GEMBALAKAN DOMBA-DOMBA MUDA

Oleh : Pdt. David Sudarko STh. | GIA Kediri

Bukanlah sebuah rahasia lagi bahwa di Amerika dan di beberapa negara di Eropa telah terjadi degradasi iman kekristenan. Banyak gedung gereja yang kosong tidak ada aktivitas peribadahan, bahkan telah dijual dan di alih fungsikan untuk kegiatan yang lain. Tidak sedikit juga orang-orangnya yang berpindah pada agama yang lain. Mengapa hal ini terjadi? Beberapa pengamat menyimpulkan bahwa keadaan ini terjadi oleh karena akibat the lost generation - ‘hilangnya generasi’.


Mereka telah kehilangan generasi yang mewarisi iman Bapa Leluhur; Abraham, Ishak, dan Yakub. Ajaran dan warisan iman itu telah terabaikan oleh berbagai ‘fasilitas’, ‘aktivitas’ dan ‘pengetahuan’ dunia. Budaya konsumerisme dan hedonisme, ditambah lagi dengan ‘duitisme’ (apa-apa duit = uang segalanya) telah merebut perhatian mereka ketimbang berurusan dengan yang ‘spiritualisme’. Maka angin segar ‘atheisme’ pun makin leluasa menghembusi mereka dan membuat mata spirit (rohani) mereka tak mampu melihat, alias buta.

Kebutaan rohani ini sebenarnya telah bergerilya di negara kita, bahkan sudah masuk di kota kita. Segala fasilitas, aktivitas dan pengetahuan dunia itu telah nyata di depan kita, dan tidak jauh; yakni ada dalam genggaman tangan kita. Bukan hanya kita orang dewasa, mulai dari anak SD saja pun sudah menggunakan HP, Smartphone, Iphone, Tablete dan lain-lain. Di sekitar kita juga telah banyak cafe-cafe, rumah karaoke, dan diskotik. Dimana disana selalu sarat dengan tawaran ‘kepuasan daging’ (dosa). Mulai dari kepuasan mata memandang (pornografi), sampai kepada praktik (pornoaksi) perzinahan pergaulan bebas. Inilah yang membuat hilangnya generasi beriman. Jika ini juga diabaikan oleh gereja-gereja di negara kita, maka hal yang sama akan terjadi pada kita. Tentunya saudara juga tidak setuju kan jika itu terjadi? Oleh karenanya saya menulis refleksi ini dengan maksud menawarkan sebuah WASIAT dari Sang Sumber Iman, yakni Yesus Kristus Sang Gembala yang Sejati. Wasiat itu adalah; “Gembalakanlah domba-domba-KU!” Dan wasiat ini telah diulang lebih dari dua kali. Itu berarti harus dicamkan dan dilaksanakan, sifatnya segera dan tidak boleh diabaikan.

Gembala dan domba muda

Gembala adalah berbicara tentang seorang pemimpin. Pemimpin dalam artian fungsionalnya, bukan soal kedudukannya. Sebab banyak realita yang terjadi justru seorang pemimpin (pejabat/gembala jemaat) yang tidak berfungsi sebagai pemimpin, melainkan sebagai ‘bos’. Pemimpin di sini yang dibutuhkan adalah seorang yang meskipun bukan sebagai pemimpin dalam struktural namun ‘piawai’ (kapabel) dalam mempengaruhi, mengelola, merawat dan melayani orang lain. Kriteria itulah yang layak masuk dalam kepribadian seorang gembala. Ada lebih baiknya lagi jika secara struktural sudah menduduki posisi pemimpin dan secara fungsionalnya juga dapat melakukan tugas dan tanggungjawabnya dengan benar.

Domba muda adalah berbicara tentang generasi muda (saat ini). Yang tergolong sebagai domba muda adalah mereka anak-anak usia pra remaja sampai pemuda - dewasa (usia 10th – 25 th). Mereka inilah yang harus mendapatkan perhatian penuh di dalam pengawalan dan pengawasan (atas berbagai paham dan ajaran yang menyesatkan imannya). Sederhananya adalah, mereka harus digembalakan oleh gembala yang benar. Jika mereka tidak digembalakan oleh gembala yang benar, maka mereka akan digembalakan oleh dunia (dosa). Dunia akan menyeret mereka semakin jauh dari Tuhan. Dan skenario endingnya adalah sama dengan yang terjadi di Barat dan di Eropa sana, hilangnya generasi yang beriman.

