Minoritas; Bagaimana Seharusnya?
Penulis : Kristian.N
Sebagai kaum minoritas Kristen, sering kita dihadapkan pada situasi yang serba sulit. Dalam hal pekerjaan misalnya sering kita mendapatkan diskriminasi. Beberapa dari kita menanggapi kondisi tersebut dengan cara yang berbeda-beda. Tuhan pernah berfirman bahwa kita tidak berasal dari dunia oleh karena itu dunia akan membenci kita. Ironisnya banyak orang Kristen yang kemudian menggunakan firman tersebut untuk membenarkan diri.
Maksud saya di sini adalah ketika orang Kristen melakukan tindakan yang tampaknya rohani namun menjadi batu sandungan. Sebagai contoh, ketika seseorang sudah mulai sibuk dengan pelayanannya di gereja hingga mulai melupakan fungsi dan perannya di masyarakat atau lingkungan tempat tinggalnya. Menjadi terlihat ekslusif dan cenderung menarik diri. Sebenarnya wajar jika kemudian masyarakat mulai mengucilkannya. Namun daripada berusaha mengoreksi diri orang itu justru menganggap pengucilan terhadap dirinya buakan karena kesalahannya, namun suatu yang wajar, dengan alasan karena dia tidak berasal dari dunia maka dunia membencinya. Saya kenal seorang guru agama Kristen yang karena kesibukan pelayanannya kemudian mulai melupakan perannya sebagai guru, sering ijin bahkan mangkir mengajar hanya untuk memenuhi panggilan khotbah dan menjadi pembicara diberbagai acara gereja. Lebih sering terlihat tampil dengan setelan jas daripada baju safari meskipun dia sedang dalam jam dinas. Tapi yah begitulah semua gunjingan, semua kritikan dan teguran ia tanggapi dengan telinga yang tebal dan menganggapnya sebagai batu sandungan pelayanan tanpa dia sadari tanpa merasa dirinya sendiri telah menjadi batu sandungan.
Saya rasa bukan begitu maksud dari firman Tuhan di atas. Sebab jika itu benar, mengapa Tuhan tidak memisahkan saja umatnya dari mereka yang tidak percaya, mengumpulkannya di suatu tempat dan memeliharanya sampai hari Tuhan digenapi? Kenapa Tuhan justru membiarkan umatnya tetap tinggal di tengah-tengah dunia yang Dia tahu akan membenci mereka?
Alkitab sebenarnya telah menunjukan bagaimana orang-orang justru biasa berbuat banyak dibalik status minoritas yang mereka sandang, dan bahkan mampu memberikan pengaruh besar bagi dunia sekitarnya. Dan dunia menghormatinya. Sebut saja Daniel, seorang buangan di negeri Babel, juga Jusuf seorang budak dan napi penjara. Mereka telah membuktikan bahwa meskipun dunia membenci mereka namun pada akhirnya dunia mengakui mereka, dan belajar menghormati dan mengakui kebesaran Allah mereka, maka kitapun pasti bisa. Tapi dengan kondisi zaman yang sudah begitu berubah, apakah kisah-kisah itu masih relevan? Jika iya, apa buktinya?
Belajar dari sejarah, kita mungkin masih ingat jika pada jaman Orde Lama hingga awal Orde Baru sempat muncul pendapat dikalangan masyarakat yang mengatakan bahwa "Kalau ingin dapat pegawai yang jujur carilah orang Kristen". Banyak instansi/perusahaan yang sengaja menempatkan orang Kristen untuk menduduki tanggung jawab sebagai bendahara atau staf keuangan diperusahaan mereka. Bagaimana itu bisa terjadi? semua itu bisa terjadi karena orang-orang Kristen saat itu memang memiliki jati diri, karakter dan standar integritas yang tinggi. Sikap takut akan Tuhan yang mereka nyatakan dalam kualitas hidup sehari-hari terbukti mampu memberikan pengaruh dan membuahkan respon positif di tengah-tengah masyarakat saat itu.
Bagaimana dengan kondisi sekarang? Apakah pendapat itu masih ada? Sepertinya tidak, dan justru sebaliknya, sebagai orang Kristen kita selalu dicurigai dan diwaspadai. Ada baiknya kembali menengok diri kita, serta melihat kondisi kekristenan dan kualitas hidup dari orang-orang yang mengaku dirinya sebagai orang Kristen yang ada sekarang. Bukankah semakin banyak nama-nama Kristen yang ikut memperpanjang deretan daftar koruptor, terlibat kasus penipuan dan perkosaan. Bahkan nama seperti Yohanes terang-terangan muncul sebagai terdakwa kasus pembunuhan. Sengketa antar gereja, perpecahan jemaat hingga gerakan penginjilan yang dilakukan tanpa perhitungan bukankah itu semua sama saja seperti mencoreng arang di muka sendiri, bahkan lebih parah lagi karena itu juga berarti mencoreng muka Kristus. Jika didalam sendiri saja kita tidak bisa akur sebaliknya malah menunjukan sikap saling pukul, saling memangsa, lalu apa bedanya kita dengan orang lain? Jadi apakah kita masih berhak untuk menyalahkan mereka jika kemudian mereka tidak lagimempercayai kita? memunsuhi kita dan cenderung curiga dengan sikap kita?
Apa yang menyebabkan mutu, kualitas hidup dan moralitas Kristen semakin merosot? Gereja memiliki tanggung jawab terbesar dalam hal ini. Semakin jarang kita temui suara-suara keras didikan dan pengajaran yang tegas akan standar moral dan karakter Kristen dibawakan dimimbar-mimbar. Orang Kristen semakin dibuai dengan berbagai janji-janji Tuhan, jaminan kemakmuran, jaminan pemulihan, dan jaminankesembuhan. Jika saya boleh menulis ulang ayat dari Matius 28 : 19-20, supaya sesuai dengan kondisi sekarang, maka ayat itu akan berbunyi:
"Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, Dan aku berjanji akan mencurahkan berkat kepada mereka sampai berkelimpahan".
