Kristus Sang Raja Damai Mengaruniakan Kedamaian Sejati
KRISTUS SANG RAJA DAMAI
MENGARUNIAKAN KEDAMAIAN SEJATI
Oleh: Samuel T. Gunawan, SE., S.Th (CE)., M.Th
Teolog Protestan Kharismatik, Pendeta dan Gembala di GBAP El Shaddai Palangka Raya; Dosen Filsafat dan Apologetika di STT AIMI, Solo.
(Artikel-artikelnya bisa didapat di facebook : samuelstg09@yahoo.co.id)
Setelah manusia pertama, Adam dan Hawa membuat dosa menjadi aktual untuk pertama kalinya di Taman Eden, sejak saat itu natur dosa telah diwariskan kepada semua manusia (Roma 5:12; 1 Korintus 15:22). Saat ini kita hidup dalam dunia yang telah jatuh dan rentan terhadap kejahatan yang tidak akan terjadi jika manusia tidak memberontak melawan Allah (Roma 8:20-22). Kejahatan natural seperti gempa bumi, tsunami, badai, banjir dan lainnya, dan kejahatan moral seperti penindasan, kekerasan fisik, pembunuhan, pemerkosaan, perang, ketidakadilan, dan lain sebagainya, akan terus terjadi sampai Tuhan mengakhiri kejahatan itu untuk selama-lamanya (Wahyu 21:4).
Faktanya, saat ini kita hidup di dunia yang sudah kacau dan rusak akibat dosa. Karena itu kedamaian adalah hal yang paling diinginkan semua orang lebih dari apapun. Segala cara ditempuh untuk memperoleh kedamaian pribadi, keluarga, negara. Manusia mencari kekayaan dan meteri, namun tidak menemukan kedamaian. Mereka mencari bantuan psikolog, konselor, motivator, dan diplomat supaya mendapatkan damai, tetapi bantuan tersebut bersifat sementara. Bahkan, atas nama perdamaian negara-negara di dunia menciptakan damai dengan nuklir, perang dan pertumpahan darah. Namun, kedamaian sejati tak kunjung datang, karena kedamaian sejati hanya bisa didapat sebagai anugerah dari Allah. Karena itu, pengharapan akan datangnya Mesias membawa zaman kedamaian sangat dinanti-nantikan. Kira-kira 2700 tahun yang silam nabi Yesaya meramalkan, “Sebab seorang anak telah lahir untuk kita, seorang putera telah diberikan untuk kita; lambang pemerintahan ada di atas bahunya, dan namanya disebutkan orang: Penasihat Ajaib, Allah yang Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai” (Yesaya 9:5). Sang Raja Damai yang diramalkan dalam ayat ini jelaslah menujuk kepada Kristus, penggenapan dari pengharapan ini.
Sebutan “Raja Damai (Prince of Peace)” dalam bahasa Ibrani adalah “Shar Shalom”, yang berarti “seseorang yang menghapus segala unsur yang mengganggu kedamaian; dan seseorang yang mengukuhkan kedamaian”. Semua pemerintahan yang ada di dunia, kekuasaannya sering bergantung pada kekerasan, perang dan pertumbahan darah. Tetapi, kekuasaan Kristus didasarkan pada pengorban darahNya sendiri serta berdasarkan keadilan dan kebenaran. Dalam Kristus damai sejahtera sudah datang (Lukas 1:79; 2:14). Pertama-tama, melalui kematianNya, Kristus telah mendamaikan manusia dengan Allah (Roma 5:1; Efesus 2:16-18; 2 Korintus 5:18-21). Inilah kebutuhan yang utama dan mendasar dari manusia berdosa, yaitu damai sejahtera dengan Allah. Selanjutnya, Kristus memberikan damai sejahtera dihati orang-orang yang percaya kepadaNya. Damai sejahtera yang diberikan bersifat kekal, tidak dapat dirampas dan tidak dipengaruhi oleh situasi apapun yang datang dari luar (Matius 11:28-30; Yohanes 14:27; Filipi 4:7). Lebih luas lagi, akibat damai sejahtera ini, manusia bisa hidup damai satu dengan yang lainnya (Roma 12:18). Karena itu, damai sejahtera itu harus aktif, dikembangkan dan dibagikan pada sesama (Efesus 4:3; Ibrani 12:14).
Implikasi dari kebenaran di atas ialah jika seseorang tidak merasakan damai sejahtera dalam hidupnya maka ada tiga alasannya: Pertama, ia belum memiliki damai sejahtera yang sesungguhnya (Yohanes 14:27); Kedua, ia belum mengalami kelahiran baru yang hanya dapat diterima dengan percaya kepada Kristus (Yohanes 3:3-5; 2 Korintus 5:17); Ketiga, bila ia sudah diselamatkan tetapi tidak merasakan damai sejahtera bisa jadi ada dosa-dosa yang belum dibereskan (Yesaya 59:2) dan firman Tuhan kurang menguasai hatinya (Yeremia 29:11).
Ringkasnya, Kristus Sang Raja Damai tidak hanya membawa damai sejahtera, tetapi juga mengaruniakan damai sejahtera itu kepada kita yang percaya kepadaNya (Markus 5:34; Lukas 7:50; Yohanes 14:27; 20:19,21,26). Selanjutnya kita adalah agen pembawa damai sejahtera di dunia ini (Lukas 10:5; Kisah Rasul 10:36). Kita dituntut untuk menghilangkan segala kedengkian, amarah, dan dendam dari rumah tangga maupun gereja kita dan mengubahnya menjadi persekutuan kasih, sukacita dan damai (Efesus 4:3-6). Kita tidak hanya berusaha menjauhkan perselisihan, pertengkaran ataupun pertentangan, tetapi juga perlu hidup selaras dan harmonis sebagai sesama anggota tubuh Kristus (Roma 14:19; 1 Korintus 14:33). Kedamaian yang memancar dari persekutuan damai dampaknya pastilah tak terhingga, lebih lagi, kita dikenali sebagai anak-anak Allah apabila kita membawa damai dimanapun kita berada. Kristus berkata, “Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah” (Matius 5:9).