On Christian Virtue
Penulis : Billy Kristanto
II Petrus 1:3-11 Bagian ini dapat dikatakan rahasia kehidupan kristen yang sukses, khususnya pada ayat ke 5-7. Ini menjadi satu rahasia kehidupan di mana dikatakan di sini "tidak akan pernah tersandung" jika kita melakukan hal itu. Ayat ini dimulai dari ayat ketiga, bahwa kehidupan kita adalah satu kehidupan yang dianugerahkan oleh kuasa Ilahi sehingga kita dapat hidup saleh dan mengenal Dia. Tuhan sudah memanggil kita dengan kuasaNya yang mulia dan ajaib.
Ini merupakan pembukaannya, yaitu tentang identitasnya yang dijelaskan terlebih dulu: kita sebagai orang-orang yang sudah dipanggil, yang sudah ditebus, yang sudah mengalami kuasa Kristus. Lalu di ayat keempat dikatakan di dalam status itu, sesungguhnya Tuhan sudah menganugerahkan kita janji-janji yang berharga yang sangat besar supaya olehNya kamu mengambil bagian dalam kodrat Ilahi. Dan ini dikontraskan dengan hidup dalam hawa nafsu dunia yang membinasakan. Petrus mengajarkan kepada kita panggilan hidup orang percaya, yaitu dipanggil untuk mengambil bagian dalam kodrat Ilahi. Ada satu penulis yang mengatakan bahwa kita bukan dipanggil untuk mengejar kebahagiaan, tapi untuk menjadi partakers of the divine nature, kita hidup seperti Allah, inilah tujuan yang paling tinggi. Memang manusia diciptakan di dalam image of God, dan image of God yang sempurna adalah Yesus Kristus. Yesuslah divine nature yang sempurna, yang dinyatakan dalam segala kepenuhan. Maka kita sebagai orang Kristen, kita juga dipanggil untuk memiliki kehidupan yang mengambil bagian dalam divine nature tersebut, berbagian dalam kodrat/natur ilahi, maksudnya memiliki sifat-sifat yang seperti Alla! h.
Setelah Petrus mengingatkan orang Kristen, dia lalu masuk dalam bagian 5-7 dan setelah ayat-ayat ini dia kembali mengingatkan, kalau kita tidak memiliki apa yang dikatakan dalam ayat 5-7, maka kita seperti orang yang lupa bahwa dosa-dosa kita telah dihapuskan, yaitu seperti orang yang tidak mengenal identitas dirinya. Ayat 5-7 ini merupakan suatu daftar dari Christian virtues yang harus kita gumuli seumur hidup. Mulai dari iman, berakhir kepada kasih.
Kita mulai dari ayat 5. Mewarisi teologi Luther, Calvin, dan para Reformator, kita percaya akan prinsip Sola Gratia, maksudnya keselamatan semata-mata diperoleh karena anugerah, bukan karena good works. Kita juga percaya God�s sovereignty. Ekses yang banyak terjadi di gereja, karena orang menekankan God�s sovereignty kemudian menindas man�s responsibility, sehingga seolah tidak ada tempat untuk good works. Karena menekankan good works seolah menentang konsep anugerah. Sebenarnya di dalam kekristenan kita percaya ada tekanan yang penting untuk good works, bukannya tidak ada. Calvin bahkan menekankan high ethical standard ketika dia berbicara tentang kehidupan orang percaya setelah ditebus. Orang Kristen perlu melakukan good works, tapi kita tidak mendasarkan keselamatan kita pada good works. Waktu kita tidak melakukan good works dengan giat, itu sebetulnya pertanda kerusakan iman. Karena iman yan sejati pasti melakukan good works. Sehingga waktu kita melakukan good works, kit! a beriman bukan kepada good works, tapi kepada kasih karunia Allah yang menolong kita untuk melakukan good works. Justru pengertian kekayaan kasih karunia Allah diteguhkan ketika kita giat melakukan good works, ini menjadi satu penyataan orang yang sungguh-sungguh mengenal kasih karunia Allah. Di dalam surat Korintus, dinyatakan bahwa Paulus adalah orang yang bekerja giat bagi pekerjaan Tuhan karena dia memiliki konsep yang sangat kuat tentang anugerah. Orang yang bekerja giat untuk pekerjaan Tuhan harus kita bedakan dengan workaholic natural. Alkitab bukan mengajar workaholic, tapi supaya orang Kristen giat dalam pekerjaan Tuhan. Bukan sekedar pekerja keras, karena ada banyak pekerja keras di dunia: untuk uang, untuk popularitas, untuk keluarganya sendiri, ini tidak ada hubungannya dengan Christian virtue.