Di dalam menggembalakan para kawanan domba muda ini, kita perlu mewaspadai beberapa medan berbahaya yang dapat membayakan jiwa mereka. Medan apa sajakah itu;
1. Medan percintaan
Sudah hampir lebih dari 7 tahun saya mendampingi kehidupan dan kerohanian para domba-domba muda. Selama waktu itu sampai buku ini ditulis, pokok permasalahan yang menduduki peringkat teratas adalah persoalan C.I.N.T.A. Percintaan memang selalu sangat menarik dari jaman ke jaman, mulai dari Ngkong Adam dan Emak Hawa. Percintaan juga tidak hanya berhenti pada kisahnya Om Romeo dan Tante Juliet, namun sampai hari ini dia selalu hidup dan menarik semua insan. Tidak mengenal orang kota, orang desa, orang kaya, orang miskin, orang yang berpangkat maupun tidak. Bahkan anak-anak siswa SD di desapun sudah mengenal cinta. Aura CINTA memang begitu kuat, semerbak harumnya, bahkan begitu licin sehingga mampu menembus ‘dinding-dinding’ setebal apapun, sehingga siapapun orang bisa merasakannya. Malah tidak sedikit ada yang sampai tergila-gila karenanya.

Percintaan memang mampu membawa emosi positif, namun bisa menjadi medan berbahaya bagi domba-domba muda yang tidak hati-hati pada arus cinta tersebut. Dalam medan ini mereka membutuhkan penggembalan secara benar. Sebab tidak sedikit remaja-remaja Kristen yang jatuh dalam dosa mengikuti gaya berpacaran zaman sekarang, bahkan banyak yang meninggalkan Yesus demi menikah dengan yang lain iman (agama). Tentu ini merupakan keprihatinan yang mendalam. Namun gereja (gembala jemaat/rohaniwan/majelis) tidak boleh hanya sebatas prihatin saja. Gereja harus segera mengambil tindakan untuk menggembalakan mereka, agar tidak bertambah jiwa yang hilang.

2. Medan pergaulan
Salah satu kelebihan dari anak-anak remaja pemuda adalah segi pergaulannya. Mereka cepat berkomunitas dalam pengaruh trend, hobi dan kesamaan pandangan. Ada beberapa komunitas anak remaja muda yang saat ini sedang ngetrend, diantaranya; komunitas anak band, komunitas anak dance, komunitas olahraga (futsal), komunitas sepeda motor gaul, komunitas pecinta artis Korea, dsb. Namun ada beberapa komunitas yang sedikit ekstrim, seperti; komunitas punk (pang/anak jalanan), dan ada juga komunitas “gombal-gambul” alias komunitas “ora genah” (tidak karuan). Komunitas ini hanya ngumpul karena tidak punya kerjaan tetap, dan tidak punya tujuan jelas tapi suka menghambur-hamburkan uang.

Mereka juga suka berpikir kotor dan hal-hal porno, sehingga kata-kata yang keluar dari mulutnya juga kata-kata kotor, porno dan sia-sia belaka. Jika ada seorang wanita lewat di depannya, mereka cepat koneck untuk menggoda, entah wanita itu cantik ada tidak, single atau sudah menikah – atau malah sudah janda, mereka tidak peduli. Yang penting ‘pokoknya’ wanita, bisa menghibur otaknya. Jadi tidak heran jika saat mereka sedang ngumpul, selalu membuat resah orang lain. Mereka sering minum minuman keras bahkan sampai mabuk dan sering juga bertindak kasar. Namun anehnya komunitas ini malah yang disukai oleh anak-anak remaja pemuda saat ini.

Komunitas ‘gombal-gambul’ menjadi tantangan pergaulan anak remaja dan pemuda jaman ini. Bahayanya jika anak-anak remaja Kristen berada di sekitarnya dan sering bergaul dengan mereka lalu tertarik dan bergabung dalam komunitasnya. Lambat laun akan terpengaruh untuk praktek merokok, minum – mabuk, keluyuran - pulang malam, pornografi dan pornoaksi, bahkan bersikap brutal; memberontak orangtua, krisis moral dan sosial, juga bisa bertindak asusila. Angka pergaulan yang salah ini makin tambah tahun justru makin meningkat. Hal ini yang perlu diwaspadai oleh gereja. Bisa dibayangkan jika 10 tahun kedepan negara ini dipenuhi oleh orang-orang yang bergaul dengan komunitas ‘gombal-gambul’ seperti ini, akan seperti apakah negara kita nanti? Bisa ditebak sendiri. Begitu juga gereja. Bisa kehilangan generasi yang mau hidup benar. Jika dibiarkan begitu terus, maka keadaan “tohu wabohu” (kacau balau) pada zaman awal dunia diciptakan akan terjadi lagi. Kondisi ini megancam masadepan dan menimbulkan kegelisahan banyak pihak.

Untuk menjawab kegelisahan ini, gereja harus segera bertindak turun tangan merebut pergaulan mereka. Gereja yang dimaksudkan secara khusus adalah para pemimpinnya (Pendeta/Gembala, Rohaniwan, Majelis dan pengurusnya). Para pemimpin inilah yang pertama-tama harus menangkap visi dan pewahyuan, lalu meminta hikmat Tuhan untuk mengerjakannya. Mau tidak mau, suka atau tidak suka para pemimpin gereja inilah yang berjuang keras merangkul anak-anak muda yang setia dan takut akan Tuhan untuk berkreasi dan berinovasi bahkan rela mendanai sebuah kegerakan anak muda agar hidup lebih baik.

