Jodoh (Perspektif Psikologis)

Penulis : Pdt. Paul Gunadi, Ph.D

Perjodohan memang masalah yang pelik. Berapa banyak di antara kita yang begitu yakin akan jodoh kita sebelum menikah namun mengalami kebingungan setelah menikah? Sebelum menikah dengan pasti kita mengatakan bahwa dia adalah jodoh kita tetapi setelah menikah, dengan keyakinan yang sama kita berkata bahwa dia bukan jodoh kita.

[block:views=similarterms-block_1]

Salah satu kesalahpahaman yang acap muncul adalah keyakinan prematur bahwa seseorang yang baru kita jumpai adalah jodoh kita. Saya mengatakan prematur sebab kita mengklaim bahwa dia adalah jodoh kita jauh sebelum kita memastikan adanya kecocokan. Bahkan ada di antara kita yang langsung mengklaim "Dia adalah jodoh saya!" pada pertemuan pertama. Terlalu tergesa-gesa dan tidak bijaksana!

Klaim bahwa seseorang adalah jodoh hanya boleh kita ajukan setelah kita berhasil membangun kecocokan, bukan sebelumnya. Jodoh adalah akhir bukan awal dari proses menyesuaikan diri untuk mencapai kecocokan. Dalam praktik konseling kerapkali saya mendengarkan keluh kesah orang yang menyesali nasibnya karena telah memilih pasangan yang keliru. Masalahnya adalah kadangkala saya harus mengiyakan bahwa memang mereka telah keliru memilih pasangan hidup. Begitu banyak perbedaan yang diabaikan dan begitu banyak peringatan yang dikesampingkan demi memenuhi hasrat untuk menikahi si jantung hati. Malangnya, setelah pernikahan si jantung hati ternyata lebih banyak menimbulkan sakit hati.

Kecocokan antara dua orang yang berbeda sudah tentu merupakan hasil kerja keras yang tak kenal lelah, namun sebelumnya diperlukan kriteria yang jelas dan tepat. Kriteria adalah saringan pertama menuju pelaminan; saringan kedua adalah kecocokan. Jika pasangan tidak memenuhi kriteria, jangan berharap kita akan mampu menjalin kecocokan. Kadang saya melihat kebalikannya: Sudah tahu tidak memenuhi kriteria namun terus berusaha mencocok-cocokkan. Hasil akhirnya adalah kefrustrasian dan keputusasaan.

Suami seperti apakah yang layak kita pertimbangkan dan istri seperti apakah yang seharusnya kita perhitungkan? Kepada Saudara yang belum menikah saya ingin membagikan kriteria pemilihan pasangan hidup yang saya timba dari Efesus 5:22-33. (Sudah tentu termaktub dalam kriteria ini bahwa Saudara hanya akan memilih pasangan yang seiman dalam Kristus.) Kepada Saudara yang pria, inilah kriteria dasar yang layak Saudara pertimbangkan tatkala memilih istri: Carilah wanita yang takut akan Tuhan dan takut akan Saudara. Kepada Saudara yang perempuan inilah kriteria yang layak Saudara pertimbangkan dalam memilih suami: Carilah pria yang mengasihi Tuhan dan mengasihi Saudara.

Ketundukan kepada suami haruslah berawal dari dan berdasar pada ketundukan kepada Tuhan. Tidak selalu kita dapat tunduk dengan mudah kepada suami (atau kepada siapapun) namun jika kita tunduk kepada Tuhan yang meminta kita untuk tunduk kepada suami, maka ketundukan kepada suami akan lebih dimungkinkan. Ketundukan merupakan sikap yang keluar dari karakter pribadi; jika kita berkarakter keras, kepada siapa pun kita akan sulit untuk tunduk, termasuk kepada Tuhan. Jadi, kita mesti membangun karakter yang bersedia tunduk dan Tuhan adalah pihak pertama yang kepada-Nya kita tunduk, setelah itu barulah kita tunduk kepada manusia, dalam hal ini kepada suami.

