Pelayanan Pendeta
Oleh: Herlianto
Gembalakanlah kawanan domba Allah yang ada padamu, jangan dengan paksa, tetapi dengan sukarela sesuai dengan kehendak Allah, dan jangan karena mau mencari keuntungan, tetapi dengan pengabdian diri. Janganlah kamu berbuat seolah-olah kamu mau memerintah atas mereka yang dipercayakan kepadamu, tetapi hendaklah kamu menjadi teladan bagi kawanan domba itu . (LAI, 1 Petrus, 5:2-3).
Dalam retret yang digelar Komisi Dewasa sebuah gereja dikawasan Jakarta Pusat sekitar tanggal 17 Agustusan di Pacet, sebagai keynote speakers diundang dua pembicara (masing-masing 5 sesi), yaitu seorang pendeta dari gereja di kawasan Kelapa Gading dan seorang penceramah awam.
Menarik ngobrol-ngobrol dengan pendeta itu, sebab ditengah alam segar Pacet, pembicaraan mengungkapkan keadaan yang tidak segar yang terjadi di Kawasan Kelapa Gading yang terkenal dengan mal panjang dengan food-courtnya yang luas yang selalu ramai dikunjungi orang itu. Pendeta itu mengungkapkan bahwa di kawasan Kelapa Gading ada 80 gereja yang beroperasi. Lebih lanjut diungkapkan bahwa berbagai usaha dilakukan untuk menyatukan gereja-gereja itu agar menjadi kesaksian bagi penduduk kawasan itu, baik melalui usaha PGIW, JDN (yang markasnya ada di kawasan itu), maupun lainnya. Namun sejauh ini usaha kearah keesaan gereja di kawasan itu tidaklah mudah dijalankan.
Kesan demikian juga mewarnai usaha keesaan yang dilakukan PGI ditingkat nasional. Menurut salah satu pimpinan PGI, usaha keesaan gereja di Indonesia yang dikenal sebagai gerakan Ekumene memang sudah dilakukan lama, namun sejauh ini usaha itu masih bagaikan berjalan ditempat dan tidak menunjukkan kemajuan yang berarti.
Ternyata menyatukan gereja-gereja yang diwakili pendeta-pendetanya tidaklah mudah dilakukan, bahkan pendeta-pendeta yang biasa aktif dalam forum-forum pluralisme antar umat beragama yang ideal itupun tidak bisa mewujudkannya dilingkungan agamanya sendiri.
Mengapa gereja-gereja yang diwakili pendeta-pendetanya sukar untuk diajak duduk bersama semeja demi keesaan gereja? Kelihatannya ucapan rasul Petrus diatas belum banyak dihayati (apalagi dilaksanakan) oleh pendeta-pendeta sehingga usaha keesaan itu maju tak mau, mundur tak mau.
Anjuran rasul Petrus diatas menarik untuk direnungkan kembali, soalnya sejak awal sejarah gereja sudah terungkap bahwa segera setelah kematiannya, orang berebut menuntut posisi Petrus yang dianggap sebagai primat gereja, sehingga terbentuklah ke paus an, ke uskup an, ke penatua an, dan ke pendeta an, padahal sekalipun Tuhan Yesus menyebut pengakuan iman Petrus bahwa Yesus Messias, Anak Allah yang hidup sebagai batu karang yang menjadi fundasi gereja, ia sendiri tidak menganggap itu sebagai hak pribadinya mengatasi yang lain. Sekalipun semula Petrus berwatak temperamental dan impulsif, dan suka menonjolkan diri, pergumulan imannya dengan Tuhan Yesus telah mengubah hidupnya menjadi baru sehingga bisa menasehati rekan kerjanya dengan ucapannya diatas, dan malah sebelumnya ia mengatakan bahwa ia cuma sesama teman pelayanan sebagai penatua:
Aku menasehatkan para penatua di antara kamu, aku sebagai teman penatua dan saksi penderitaan Kristus... (LAI, 1 Petrus 5:1).
Banyak orang menjadi pendeta tanpa perubahan hati dan pikiran sehingga kependetaan bukan dianggap sebagai pelayanan tetapi sebagai jabatan yang memungkinkan baginya untuk memaksa jemaat. Petrus menasehati agar melakukannya dengan sukarela sesuai kehendak Allah. Rupanya, pada masa hidup Petrus sudah ada yang bukan bermotivasi untuk melayani tetapi untuk memperoleh keuntungan atau menjadikan pelayanan sebagai sekedar profesi, dalam hal ini ia kembali menekankan agar mengabdikan diri. Rasul Petrus juga mensinyalir bahwa ada teman penatua yang menjadikan mandat yang mereka terima bukan untuk melayani tetapi untuk memerintah mereka yang dipercakan kepadanya yaitu kawanan domba, dan Petrus mengingatkan mereka agar menjadi teladan yang baik.
Ucapan rasul Petrus itu tetap bergema hingga saat ini, dan kelihatannya sudah makin kurang dihayati oleh para pendeta pada masakini sehingga usaha ke arah keesaan juga makin merupakan impian disiang hari. Pelayanan sudah sering dibelokkan menjadi kehendak diri dan bukan kehendak Allah, pelayanan dilakukan dengan memaksakan kehendak diri kepada jemaatnya padahal seharusnya dilakukan dengan sukarela. Belum lagi pelayanan sudah sering dijadikan sumber mencari uang yang menguntungkan padahal seharusnya sebagai pengabdian diri. Organisasi gereja dan jabatannya juga sering oleh pendeta-pendeta tertentu menjadi alat kekuasaan untuk memerintah jemaatnya padahal seharusnya menjadi teladan bagi jemaatnya. Rasul Yohanes pun mengungkapkan dalam suratnya mengingatkan para pelayan Tuhan bahwa:
Demikianlah kita ketahui kasih Kristus, yaitu bahwa Ia telah menyerahkan nyawa-Nya untuk kita; jadi kitapun wajib menyerahkan nyawa kita untuk saudara-saudara kita. (LAI, 1 Yohanes 3:16). Kita patut mengucapkan syukur bahwa masih banyak pendeta yang mengikuti nasehat rasul Petrus di atas, yang masih berjiwa gembala, yang melayani dengan sukarela sesuai dengan kehendak Allah, yang mengadikan diri dengan tulus, dan yang menjadi teladan bagi jemaatnya.
Marilah kita mengingatkan dan mendoakan para pendeta yang belum menghayati nasehat rasul Petrus itu agar mereka menghayati benar arti pelayanan yang mereka emban. Adanya pendeta-pendeta yang mendengarkan nasehat rasul Petrus akan sangat mendorong kearah keesaan yang didambakan Tuhan Yesus (Yohanes 17), bukan kesatuan organisasi tetapi kesatuan kasih dengan Tuhan Yesus dan sesama manusia.