Yang disebut virtue disini juga sudah banyak dibahas oleh para filsul Yunani, salah satunya adalah self control. Yang dibahas di Alkitab sepertinya pinjaman dari Yunani, tapi memang Alkitab suka meminjam istilah-istilah yang sudah biasa dipakai. Tuhan mengijinkan manusia berdosa memikirkan terlebih dahulu tentang suatu konsep/hal, dan kemudian firman Tuhan menyatakan arti yang sesungguhnya menurut Tuhan. Di situ terjadi redemption of concept termasuk redemption of language. Beberapa sarjana Alkitab malah mengatakan bahwa iman kristen sebenarnya merupakan jiplakan yang dipengaruhi oleh bangsa-bangsa kafir. Pandangan seperti ini terlalu gegabah karena tidak mengerti cara kerja Tuhan yang seringkali melampaui bijaksana manusia. Demikian pula di sini manusia berdosa diijinkan untuk berspekulasi tentang apa itu self control. Lalu Tuhan memberikan konsep yang sesungguhnya. Firman Tuhan memang seringkali memakai konsep-konsep yang sudah dibicarakan oleh manusia yang dianggap sudah ! benar, tapi setelah dibandingkan dengan Firman Tuhan, ternyata banyak konsep yang manusia mengerti itu salah.
Ayat ini mengajarkan, bahwa karena kita sudah diselamatkan dan menjadi partaker of the divine nature maka berusahalah sungguh-sungguh. Disini iman yang sejati dinyatakan dengan diligence, devotion, satu kehidupan yang diserahkan sepenuhnya untuk Tuhan. Good works selalu menyertai keselamatan yang sejati. Disini dikatakan add to your faith, tapi terjemahan yang lebih tepat mungkin, "supply". Faith perlu di-nurture, perlu diberikan �supplement�, supaya dia bisa terus dilestarikan menjadi faith yang sejati. Pengertian "add" bisa dimengerti juga di dalam pengertian membuat suara-suara dalam suatu paduan alat musik itu menjadi komplit. Sehingga bunyinya itu terdengar komplit, bukan hanya satu nada.
Add to your faith, virtue. Virtue adalah kata yang bersifat general. Dari faith sampai love sebetulnya semuanya adalah Christian virtue. Tapi virtue itu sendiri artinya apa? Greek philosopher banyak berbicara mengenai virtue. Bagian ini menyatakan konsep virtue menurut firman Tuhan. Virtue bisa diterjemahkan sebagai moral excellency. Kesempurnaan moral. Urutan yang dicatat di sini tidak dapat ditukar.
Mengapa virtue dulu baru setelah itu knowledge? Ini berarti knowledge harus men-support virtue. Seseorang belajar untuk apa? Bukan demi pengetahuan itu ansich, tapi untuk kebajikan. Orang perlu belajar karena bahan yang dia pelajari bermanfaat menjadi bekal hidup bajik. Jadi pertanyaannya adalah, apakah dalam kehidupan kita ada kerinduan untuk hidup bajik? Pengejaran pengetahuan bukan untuk mendapat posisi yang lebih baik, gaji yang lebih tinggi, kehidupan yang lebih nyaman dsb, melainkan untuk mengisi kebajikan. Di sini knowledge menjadi sesuatu yang ditempatkan di dalam tempat yang benar. Knowledge diberikan oleh Tuhan supaya kita boleh menjadi berkat bagi orang lain karena hidup kita memang dipanggil untuk itu. Knowledge yang terutama adalah pengenalan akan Allah dan pengenalan akan diri. Lalu setelah itu menyusul pengenalan akan sesama dan setelah itu pengenalan akan alam ciptaan yang lebih rendah. Pegetahuan yang sejati/benar selalu didapatkan dan dikaitkan dengan firma! n Tuhan. Ini merupakan epistemologi yang kita terima dari Alkitab.