Ketundukan, tidak bisa tidak, berkaitan erat dengan takut. Takut sudah tentu tidak sama dengan ketakutan sebab ketakutan merupakan reaksi terhadap perasaan diteror. Tuhan tidak meneror kita, jadi, tidak seharusnyalah kita ketakutan kepada Tuhan. Kita perlu merasa takut kepada Tuhan dan dari rasa takut ini muncullah ketundukan dan hormat kepada-Nya. Demikian pulalah terhadap suami. Istri mesti memiliki rasa takut kepadanya karena tanpa rasa takut, ia akan sulit menghormati dan tunduk kepada suami. (Saya membayangkan betapa sulitnya bagi istri yang "berani" kepada suami untuk takluk kepadanya.) Jadi, kepada wanita saya ingin membagikan nasihat, carilah suami yang dapat Saudara hormati dan kepadanya Saudara takut. Ini akan memudahkan Saudara tunduk kepadanya "dalam segala sesuatu."

Tunduk juga berkaitan dengan hormat. Biasanya kita hanya akan menghormati orang yang kita kagumi dan salah satu hal yang menggugah kekaguman kita adalah karakter yang berintegritas. Kepada pria saya ingin mengingatkan, bangunlah karakter yang baik dan berintegritas karena inilah yang akan mengundang respek sejati. Janganlah Saudara mencari wanita yang tunduk kepada Saudara karena ia tidak mandiri dan justru memiliki ketergantungan yang tinggi pada orang lain. Memang, ia takut kepada Saudara namun bukan karena kagum, melainkan karena terancam bahwa ia tidak dapat hidup sendirian dan membutuhkan pelindung. Ini bukanlah dasar yang baik. Sebaliknya, janganlah Saudara menjadi teror bagi istri dan membuatnya ketakutan. Suami yang berbahagia adalah suami yang mendapatkan istri yang takut bukan ketakutan kepadanya sebab dari rasa takut inilah akan muncul respek dan ketundukan.

Sekarang kepada istri saya mengimbau, carilah suami yang mengasihi Tuhan dan mengasihi diri Saudara sepenuhnya. Pria yang mengasihi Tuhan akan mengutamakan Tuhan dalam hidupnya dan akan berupaya keras hidup menyenangkan hati Tuhan. Ia tidak ingin berdosa sebab ia tidak ingin mendukakan hati Tuhan yang mengasihi dan dikasihinya. Ini adalah karakteristik yang harus dicari oleh wanita. Karakteristik kedua yang harus Saudara temukan ialah carilah suami yang mengasihi Saudara sepenuh hati. Artinya, ia hanya mencintai Saudara dan ia begitu mengasihi Saudara sehingga ia senantiasa ingin memberi yang terbaik kepada Saudara.

Jadi, kepada suami, saya mengimbau, carilah istri yang Saudara sangat cintai, bukan sekadar mencintai. Bagi Saudara ia adalah satu- satunya wanita yang Saudara inginkan dan tidak ada lagi selain dirinya yang Saudara rindukan. Kepadanyalah Saudara ingin memberi bagian terbaik dari hidup Saudara dan bersamanyalah Saudara ingin membagi hidup ini. Salah satu cara menguji cinta adalah dengan melewati rentang waktu yang relatif panjang, paling tidak setahun. Dalam kurun itu cinta tidak boleh berkurang, sebaliknya cinta makin harus bertumbuh dan mendalam. Dengan cinta yang kuat dan dalam itu barulah Saudara melangkah ke pelaminan.

Kita tidak dapat memprediksi akhir pernikahan, tetapi kita bisa memastikan awal pernikahan baik atau buruk. Pernikahan yang baik dimulai dengan takut akan Tuhan dan takut akan suami serta oleh kasih akan Tuhan dan kasih akan istri. Inilah saringan pertama perjodohan; setelah lulus kriteria mendasar ini barulah kita melangkah bersama membangun kecocokan. Jika kita berhasil melewati saringan kedua, silakan masuk ke dalam pernikahan yang Tuhan berkati dengan damai sejahtera.

Sumber: PARAKALEO No. 4 Edisi: Oktober-Desember 2004