Gereja lupa bahwa penggembalaan dan pendewasaan rohani adalah sesuatu yang sangat penting, Gereja lebih senang untuk membuai para Kristen baru dengan janji-janji Allah. Gereja lupa bahwa untuk menerima setiap janji Tuhan seseorang harus terlebih dahulu memiliki pondasi yang kokoh. janji Tuhan bukanlah sesuatu yang instant. Salah satu penekanan perintah Tuhan seperti yang tertulis dalam matius 28 adalah pada ayat 20 yang berbunyi:
"dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman"
Gerja tidak boleh hanya berhenti pada ayat 19. Selamatkan jiwa tidak hanya berhenti saat seorang dibaptis dan mengaku percaya. Namun lebih dari itu adalah bagaimana orang itu bisa terus bertumbuh semakin sempurna dalam iman dan karakter yang semakin dewasa didalam Kristus.
Kehidupan bergereja justru semakin menggiring orang Kristen terpisah dengan dunia luar. Kita cenderung membangun dunia kita sendiri Sebenarnya tanpa kita sadari cara hidup yang demikianlah yang justr semakin membuat kita menjadi asing dimata masyarakat sekitar. dan meskipun banyak kegiatan-kegiatan spektakuler di gelar gereja sebagai wujud kepedulian terhadap dunia. Sayangnya kebanyakan acara dan kegiatan yang digelar tersebut hanya bisa dipahami oleh kalangan gereja sendiri. Dan hanya menjadi tontonan masyarakat, yang sebenarnya membutuhkan sesuatu yang lebih kangrit, sesuatu yang lebih nyata bisa dirasakan dan tersentuh.
Kehidupan bergereja kemudian menjadi sempit, dibatasi oleh pagar dan tembok, tersembunyi aman di gedung-gedung yang mewah. Kondisi-kondisi inilah yang telah menggiring kita mejadi kaum minoritas yang mengasingkan diri. Kita tidak disisihkan tapi kita sendri yang menyisihkan diri/menarik diri. Seharusnya tidak demikian, sebab diri kita inilah yang disebut gereja. Bagaimana kita bisa membawa diri kita yang adalah gereja ketengah-tengah masyarakat. Dengan ketulusan dan kerendahan hati, berbaur dan mencoba menyelami dan memahami beban mereka, penderitaan mereka untuk mununtun jiwa-jiwa yang terhilang kepada Terang Yang Sejati.
Ditengah-tengah kesibukan gereja dengan berbagai fenomena pengajaran dan sensasi rohani, gerakan transformasi, jaringan doa dan lain sebagainya. Jika ada pertanyaan, apa paling penting menjadi perhatian gereja saat ini? saya rasa menegakkan kembali jati diri, integritas dan kualitas hidup kita sebagai orang Kristen yang betul- betul Kristen adalah hal yang paling penting dan paling mendesak untuk mulai benahi oleh gereja. Tanpa tranformasi diri maka semua Gerakan transformasi, jaringan doa, pemulihan bagi kota dan negara semuannya hanya akan menjadi suatu usaha yang sia-sia. Doa memang baik dan diperlukan, sedangkan mengenai curahan Roh, dan berbagai fenomena iman memang diberikan Tuhan dengan tujuan untuk menguatkan iman. Adalah salah jika kita menjadikannya sebagai fokus kita. Namun bagaimana kita bisa menjadi terang dan garam melalui sikap hidup kita, melalui karakter kita, itulah yang terpenting. Jika ada pendapat yang mengatakan bahwa lidah dan pena itu lebih tajam dari pedang, maka sebenarnya ada yang jauh lebih tajam dari sekedar perkataan atau tulisan, yang bahkan tak terbantahkan, yaitu keteladanan dan karakter. Sebagus apapun pendapat kita, semulia apapun perkataan kita, sebijak apapun nasihat kita atau serajin apapun doa dan puasa kita, akan menjadi mentah dan berubah menjadi cibiran hanya karena sedikit sikap hidup kita yang tercela, yang menyimpang dari ucapkan kita. Sebaliknya sikap hidup yang bisa dijadikan teladan dan tak bercela justru akan lebih banyak berbicara dan memberikan pengaruh serta perubahan bagi lingkungan kita.
Dengan kualitas yang terbukti bukan NATO (no action talk only) Saya yakin kita akan bisa menjadi Daniel-Daniel dan Yusuf-Yusuf masa kini. Yang meskipun hanya berstatus sebagai kaum minoritas (kaum terjajah, bangsa buangan) namun kehidupannya bisa menjadi berkat dan membawa pengaruh besar bagi bangsanya dan bangsa dimana dia tinggal. Jangan kita menjadi kaum minoritas yang menyisihkan diri, yang hanya berkumpul dan berusaha membangun dunia kita sendiri. Namun jadilah kaum minoritas yang mampu membuktikan diri memiliki kualitas pilihan. Yang tidak hanya terus berkerumun dan memandang ke langit menanti kalau-kalau Tuhan datang. tapi berani untuk melangkahkan kaki kembali ke Yerusalem kita, ke tengah-tengah dunia yang sangat membutuhkan kehadiran kita.
Jadi, Akankah pendapat "jika ingin dapat pegawai yang jujur, carilah orang Kristen" akan dapat kita dengar lagi? semua bergantung pada gereja dan diri kita masing-masing.