Setelah knowledge lalu menyusul self-control. Orang Yunani kuno pada waktu membicarakan tentang self control, yang dimaksudkan adalah penguasaan diri terhadap bodily passion. Bagi mereka yang namanya self-control adalah mengekang hawa nafsu badani. Konsep hawa nafsu otak/pikiran, rupanya kurang mendapat tempat dalam pikiran filsafat Yunani. Yang menarik adalah Alkitab justru meletakkan self-control after knowledge. Kalau ditanya kepada orang Yunani, "Bagaimana kita bisa memiliki self- control yang tinggi?" Mereka akan menjawab "Through knowledge." Jadi rasio mengontrol emosi, emosi mengontrol kemauan. Kemauan seringkali disejajarkan dengan kemauan seks, yang kemudian dikaitkan dengan hawa nafsu. Sehingga yang paling tinggi adalah knowledge. Namun Alkitab justru mengatakan knowledge pun harus disertai self- control. Knowledge pun bisa melacur sama seperti kemauan bisa melacur. Peringatan ini kita dapatkan melalui Firman Tuhan. Jadi jangan berpikir bahwa dosa hanyalah dosa bad! ani saja, tetapi ada banyak dosa yang bisa terjadi di dalam pikiran. Knowledge yang tanpa self-control akan bersifat destruktif. Pengejaran knowledge sendiri bahkan bisa menjadi berhala. Self-control artinya sesuai di dalam takaran iman yang Tuhan berikan, porsi yang Tuhan percayakan. Waktu tidak ada self-control, pengejaran knowledge akan menjadi rusak pengejaran itu menjadi salah arah, salah takaran, terlalu banyak atau mungkin juga terlalu sedikit. Di dalam self-control termasuk juga disiplin. Orang-orang yang bersumbangsih terhadap perkembangan dunia ini pada umumnya memiliki disiplin diri yang tinggi.
Self-control ini kemudian disambung dengan perseverance, maksudnya self-control harus dilatih terus-menerus di dalam ketekunan. Kita bukan berpuasa, lalu setelah lewat waktunya makan 5 piring. Atau beribadah selama 2 jam penuh pada hari Minggu, setelah selesai melampiaskan keinginan diri sepuas-puasnya, karena "kewajibanku su280 selesai." Itu bukanlah self-control yang sejati, melainkan ajaran manusia belaka. Alkitab mengajarkan true self-control adalah sepanjang hidup; mulai dari kita diselamatkan sampai kita berjumpa dengan Tuhan sebetulnya dapat dikatakan sebagai kehidupan yang "berpuasa", yang berpantang, yang mencukupkan diri di dalam segala keadaan, dikontraskan dengan kehidupan yang mabuk-mabukan dan yang mengumbar keinginan diri sendiri. Self-control secara paradoks justru dilihat pada orang yang bisa menahan diri, tapi dunia justru mengajarkan jika kita sungguh-sungguh ingin menyatakan self maka kita harus berani mengaktualisasikan diri, misalnya pada ajaran psikolo! gi sekuler, dsb. Akhirnya bukan membawa orang kepada self-control tapi membawa ego semakin besar sehingga semakin sulit untuk diserahkan kepada Tuhan. Setiap orang memiliki ego, tapi Alkitab mengajarkan agar kita menyangkal diri. Justru waktu kita menyangkal ego, ego mendapat kepenuhan yang sejati, ini samasekali bukan berarti penindasan ego sehingga terjadi ego-strength yang lemah. Ajaran Alkitab selalu bersifat terselubung sehingga mereka yang tidak memiliki kerendahan hati pasti tidak akan pernah mengerti. Waktu seseorang belajar untuk mengontrol diri, maka ia akan menjadi master atas dirinya (sementara ia sendiri dikuasai oleh Tuhan). Tapi waktu orang mengumbar diri justru dia menjadi budak dari dirinya. Ini adalah penipuan dunia. Orang berpikir ingin mengatur diri sendiri dan merasa ego-strength makin kuat, tapi justru yang terjadi sebaliknya.
Self-control disertai dengan perseverance. Seseorang yang ada di dalam ketekunan dengan self-control yang terus-menerus akhirnya akan menuju kepada godliness atau kesalehan, yaitu suatu kondisi hidup yang menjaga relasi dengan Tuhan Sang Pencipta. Kesalehan jangan dimengerti secara sempit hanya sebatas melakukan ritual keagamaan belaka. Karena lambat laun ini akan membawa ke dalam spirit legalisme, bukan seperti orang yang hidup di bawah kasih karunia tapi di bawah hukum Taurat. Ini bukan konsep godliness menurut Alkitab. Konsep godliness menurut Alkitab berjangkauan luas, utuh dan integrated, yaitu kehidupan yang memelihara relasi kita di hadapan Tuhan, didalam segala aspek hidup kita memiliki kerinduan yang sama yaitu perkara-perkara rohani.
