kita dan tidak mau ditenangkan. Sebagai akibat, hanya kuatir dan risau yang menguasai hati dan pikiran, bukan suara Firman Tuhan. Hamba taat dan tahu bahwa bilamana taat, semua tanggung-jawab sudah dipikul oleh Tuannya. Kalau tidak risau, maka kita mulai masuk padang yang berumput hijau. Hati tenang di dalamNya, maka suara Gembala akan sangat jelas.

c) Hamba: diberi upah oleh Tuannya. Domba: siap untuk tidak akan kekurangan.

Banyak umat Kristen tidak siap, bahkan tidak percaya bahwa hidup Kristiani adalah hidup penuh pahala.

d) Hamba: setia kepada Tuannya dan tinggal di dalam rumah Tuannya. Domba: siap untuk tidak takut akan si jahat meskipun berjalan dalam lembah kekelaman. Karena selalu setia dan "bersembunyi" dalam naunganNya, maka kekuatiran hilang.

e) Hamba: siap dikoreksi/didisiplin oleh Tuannya. Domba: siap untuk percaya bahwa gada dan tongkat Gembala itu yang membawa penghiburan.

Bilamana terbiasa untuk didisiplin, sebagai domba kita tahu mana yang berkenan dan mana yang tidak. Tidak ada kuatir, karena Gembala Agung akan selalu membetulkan segala kesalahan dan kelemahan.

Marilah menjadi hamba. Janganlah kita terburu-buru mengejar "posisi atas". Sebelum jadi pemimpin, bersedia memulai dari hamba. Sebelum terburu-buru menjadi gembala, harus belajar menjadi domba; Sebelum terburu-buru menjadi pemimpin pujian, bersedia untuk membersihkan alat musik. Sebelum berambisi untuk mengepalai persekutuan, bersedia untuk membersihkan lantai di mana persekutuan itu berada. Sebelum membasuh kaki sesama, siaplah untuk menimba air basuhan. Sebelum berambisi, bersedia untuk menyerah kepada kuasaNya. Marilah kita belajar menjadi hamba; maka sebagai domba, kita akan akan mengenal suaraNya.

Maka, dombaNya percaya akan kesetiaanNya. DombaNya melihat kebaikanNya. DombaNya mengecap keindahanNya. Akhirnya, dombaNya merasakan kebaikan dan suatu kasih yang melampaui segala pengertian dan pengetahuan, dan yang akan menyertai sepanjang hidupnya. Terpujilah Nama di atas segala Nama itu !