Gereja harus mulai memikirkan, merumuskan, dan membuat komunitas-komunitas yang sama namun beda. Sama dalam artian kebutuhannya, namun beda muatannya. Muatan yang dimaksud adalah ‘isi kebenaran Firman Tuhan’ yang diaplikasikan secara kontekstual dan tepat sasaran. Jauhkan dulu dari keinginan rutinitas aktivitas ‘liturgi ibadah’ dalam ‘kotak gereja’. Namun lebih intens dalam bergaul dari hati ke hati terlebih dahulu. Ibarat memancing ikan jenis kakap, begitu juga dalam merangkul anak-anak remaja dan pemuda. Tangkaplah lebih dahulu dan ajak bermain bersama, jangan buru-buru dimasukkan dalam ‘karantina rohani’. Kita musti membalikkan keadaan melalui “pergaulan yang baik, pasti akan memperbaiki kebiasaan yang buruk.” Gereja harus membangun sebuah pergaulan yang sehat untuk anak-anak remaja pemuda ini, hingga mereka menemukan jalan kebenaran dan keberhargaan hidup. Hal ini akan menjadi pondasi yang kuat untuk mencintai dan melayani Tuhan sepanjang masa.

Selain kedua medan berbahaya di atas, masih ada beberapa medan yang lumayan berbahaya juga. Yakni; medan perhatian, medan keakuan, dan medan pekerjaan. Kebutuhan anak-anak remaja pemuda akan kebutuhan ‘untuk diperhatikan’ sangatlah tinggi. Jika mereka tidak mendapat perhatian dan kasih sayang dari orangtua, maka mereka akan mencari perhatian dari pihak lain. Akan sangat disayangkan jika perhatian itu di dapatkan dari pihak yang tidak benar jalan hidupnya (berlawanan dengan Firman Tuhan). Selain perhatian, mereka juga sedang ingin menonjolkan keakuannya (egosentris). Merasa dirinya yang paling ‘ter-‘ dari segalanya; terganteng, tercantik, terpandai, terseksi, dan ‘ter-‘ ‘ter-‘ yang lainnya. Hal ini belum mereka sadari bahwa suatu kelak, semua itu akan menjatuhkan dirinya sendiri. Yang terakhir adalah kebutuhan akan penghasilan atau income. Rata-rata yang sudah lulus dari bangku SMU maupun kesarjanaan, mereka akan mencari pekerjaan. Di dunia pekerjaan inilah segala godaan dan cobaan datang bagaikan peluru yang memberondong kehidupannya. Pada kondisi inilah banyak dari mereka yang mulai berguguran imannya. Di sinilah peran penggembalaan sangat dan teramat dibutuhkan, gembala yang dapat merawat, menuntun, melindungi dan memberi makan untuk kepuasan dan ketenangan fisik dan batinnya.

Penutup
Saya punya harapan bahwa apa yang saya tuliskan di atas bukan hanya sekedar bahan bacaan saja. Melainkan untuk segera ditindaklanjuti. Kepada para Hamba Tuhan, para senior saya; baik yang sudah menjadi gembala jemaat maupun yang belum, dan kepada rekan-rekan sejawat yang terpanggil dalam melayani domba-domba Tuhan, serta kepada para Majelis dan pengurus gereja, marilah dengan segera kita bertindak memberikan perhatian penuh terhadap generasi muda. Dengan mengingat pesan Rasul Petrus ;

“Gembalakanlah kawanan domba Allah yang ada padamu, jangan dengan paksa, tetapi dengan sukarela sesuai dengan kehendak Allah, dan jangan karena mau mencari keuntungan, tetapi dengan pengabdian diri. (I Petrus 5:2)


Sekali lagi mari kita gembalakan para domba muda ini dengan rela hati dan bukan karena paksaan, serta dilandasi oleh semangat pengabdian diri.
Ada baiknya juga mengumpulkan beberapa pemimpin dan domba-domba muda yang sudah aktif untuk menyatukan visi, merumuskan misi dan menciptakan kreasi yang lebih menarik dari yang dunia tawarkan. Semua ini butuh dukungan besar, mulai dari doa dan puasa, pemikiran yang selalu baru, tenaga, bahkan ‘duit besar’ juga. Tapi semua ini bukan sesuatu yang tidak mungkin untuk dilakukan, sebab kita punya ahlinya ketidakmungkinan/kemustahilan. Yaitu Yesus Kristus Tuhan kita Sang Gembala yang Baik. Selamat menggembalakan, Soli Deo Gloria.