Penghormatan Jenazah, tradisi atau misi?
Oleh : Yon Maryono
Tak seorangpun yang dapat berkuasa atas hari kematian. Tetapi bagi orang percaya yang telah diakui menjadi keluarga Allah (Bdk. 1 Pet 2:9-10), kematian dalam Kristus seperti jatuh tertidur (fallen asleep,bdk.1 Tim 4:14). Maut sudah diubah kedalam hidup yang kekal (Yoh 5:24; 1 Yoh 3:14). Ketika tubuh manusia mati, tubuh tanpa roh, Pengkhotbah mengatakan, "Debu [tubuhnya] kembali ke tanah seperti semula dan roh kembali kepada Allah yang benar yang telah memberikannya". Dari jaman ke jaman, pengurusan tubuh tanpa roh, atau yang lazim dikenal jenazah telah dilakukan sebagai penghormatan yang prakteknya berbeda-beda karena pengaruh social budaya maupun tradisi agama.
Tradisi Alkitab = Tradisi Yahudi
Tidak ada ayat Alkitab yang secara khusus menunjuk bahwa Tuhan memberikan satu perintah tentang apa yang seharusnya dilakukan oleh keluarga atau Gereja terhadap jenazah. Demikian pula, tidak ada firman Tuhan yang secara khusus mengatur, menganjurkan atau melarang untuk mengurus jenazah. Alkitab memberikan kesaksian terhadap tubuh mati yang dikuburkan, misalnya dii Perjanjian Lama (PL), Abraham sesudah hidup 175 tahun – mati dan dikuburkan, dan di PB Tuhan Yesus mati di salib dan Ia juga dikuburkan ( Luk. 23 : 46, 50- 53). Contoh penghormatan terhadap tubuh mati melalui prosesi penguburan, sebagai symbol kembali ke tanah. Contoh penghormatan terhadap tubuh mati melalui prosesi penguburan, sebagai symbol kembali ke tanah.
Didalam narasi Alkitab ada beberapa cara mengurus Jenazah sebagaimana dikutipkan beberapa ayat sebagai berikut :
Kejadian 50:26 : Kemudian matilah Yusuf, berumur seratus sepuluh tahun. Mayatnya dirempah-rempahi, dan ditaruh dalam peti mati di Mesir Yohanes 11:44 Orang yang telah mati itu datang ke luar, kaki dan tangannya masih terikat dengan kain kapan dan mukanya tertutup dengan kain peluh. Kata Yesus kepada mereka: "Bukalah kain-kain itu dan biarkan ia pergi." Yohanes 19:40 : Mereka mengambil mayat Yesus, mengapaninya dengan kain lenan dan membubuhinya dengan rempah-rempah menurut adat orang Yahudi bila menguburkan mayat
Dari bacaan Alkitab tersebut diatas menunjukan bahwa pengurusan jenazah bervariasi. Pembalutan kain kafan dan rempah-rempah ( seperti dibalsam untuk Mumi) bukan ajaran Kristus tetapi bagian budaya nenek moyang bangsa Yahudi. Demikian pula, jenazah dimasukan dalam peti juga bagian budaya nenek moyang yahudi sejak jaman Yusuf yang ditulis dalam Kitab Kejadian 1450-1400 SM. Dengan demikian, bila ada pertanyaan mengapa jenazah orang Kristen tidak dikafani ? itu adalah bagian dari budaya Yahudi dan saat ini perkembangannya sangat dipengaruhi budaya masyarakat para pengikut Kristus.
Perkembangan Abad Pertengahan
Walaupun mulai abad prasejarah (zaman sebelum ditemukannya tulisan) sudah dikenal Penguburan Jenazah, ritus dalam Ibadah Pemakamam atau Penguburan dalam perkembangan Gereja secara teologis menjadi perhatian sejak abad pertengahan. Abad Pertengahan adalah periode sejarah di Eropa sejak bersatunya kembali daerah bekas kekuasaan Kekaisaran Romawi Barat, dimana agama berkembang dan mempengaruhi hampir seluruh kegiatan manusia. Pada abad ini, ditandai antara lain kebangkitan nasionalisme, humanisme, serta Reformasi Protestan dengan dimulainya renaisans (jaman kebangkitan budaya Eropa) abad 15-16 (sumber Wikipedia ensikloperdia bebas). Sebagaimana ajaran Kristen sejak Jemaat mula-mula ( bdk. Kis. 2:47;), kematian dianggap fallen asleep, tertidur. Kematian juga dianggap sebagai “hari Ulang Tahun Sorgawi” yang lebih penting dari ulang tahun kelahiran. Jadi tidak mengherankan bila catatan tentang kehidupan yang meninggal dikumpulkan dalam martirologi (kisah kesyahidan) yang dibacakan pada hari kematian atau hari ulang tahun sorgawi. Demikian pula, pakaian atau jubah (bila biarawan) dikenakan sebagai pakaian Jenazah. Dan didalam ritual itu menyaratkan Khotbah, janji dan doa (The Rite of Relegious Profession, 1989). Upacara pemakaman penuh mazmur dan pujian yang bersifat pribadi, dan lebih sentimental.