Lalu dari godliness ditambahkan brotherly kindness (filadelfia; dari filia = love + adelphos = brother), dan yang terakhir agape. Kadang filia dianggap lebih rendah dari agape. Sebenarnya Firman Tuhan tidak mengajarkan seperti itu. Filia adalah kasih yang harus ada di dalam kehidupan tubuh Kristus yang sehat. Apa beda antara filia dan agape? Filia/filadelfia adalah penghayatan kasih yang terjadi karena kebersamaan. Bagaimana kita menghayati church as one family? Maksudnya kita harus belajar hidup bersama-sama walaupun kadang-kadang kita tidak cocok dengan orang tertentu, tetapi tetap kita harus menerimanya sebagai anggota keluarga kita, mendoakan, menanggung kelemahannya, di sisi lain kita juga belajar bersukacita atas kelebihan/berkat yang diberikan kepada saudara kita. Itu baru namanya brotherly kindness (filadelfia), diikat karena perasaan kebersamaan. Ini berbeda dengan agape. Agape tidak harus dibangun dari kebersamaan/keterikatan (Allah mengasihi kita ketika kita masi! h berada dalam dosa). Dalam terjemahan Indonesia dikatakan sebagai kasih kepada semua orang, termasuk kepada yang belum percaya. Agape bersifat satu arah, sedangkan filadelfia bersifat take-and-give. Dalam persekutuan Kristen yang sehat harus ada dua-duanya, karena kalau tidak ada filadelfia kehidupan akan menjadi pincang. Di dalam filadelfia, kita belajar to love and to be loved, to serve and to be served, jadi kita bukan cuma melayani tapi juga dilayani, dan bukan dilayani saja melainkan melayani juga. Sementara di dalam agape hanya satu arah, kita give because we are given, given vertically (dari Tuhan). Filadelfia menjadi kuat karena kita melakukan dan menerimanya juga secara horizontal. Kita harus belajar untuk menghayati hidup di dalam kebersamaan seperti satu family. Kita berharap agar hal ini boleh kita kembangkan khususnya dalam wadah kelompok kecil, di mana kelebihan orang yang satu mencukupi kelemahan orang yang lain, demikian sebaliknya sehingga terjadi satu per! sekutuan yang sangat indah.
Dari brotherly kindness kemudian beralih kepada agape. Agape, seperti diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, adalah untuk semua orang (yang percaya maupun yang belum percaya). Agape adalah gerakan yang mendorong kita melakukan tindakan kasih karena kita dipenuh dengan kasih Allah yang melimpah di dalam hidup kita, sehingga kita menyalurkan kasih itu kepada orang lain. Kalau orang sadar bahwa dirinya dikasihi oleh Allah dengan begitu besar pasti dia terdorong untuk berbuat baik. Seberapa jauh seseorang melayani Tuhan dan menjadi berkat bagi orang lain sesungguhnya sangat bergantung dari penghayatannya akan kasih karunia Tuhan terhadap dirinya, dan hal ini (penghayatan kasih karunia Tuhan) juga sangat bergantung lagi dari penghayatannya akan kerusakan dirinya. Augustinus adalah seseorang yang sangat mengerti anugerah Tuhan karena dia mengenal dirinya sebagai seorang pendosa besar, lalu dia membuka diri di hadapan Tuhan untuk mendapatkan kasih karuniaNya. Orang-orang seperti itu! dipakai Tuhan dengan luar biasa. Dari penghayatan kerusakan diri lalu menyambut anugerah Tuhan, akan menjadikan seseorang menghargai anugerah Tuhan. Dalam Injil dicatat ada seorang perempuan berdosa yang meminyaki kaki Tuhan Yesus dengan minyak wangi, orang Farisi yang mengundang Yesus itu berpikir dalam hatinya mengapa Yesus membiarkan hal itu terjadi. Tuhan Yesus kemudian menjawabnya dengan satu kalimat yang sangat indah, ". orang yang sedikit diampuni, sedikit juga ia berbuat kasih." Maksudnya orang tidak banyak berbuat kasih karena dia tidak terlalu sadar bahwa dirinya sudah banyak diampuni. Ini juga yang dikatakan Petrus dalam ayat berikutnya. "Barangsiapa tidak memiliki semuanya itu, ia menjadi buta dan picik, dalam bahasa aslinya "near-sighted", sehingga tidak melihat dengan jelas, lupa bahwa dosa-dosanya sudah diampuni karena anugerah Tuhan sesungguhnya begitu besar. Jadi akar seseorang bekerja giat untuk Tuhan adalah penghayatan akan kasih karunia Tuhan. Dan pengh! ayatan akan kasih karunia Tuhan diperoleh melalui kesadaran keberdosaa n diri yang sudah diampuni. Mari kita minta kepada Tuhan supaya Tuhan memberikan kita kedewasaan rohani yang sedemikian.