Tetapi, dalam perkembangannya, isi khotbah yang sentimental bergeser mengarah kesuasana menyeramkan, menakutkan, seperti penghukuman api neraka. Maksud dan tujuannya untuk mendisiplinkan orang yang masih hidup agar taat kepada ajaran agama. Ibadah dilaksanakan di halaman Gereja, sehingga Khotbah dapat dedengarkan oleh semua orang atau masyarakat umum yang menyaksikan. Doa juga diarahkan untuk melepaskan jenazah dari kekejaman api terowongan di neraka. Sebagai bukti masa itu, ada catatan doa ini ditulis dalam pintu Gerbang kota di Propinsi York,( Pengantar Ibadah Kristen James A.White) . Perkembangan ini jelas kurang sejalan dengan pemahaman Kristen mula-mula bahwa orang mati dalam Kristus akan memperoleh hidup kekal, tidak ada siksaan.
Pada tahun 1517, Matin Luther menggerakan Reformasi dilingkungan Kristen yang dikenal reformasi Protestan. Gerakan reformasi ini telah membawa perubahan terhadap ibadah Pemakaman yang menakutkan menjadi expresi yang lebih kuat tentang pengharapan. Khotbah menekankan kebangkitan orang mati, mati dianggap tidur dan nyanyian penghiburan terus digemakan. Calvin menyetujui khotbah pemakaman, tetapi tidak pernah memberikan liturgy pemakaman sebagaimana tradisi Martin Luther.
Perkembangan saat ini
Pada saat ini, kita masih melihat peti Jenazah, ibadah dengan nyanyian penghiburan, pembacaan sejarah orang yang meninggal, jenazah dibalsem/diformalin agar tahan beberapa hari untuk upacara/kebaktian penghiburan sebelum upacara penguburan. Kita juga menyaksikan jenazah memakai pakaian, yang saat ini dipahami sebagai lambang pengantin bahwa umat yang percaya Kristus menjadi mempelai Kristus. Namun ini bukan tradisi yang mengikat dalam kekristenan, tradisi yang tidak berhubungan dengan ajaran Kristus.
Dalam perkembangan saat ini, pemakaman Jenazah cenderung dikomersialkan. Tanah sejengkal di Kota besar bernilai, Peti Jenazah berbagai corak dan bahan yang mahal.
Bunga warna-warni dan karangan bunga berderet-deret menunjukan pengaruh yang meninggal. Pengantar jenazahpun disediakan Bus Ber AC pergi kepemakaman mewah nun jauh di bukit yang indah, disana sekalian Tamasya. Pelayanan Jenazah menjadi peluang Bisnis yang menguntungkan : penyediaan lahan dan peti mewah. Tahukah saudara pada saat pameran di Verona, Italy dipamerkan peti mati seharga Rp 3,5 Milyar ?. Demikian pula, ada penawaran rumah duka dengan penuh fasilitas, Yayasan mmenawarkan jasa all in dan sebagainya yang menawarkan kemudahan dan menjadi gengsi atau prestise keluarga yang ditinggalkan. Memang tidak semua, tetapi asesoris itu tidak ada gunanya bagi orang yang telah mati. Disisi lain, Gereja lebih sopan. khotbah mencoba mempersonalisasikan peristiwa itu dengan kesaksian nilai-nilai yang positif orang yang meninggal. Kesaksian Injil telah berubah menjadi upacara pemakaman yang monumental penuh bunga, pujian kepada orang yang telah meninggal, bahkan puisi yang bersifat personal, sehingga, peristiwa kematian yang sebenarnya sebagai bagian berita Injil menjadi terlupakan.
Cobalah direnungkan apakah Pelayanan terhadap Jenazah itu dasarnya tradisi, atau misi Kristus.. Tidak ada pelayanan pastoral yang memiliki kesempatan rohani yang paling terbuka untuk misi kesaksian tentang pengharapan dalam Kristus oleh kehadiran kematian dalam sebuah keluarga. Khotbah seharusnya menyampaikan pesan kepada orang banyak tentang hal-hal yang bersifat fundamental, kebenaran yang paling dasar yaitu Kematian, kebangkitan dan hidup kekal. Bukan kata-kata penghiburan yang kosong, tapi mengkhotbahkan Injil Harus ada keberanian untuk memimpin kepada sebuah kepastian dan pengharapan yang tak pernah gagal dalam Kristus Yesus agar begitu banyak orang terhilang dapat diselamatkan. Ada orang-orang percaya yang harus diteguhkan dalam iman karena ditinggalkan oleh sanak saudara yang meninggal. Ada keluarga dan sahabat-sahabat yang butuh untuk diubahkan kepada kebenaran yang kekal, janji dan pengharapan nyata dalam Kristus Yesus.
Kekristenan tidak berjalan berdasarkan tradisi tertentu, bukan ibadah yang dipengaruhi duniawi atau menekankan kepentingan ragawi, karena kekristenan itu menekankan hal rohani yang terkait hubungan Allah dengan manusia, dan manusia dengan sesamanya. Kehadiran Gereja harus memberi terang terhadap adat-istiadat, kebiasaan dan pengaruh keduniawian yang tidak sejalan dengan ajaran Kristus. Rasul Paulus menuliskan dalam Surat Roma 12 :2 : Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.
Tuhan memberkati kita semua..